Wanda dan Sophia malam ini sudah berencana untuk datang ke studio musik tempat Wanda belajar.
Well, sebenarnya Sophia gabut, dia juga bilang pengen nemenin sekalian belajar main drum lagi.
Wanda udah jalan duluan ke studio, sementara Sophia sedang naik lift untuk sampai di ruang privat Wanda. Ia lambat dengan alasan pengen makan bakso.
Tapi kayaknya Dewi Keberuntungan sama sekali nggak ada di pihak Sophia malam hari ini.
Ketika baru saja keluar lift dan sampai di lantai 8, ia harus bertemu dengan guru muda yang saat ini resmi dinobatkan sebagai guru paling diincar dan guru paling populer di CIS.
"Kamu tidak menyapa?"
Sophia memutar bola mata jengah saat Sadewa bersuara.
Sophia membalikkan badannya, yang tadi memang melewati badan Sadewa dengan ekspresi ogah-ogahan.
"Ini diluar sekolah. Kita nggak kenal." Sophia menjawab.
Sadewa tertawa singkat mendengar jawaban Sophia. Ia mengambil langkah dan sekarang sudah berada di hadapan Sophia.
"Harusnya kamu tahu bahwa kejeniusan itu tidak akan berarti apa-apa, kalau kamu tidak punya attitude. Benar kan, peraih ranking 2 Paralel?" Sadewa menaikkan alisnya.
Sophia reflek berdecih, "Nggak usah bawa-bawa ranking."
Sadewa kemudian menukik, "Kenapa harus tidak usah? Salah satu anak murid terpintar di sekolah saya berpapasan dengan saya yang notabene nya adalah seorang guru, dan anak murid itu mengacuhkan saya. Jelas saya harus mempertanyakan dimana letak sopan santunnya."
Sophia terlihat mulai emosi, "Pertama, ini bukan di sekolah. Jadi jangan gunakan status guru dan anak murid. Kedua, ini bukan jam pelajaran. Jadi jangan memberi saya celotehan dan nasehat yang tidak jelas."
Sophia baru akan melenggang pergi sebelum pergelangan tangannya dicekal erat oleh Sadewa.
"Lalu? Menurut kamu saat sudah diluar sekolah status kita berubah?"
Sophia mengangguk, "Iya. Anggap saja kita adalah 2 orang asing, dan lepaskan saya."
"Lalu bagaimana dengan kamu dan ayahmu? Saat dirumah status kalian adalah ayah dan anak. Setelah diluar rumah, apakah kalian akan menjadi orang asing?"
"Bedaa konteks, Pak."
"Apa perbedaannya? Coba jelaskan." Sadewa semakin mengencangkan cengkramannya pada pergelangan tangan Sophia sebelum gadis tersebut kabur. Ia ingin tau bagaimana jalan pikir muridnya ini.
Dengan nafas berat, akhirnya Sophia menjelaskan. Untung saja tadi dia sudah sempat makan bakso, jadinya emosinya bisa ternetralisir sedikit.
"Saya dan ayah saya itu punya ikatan. Ikatan kuat yang disebut sebagai 'ikatan antara ayah dan anak', yang sangat tidak memungkinkan untuk membuat kami di cap sebagai orang asing, dimanapun dan kapanpun. Kami pu--
"Kamu kira kita tidak punya?" Sophia mengerjap mendengar pertanyaan dengan nada rendah tersebut.
"Kamu kira kita tidak punya ikatan?" Sadewa mengulang. Dia tau Sophia lagi nge-bug.
"Me-memang tidak punya."
"Kita punya ikatan, Sophia."
Sadewa mengambil langkah mundur, membuat Sophia juga reflek mundur.
Sophia merasa detak jantungnya berpacu 5 kali lebih cepat saat ia sudah menabrak dinding.
Sial, Sadewa semakin merapatkan tubuh mereka berdua, bahkan Sophia pun bisa merasakan hembusan nafas mint dari gurunya tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Circle
Teen FictionFOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA! Untuk kaum pelajar yang bersekolah di SMA/SMK dan sejenisnya pasti sudah tidak asing dengan 'pembagian circle' pada tiap daerah sekolah mereka. Umumnya, circle-circle paling mendominasi dan cenderung ada di tiap sekola...