"Apalagi kali ini?" Tanya Sarang melihat sebuah baju yang tampak mahal tergantung di depan lemarinya. Nenek yang sedang menyiapkan Nonanya sebelum memulai pelajaran hari itu, berdehem pelan.
"Ada makan malam lagi?" Tanya Sarang padanya.
"Ya, Nona. Tuan Presdir mengajak Anda makan di luar malam ini."
Sarang menghela nafas tidak setuju. "Kenapa mendadak sekali?"
"Ini hanya makan malam biasa, Nona."
Ya, jika itu dilakukan oleh keluarga normal. Pikir Sarang. Masalahnya ini dilakukan oleh keluarganya yang bahkan sejak Sarang keluar dari rumah sakit tidak pernah makan bersama sekali pun.
"Apa aku harus terkesan?" Gerutunya. "Apa ada yang namanya 'biasa' dalam kamus ayah? Apa nenek sudah lupa apa yang terjadi saat makan malam dengan Presdir Han dan Presdir Cha semalam?"
Nenek menelan ludah dalam diam.
"Nah, nenek sudah tahu, kan?" Kata Sarang.
"Mohon bersabar."Jalan keluar sederhana. Gerutu Sarang dalam hati. Nenek selalu menyuruhnya bersabar jika terjadi sesuatu.
"Anda akan menyelesaikan jadwal seperti biasa sampai pukul 4. Lalu pelayan akan membantu Anda bersiap." Kata nenek memberitahunya.
"Baiklah. Terimakasih." Kata Sarang merasa tidak ada gunanya bicara lagi.
Waktu memang terasa berlalu begitu cepat ketika kita tidak menginginkannya. Tahu-tahu saja malam sudah tiba. Sarang pun menyelesaikan pelajarannya, mandi, berpakaian dan berdandan. Lalu dengan menggunakan gaun yang mahal itu, Sarang bersiap berangkat.
Sarang menarik nafas panjang ketika sudah saatnya dia berjalan menuruni undakan depan. Beberapa pelayan mengantarnya sampai ke teras sementara paman Taewong sudah menunggunya di pintu mobil.
Makanan rumah sudah seenak restoran, kenapa masih harus pergi makan diluar sih? Pikir Sarang enggan. Dan kenapa juga dia harus pergi sendirian begini? Kemana ayahnya?
"Pak Presdir berangkat dari kantor karena masih ada meeting yang belum selesai, jadi kita akan langsung bertemu di lokasi, Nona." Kata paman ketika Sarang hendak memasuki mobil.
Itu menjawab pertanyaan ku. Gumam Sarang dalam hati.
"Sesibuk apa ayah ku itu?"
"Hampir setiap hari Beliau pulang tengah malam, Nona."
Kedua alis Sarang terangkat sedikit ketika mendengar informasi itu.
"Beliau juga berangkat pagi-pagi sekali." Tambah paman lagi.
"Sudah cukup!" Kata Sarang menyuruhnya berhenti. Apa bagusnya mendengar penderitaan orang lain ketika ada banyak orang di dunia ini yang sama menderitanya?
"Segera berangkat saja!" Kata Sarang kemudian.
Paman pun mengangguk dan menutup pintu mobil ketika dia sudah naik."Bukankah menyenangkan karena akhirnya Anda diperbolehkan keluar rumah, Nona?" Kata paman ketika mobil sudah berjalan keluar dari halaman.
"Ya, lumayan." Jawab Sarang.
Benar juga. Sudah beberapa Minggu ini dia terus berada di rumah. Hanya belajar dan belajar. Hanya itu yang dia lakukan sepanjang hari.
Sebenarnya belajar sepanjang hari bukan hal baru baginya. Dulu sekali Sarang juga belajar mati-matian untuk ujian masuk universitas. Dan juga mati-matian untuk ujian CPNS. Sayang sekali dia hanya lolos yang pertama.
Akhirnya Sarang tiba lebih dulu di restoran yang telah pesan oleh ayahnya. Tidak. Mungkin disewa seluruhnya. Tidak ada satupun pelanggan selain mereka. Semua kursi kosong dan semua pelayan berdiri merapat ke dinding seakan tidak ada hal lain yang bisa mereka kerjakan selain itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Happy Ending Buat Bias Ku
Fiksi PenggemarBaekjin Na, tokoh antagonis utama di webtoon kesukaan Sarang, berakhir meninggal karena kecelakaan. Sosoknya yang over power dan tidak terkalahkan bahkan oleh pemeran utama cerita, membuat semua pembaca kecewa dengan ending cerita aslinya. Jadi, Sar...