"Tapi serius kamu baik-baik aja, Fei? Aku udah punya feeling nggak enak setelah kamu ngebatalin fansign. Apa yang sebenarnya terjadi?"
Dapat Frey lihat gurat khawatir dari raut wajah Jeftin saat menanyakan hal itu pada Frey.
Frey hanya menoleh sebentar, kemudian melanjutkan aktivitas menulisnya,
"Itu cuma bentuk rasa hormat aku sama Kak Magus. Nggak ada yang lain."
Jeftin menghela nafasnya, "Huft, beneran kan? Kamu nya sendiri nggak apa-apa, kan?"
Frey menggeleng tanpa menoleh.
"Aku lagi belajar. Kamu bisa nggak pergi dulu?"
Jeftin merasa ada gelenyar aneh dalam dirinya, saat untuk pertama kalinya Frey mengusir ia dengan halus.
Tak punya pilihan lain, Jeftin pun mengangguk.
"Kamu semangat belajarnya. Nanti kalo--
"Aku pulang sendiri." Frey memotong dengan cepat.
"Sa--
"Dijemput Papa."
Jeftin mengerjap, "O-oke, hati-hati."
Sudah tiba di ambang pintu, Jeftin kembali berbicara, "Besok aku ada tanding dan latihan buat pelantikan OCIS yang baru. Aku harap kamu bisa dateng."
Frey menoleh, kemudian tersenyum manis, "Aku usahain dateng."
Jeftin membalas senyuman itu, kemudian benar-benar melenggang pergi dari Perpustakaan sekolah, tempat Frey sore ini belajar.
Saat sudah sampai diluar, Jeftin berjengit kaget saat melihat Marhen tiba-tiba muncul di hadapannya.
"Buset tumben banget lo ke perpus? Dapet hidayah darimana?" Ujar Marhen.
Jeftin menggeleng, "Tadi nemenin Frey."
"Lah? Terus sekarang kok ditinggal?" Tanya Marhen.
Jeftin mulai berjalan, dan Marhen mengikuti.
"Dia nyuruh gue duluan."
"Tumben banget dia kayak gitu, biasanya juga minta ditemenin." Lanjut Jeftin.
"Ya lo nya ganggu kali?" Tebak Marhen.
Pertanyaan singkat dari Marhen membuat Jeftin tersadar. Apa benar tadi ia sempat mengganggu? Tadi sempet nanya nanya dikit sih....
Setelah sampai di parkiran, Marhen kembali bertanya.
"Lo selama ini beneran nganggep Frey cuma sahabat aja?"
"Terus gue harus nganggep Frey apa? Mama?"
Marhen greget sendiri jadinya.
"Maksudnya tuh, lo beneran nganggep dia cuma sahabat aja? Nggak ada perasaan lebih gitu?"
Jeftin menggaruk leher belakangnya, "Gue sayang sama Frey karena dia sahabat yang baik."
"Kalo gue misalkan nanya nih, lo bisa nggak menjalani hari-hari lo tanpa Frey?"
"NGGAK!" Jeftin dengan cepat menjawab.
"Kenapa hayo?"
"Karena gue sama dia udah bareng dari TK. Kita tumbuh tuh bareng-bareng, Frey nggak cuma ada pas gue seneng, setiap saat gue ngerasa sedih--dia selalu ada. Dia salah satu orang yang paling mengenal gue, yang selalu nerima gue, yang selalu ngebuat gue ngerasa nyaman."
Marhen mengerjap.
"Terus kalo seumpama lo punya pacar? Lo mau kemanain Frey?"
"Nggak gue kemana-kemanain lah! Lo kira Frey barang hah?!" Jeftin malah nge-gas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Circle
Teen FictionFOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA! Untuk kaum pelajar yang bersekolah di SMA/SMK dan sejenisnya pasti sudah tidak asing dengan 'pembagian circle' pada tiap daerah sekolah mereka. Umumnya, circle-circle paling mendominasi dan cenderung ada di tiap sekola...