"Fei aku mohon, jangan ikut campur lagi ya? Aku nggak mau kamu kenapa-kenapa, cukup para pejabat gelap itu aja yang ngincar kamu, kamu jangan sampe biarin keluarga siswa itu juga."
Frey seolah menulikan pendengarannya saat Jeftin terus mengejarnya dengan beribu nasehat di koridor utama sekolah sore ini.
"Fei dengerin aku ya? Perilaku kamu tadi nggak baik banget, Fei. Walau dia salah, kamu juga salah karena nggak sopan. Aku nasehatin kamu supaya nanti kamu bisa jernihin pikiran waktu diajak ngomong sama orang tua kamu."
"Mulai sekarang kamu nggak usah ikut campur lagi masalah-masalah kayak tadi ya? Udah mau pergantian semester juga, kamu harus jaga nilai sikap kamu. Kamu mau nyari harvard kan? Kal--
Frey spontan menghentikan langkahnya, kemudian berbalik kasar ke arah Jeftin, "Aku nggak nyangka kamu ternyata pengecut ya, Jef."
Frey menatap jengah, "Itu yang kamu harapkan dari aku? Aku yang bersikap kayak monster? Aku yang menutup mata akan penderitaan orang lain? Itu yang kamu dan bahkan semua orang harapkan?"
Jeftin terlihat kesusahan memilih kata-kata, "Bukan gitu maksud aku Fei, aku cuma nggak mau kamu kenapa-kenapa kedepannya."
"And then believe me. Percaya kalo aku bisa melawan semua itu, percaya kalo aku yang jujur itu nggak akan membawa mala petaka untuk diri aku sendiri!" Sahut Frey.
"How could i?" Tanya Jeftin pelan, membuat emosi Frey memuncak.
"You doubt me? Kenapa sih kamu harus sama kayak mereka Jef? Kenapa kamu ikut menghakimi aku? Kenapa kamu ikut menyudutkan aku? Kenapa kamu ikut meragukan aku? KENAPA KAMU HARUS NYALAHIN AKU DISAAT AKU NGGAK SALAH!"
Jeftin sontak memeluk Frey erat, walau Frey memberontak dengan keras. "Kayaknya kamu salah paham, bukan itu maksud aku Fei. Aku cuma khawatir sama kamu, maaf kalo pemilihan kata-kata aku tadi berlebihan."
"LEPAS!"
"Fei, aku mau kamu tenangin diri dulu."
"AKU BILANG LEPAS! KAMU YANG KAYAK GINI MAKIN NGEBUAT AKU NGGAK TENANG, JEF!"
"Lepas... Aku mohon." Frey kembali berucap dengan lirih. Dan mau tak mau, Jeftin pun akhirnya melepaskan pelukan mereka.
"Aku cape banget, dan aku semakin cape sama sikap kamu."
Jeftin mengernyit heran, "Bilang sama aku dimana letak kesalahan aku sampe bikin kamu cape."
"Letak kesalahan kamu banyak. Perhatian, kasih sayang, semua yang kamu kasi ke aku itu salah Jeftin."
"Aku mohon jauhin aku mulai sekarang. Jangan pernah ikut campur, jangan pernah temuin aku lagi, menghilang aja dari kehidupan aku Jef.. Bisa nggak?" Tanya Frey lirih, pandangannya sekarang mulai berkaca-kaca.
Jeftin kemudian menggenggam tangan Frey, "Tapi kenapa tiba-tiba Fei?"
Frey menatap miris genggaman hangat tangan Jeftin, "Because we can't be friends. We can't be friends, Jef."
Jeftin menggeleng tidak mengerti, "Kenap--
"KARENA APA YANG KAMU KASI KE AKU SELAMA INI UDAH DILUAR BATAS PERTEMANAN, JEF! Kamu sendiri yang perlahan mulai mengikis dan memutuskan untuk keluar dari zona pertemanan itu, tapi sampe saat ini kamu mengira kamu masih tetap ada disana."
"Kamu nggak akan bisa ngerti betapa berharganya kamu buat aku, Jef. Ayo tampar aku sekarang juga, ayo caci maki aku, ayo teriakin aku, ayo bilang aku egois, karena---karena aku--karena aku---
Frey tidak bisa melanjutkan kalimatnya lantaran sudah banjir air mata, ia terlihat kesusahan untuk sekedar berbicara. Sementara pandangan Jeftin kian sayu, tidak menyangka ia bisa melihat sisi yang sangat hancur dari sahabatnya tersebut, karena saat ia pernah dihujat atau bahkan diculik pun Frey tidak pernah menampilkan emosi berlebihan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Circle
Teen FictionFOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA! Untuk kaum pelajar yang bersekolah di SMA/SMK dan sejenisnya pasti sudah tidak asing dengan 'pembagian circle' pada tiap daerah sekolah mereka. Umumnya, circle-circle paling mendominasi dan cenderung ada di tiap sekola...