"Jadi, kamu salah satu saksi dari aksi pembullyan kemarin?"
Katakanlah bahwa Sophia tidak setia kawan. Sebelumnya geng CEBU sudah berjanji untuk membiarkan seolah-olah kasus bully minggu lalu tidak ada, dan membiarkan pelaku menyerahkan dirinya sendiri, bukan?
Tapi, dari lubuk hati Sophia yang paling dalam, ia merasa sangat tidak tenang jika harus menutup mata pada kasus penting seperti ini.
Sophia hanya takut jika sang pelaku membuat pernyataan yang tidak-tidak hanya karena pelapor kemarin anonim.
Gadis itu lantas merasa apa bedanya ia dengan sang pelaku kalau sampai hal tersebut terjadi?
Sophia menghela nafas pelan, mengucap ribuan maaf dalam hati untuk teman-temannya.
"Iya, saya merupakan salah satu saksi mata dari pembullyan minggu kemarin."
"Ah, what the fuck is she doing?!" Selina menggeram frustasi.
Sidang terkait kasus pembullyan yang dialami oleh salah satu siswi CIS diadakan sore ini di Aula indoor. Karena bagaimanapun, kasus tersebut tergolong kasus yang sangat berat, dan keluarga korban bersikeras untuk mengadakan sidang.
Pengakuan tiba-tiba dari Sophia membuat ramai muncul desas desus dari seluruh penjuru aula.
Walaupun Geng CEBU saat ini duduk terpisah-pisah, sesuai kelas serta nomor absen, mereka juga pasti sama terkejutnya dengan Selina. Masalahnya kalau Sophia mau ngaku itu boleh-boleh aja, tapi kenapa harus ngambil tindakan sendiri, sih?!?!
"Katakan apa saja yang kamu lihat kemarin. Dengan jujur."
Sophia menghela nafas, ia menatap sekeliling. Ada Sultan sebagai direktur sekolah, ada deretan para guru--ada Sadewa, ada orang tua pelaku yang sialnya adalah WAKASIS CIS, ada orang tua dari korban, bahkan ada orang tua dari Jo dan juga Frey.
Berusaha menguasai diri, Sophia naik ke podium sebagai saksi, dan mulai berbicara di hadapan stand mic.
"Saya melihat bahwa pada saat kejadian, korban dalam keadaan--maaf, setengah telanjang. Korban terluka di sekujur tubuh, sementara pelaku dengan tampang tidak bersalah berdiri angkuh memegang balok kayu."
"Apapun yang terjadi, berapapun uang kompensasinya, anak siapapun dia, pelaku harus tetap mendapat hukuman yang setimpal. Hukuman setimpal seperti apa yang sudah dirasakan oleh korban, hukuman yang mampu menyiksa baik fisik maupun mental dari sang pelaku, hukum--
Brak!
"Pandai sekali kamu berbicara, Sophia."
Sial,
Athena dapat melihat Sophia mencengkram erat stand mic saat WAKASIS--orang tua dari pelaku menggebrak meja dan memotong ucapannya.
"Atas dasar apa kamu berhak ikut serta dalam menghakimi anak saya? Mentang-mentang kamu murid tercerdas di sekolah ini? Mentang-mentang kamu anak organisasi keamanan? Mentang-mentang kamu saksi?"
Sophia mengernyit, "Atas dasar apa anda bilang? Tentu saja atas dasar perilaku bejat yang anak anda perbuat, yang sialnya saya saksikan secara langsung!"
"Ada bukti dalam bentuk visual? Bisa saja kamu melebih-lebihkan, bukan?"
"Saya melihatnya dengan mata kepala saya sendiri!!" Hardik Sophia, ia mulai terpancing emosi.
"Saya tidak akan percaya jika tidak ada bukti primer. Tolong silahkan tunjukkan pada kami semua jika anda punya."
Sophia terdiam, ia memandangi dengan penuh benci pria tua di seberangnya tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Circle
Teen FictionFOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA! Untuk kaum pelajar yang bersekolah di SMA/SMK dan sejenisnya pasti sudah tidak asing dengan 'pembagian circle' pada tiap daerah sekolah mereka. Umumnya, circle-circle paling mendominasi dan cenderung ada di tiap sekola...