23. The Mission•

996 124 23
                                    

"I wanna tell you something."

Sophia menghentikan gerakan tangannya yang tadinya sedang sibuk mengorak-orek soal Fisika.

Sebenarnya Sophia benci diganggu saat ia sedang fokus. Sangat benci.

Tapi berhubung yang mengganggunya adalah Sadewa--yang merupakan Guru Pembimbing Olimpiade Fisika pilihan Kepala Sekolah-- akhirnya Sophia berusaha keras untuk tidak terlihat emosi.

Kepala Sekolah itu Pamannya. Bisa gawat kalau Sadewa ngadu yang aneh-aneh tentang Sophia.

Sophia akhirnya hanya menatap Sadewa, menunggu kelanjutan dari guru itu. Gadis itu cuma takut kalau dia kebanyakan ngomong, mood nya makin buruk.

Apalagi dengan kondisi yang sangat tidak mendukung ini. Siang terik, AC Perpustakaan mati, memandang banyaknya angka-angka memualkan, belum lagi perut Sophia yang keroncongan.

Jadi jangan salahkan Sophia karena terkesan malas menanggapi, guys.

"Sebenarnya saya tidak benar-benar menjadi guru disini."

Terus apa? Presiden? Sophia membatin.

"Tapi kalau dipikir pakai logika pun, kamu bisa percaya tidak kalau saya itu pure guru disini?"

Sophia menggeleng. Walau ia menanggapinya dengan ogah-ogahan pun, jawabannya tersebut jujur.

Memang sangat mustahil bukan seorang Profesor malah milih jadi guru SMA? Ya walau gajih ngajar disana bisa buat beli Ducati, tapi tetep aja nggak masuk akal bagi Sophia.

Tapi, ada satu hal yang lebih nggak masuk akal menurut dia....

"I more confused about Pak Sultan honestly. Nugroho itu salah satu keluarga terkaya di Indonesia sepanjang sejarah, perusahaan dimana-mana, ngapain harus cape cape kerja sampingan jadi direktur dibanding investasi?"

Sadewa menjentikkan jarinya.
"That's right."

Sadewa pun menyandarkan punggungnya pada kursi yang tersedia disana.

"Sultan pun begitu. Saya--maksudnya kita, sama. Sultan pun seharunya nggak jadi direktur dan jadi bos muda, saya seharusnya nggak jadi guru dan jadi pemilik museum teknologi masa lampau di Italy."

Sophia mengernyit, "Saya nggak paham."

Sadewa terkekeh pelan, "Sudah saya duga kamu tidak akan paham."

"Karena... Semuanya memang serumit itu."

Kemudian ia berdiri, "Lanjutkan saja belajarnya."

Dengan sigap Sophia segera mencengkal pergelangan tangan Sadewa, cukup membuat Guru Muda itu terkesiab karena ini pertama kalinya Sophia memulai physical touch.

"Saya tidak bisa melanjutkan belajar karena anda sudah terlanjur membuat saya penasaran."

"Lupakan. Kamu juga tidak terlalu penting untuk mengetahuinya."

Seketika itu juga, Sophia dengan reflek melepaskan cengkramannya.

Sadewa dapat melihat perubahan wajah Sophia--ekspresi wajah yang baru pertama kali ditunjukkan oleh gadis itu selain datar.

"Artinya, anda juga tidak penting saat tadi mengatakannya."

"Anda membuang-buang waktu saya."

Fine.

Sadewa mengalah.

Ia kembali mengambil posisi duduk di sebelah Sophia.

"Saya dan Sultan kesini untuk tujuan misi."

CircleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang