Break

4.2K 438 48
                                    

Hari ke tiga...

Hari ke empat...

Hari ke lima....

Aku mulai putus asa. Aku berbaring dengan mata yang terasa pedas. Aku yang nangis berhari-hari, tertidur dan berkelana di jalanan mencari una. Aku tidak masuk kerja, tidak memperdulikan telpon clara ataupun papa, aku juga tak perduli lagi apa yang akan mereka lakukan. Aku hanya ingin bertemu una.

Satu pesan masuk dari shani

Aku di bawah, keluar dari kamarmu!, turun temui aku jika kamu ingin melihat una

Aku terperanjat. Kekuatanku mendadak terkumpul, aku buru-buru turun walau jalan dengan terhuyung bahkan hampir jatuh.

"Wow, ternyata kamu bisa menemuiku dengan cepat" ujar shani menepuk tangannya, aku terdiam sedikit kikuk. Biasanya aku selalu malas bertemu dengannya walau banya berpapasan tanpa sengaja.

"Kamu tahu dimana una?" Tanyaku

"Aku butuh tanda tangan kamu untuk menyetujui toko yang pernah aku bahas ke kamu, aku butuh cepat untuk butik ku" Shani menyodorkan map berisi lembaran peralihan kepemilikan toko.

"Kamu butuh una kan?" Ucap shani

"Jangan main - main denganku" ujarku menatapnya tajam, aku memperingati shani agar ia tak bercanda. Aku tak akan menandatangani berkas ini jika niatnya membohongiku.

"Aku gak berniat main-main denganmu. Informasi ini cuma aku yang tahu" Shani menggoyangkan hp ditangannya. Aku pun menandatangani berkas itu.

"Barter" celetuk shani memberikan hpnya padaku dan ia menerima berkasnya dariku.

Aku melihat layar hp shani yang menampilkan foto una, aku menggeser slide per slide.

"Dia bekerja di toko temanku, aku gak sengaja bertemu dia disana. Aku belum tahu dimana tempat tinggalnya. Tapi kamu bisa cari sendiri setelah ini"

Aku segera beranjak sembari menyerahkan kembali hp shani

"Kirimkan ke aku foto itu dan alamat toko teman kamu. Sekarang!!" Jawabku lalu berbalik.

"Tapi jangan menemuinya!!"

"Jangan menemuinya?, kamu pikir aku tanda tangani berkas itu hanya untuk melihat fotonya?"

"Ya, kamu cukup melihat fotonya"

"Apa maksudmu?, sudah jelas aku katakan jangan main-main denganku!" Ucapku kembali mendekati shani.

"Itu permintaan una padaku"

"Apa?"

"Dia minta tolong padaku, untuk tidak memberi tahumu keberadaannya"

"Kenapa?, kenapa aku gak boleh tau?"

"Aku gak tahu, dia sangat kacau sela. Aku pikir kamu harus menghargai keputusannya. Kamu bisa melihatnya dari jauh"

"Bagaimana aku bisa melihatnya dari jauh?, kamu mau aku menahan diriku?"

"Aku cuma memperingatimu!, itu yang una mau. Kalau kamu benar cinta dan peduli dengannya, kamu akan lakuin itu!, pasti ada alasan dia memutuskan pergi dan tak mau menemuimu"

Aku mematung lalu terduduk lemas. Kenapa una tidak mau menemuiku. Apa ia membenciku?

Aku menatap foto una yang baru saja shani kirim padaku, ia bekerja di toko yang jauh dari kota. Aku merindukannya, tapi aku tak bisa menemuinya. Ini salahku, aku yang membuat una kembali hidup sulit dari sebelumnya.

Bersama tedy, aku mencari toko ini. Jalanan sekitar toko sepi, namun toko selalu saja ada pengunjung. Aku berdiam diri dalam mobil, memperhatikan toko dari jauh dengan jendela mobil tertutup rapat. Setelah beberapa saat menunggu, aku melihat una. Ia keluar dengan membawa bungkusan hitam dan membuangnya ke tong sampaj depan toko. Una tak langsung masuk, ia bersender di dinding toko, menengadahkan kepalanya menatap langit, lalu ia menunduk dalam sembari menendang-nendang kakinya.

Yes, She is my GirlfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang