LALUNA
Sela tampak tertekan akhir-akhir ini, dia banyak termenung, tak seceria biasanya. Sesekali aku juga melihatnya menangis saat sendirian. Aku sedih dan merasa bersalah melihat perubahan sela. Aku tahu keberadaanku sama sekali tak membantu meringankan beban sela. Saham perusahaan semakin menurun, tingkat kepercayaan orang padanya juga menurun, sela mulai tak percaya diri dengan apa yang ia lakukan.
Hari itu adalah hari keputusan yang teramat berat bagiku. Aku yang tinggal bersama sela, tak tahu bahwa ibuku masuk rumah sakit karena dianiaya ayahku. Tak ada yang memberi tahuku, selain papa sela. Ia tiba-tiba datang menemuiku di rumah sela, aku yang tanpa persiapan pun hanya bisa pasrah apa adanya menemui papa sela di bawah.
"Bagaimana rasanya tinggal di rumah sebesar ini?, padahal ibu dan adik kamu cuma tinggal di rumah sepetak" ini adalah uangkapan pertama papa sela yang membuatku langsung tersudut.
"Kamu tahu kan saya tidak menyukai hubungan kalian?" Tanyanya lagi, aku mengangguk pelan.
"Kamu sadar gak kalau kamu itu seperti benalu?, bagaimana kalau tanpa sela, sudah pasti kamu dan kekuargamu hidup terseok" lanjut papa sela, aku menelan air ludahku. Perkataan papa sela hanya punya satu tujan, yaitu menyudutkanku.
"Kamu juga jadi penghalang buat anak saya, harusnya dengan clara sela bisa menjadi lebih lagi dari sekarang, jangkauan bisnisnya makin luas. Tapi kamu menghambat segalanya"
"Saya tidak bermaksud menjadi benalu dan penghalang untuk sela pak"
"Lalu?, kamu mau bilang ini cinta?" Desaknya, aku terdiam meremas tanganku yang mulai berkeringat.
"Omong kosong karena cinta, melihat keadaanmu saja gak akan ada yang percaya kalau alasannya cinta"
"Apa sebenarnya yang mau bapak katakan ke saya?" Tanyaku mulai risih dengan omongan papa sela. Ia melemparkan lembaran foto di atas meja, aku terbelalak melihat foto-foto ini. Foto ayah dengan wajah babak belurnya, foto ibu dan tiva yang nangis berpelukan, dan foto ibu dengan wajah yang lebam dan terluka.
"Ibu kamu sudah di RS, ayah kamu sudah diamankan"
"Kenapa bapak bisa punya foto ini?, bapak ada di tempat?"
"Ya, saya ada disana sejak belum terjadi apa-apa"
"Apa?, artinya bapak diam saja melihat ayah pukulin ibu saya?"
"Itu masalah keluarga, bukan urusan saya"
Tanganku mengepal meremas foto ini. Rasa bencinya padaku membuat ia tak memiliki hati nurani kepada orang lain, terutama ibuku. Ia dan orang-orangnya tega hanya diam melihat ayahku yang jahat memukuli ibuku yang lemah.
"Kalau kamu sayang keluargamu, saya bisa membuat orang yang kamu panggil ayah itu di penjara dan tak akan ganggu kalian" ujarnya, aku tertarik dengan ucapannya ini.
"Syaratnya kamu harus pergi jauh dari sela" lanjutnya, aku menunduk lemas. Sudah jelas tujuan papa sela adalah menyingkirkanku dari sela. Papa sela meletakkan sebuah amplop coklat.
"Itu uang, bisa kamu gunakan untuk pergi" ujarnya, aku memberanikan diri menatap papa sela.
"Aku punya cukup uang untuk pergi"
"Kamu yakin?, uang itu juga bisa kamu pakai untuk keperluan kalian sekeluarga selama beberapa bulan"
"Saya masih punya kaki dan tangan untuk bekerja!" Balasku, aku tak terima karena papa sela semakin menginjakku dengan kekayaannya. Papa sela tersenyum remeh, ia berdiri merapikan jasnya.
"Kalau begitu, begini kesepakatannya. Kamu pergi jauh dari sela, maka kamu sekeluarga aman. Jika kamu memilih tetap tinggal, maka kamu sekeluarga akan mendapatkan lebih dari ini"
KAMU SEDANG MEMBACA
Yes, She is my Girlfriend
RomanceLaluna adalah wanita sederhana yang hidup serba susah, bertemu dengan seorang wanita kaya raya. Mereka terlibat dengan perjanjian yang tidak masuk akal, namun mereka perlahan menikmati perjanjian itu.