Agreement

8.9K 800 22
                                    

Sepulang kerja malam ini, aku membereskan kamarku. Selang beberapa hari dari obrolan seriusku dengan ibu, rumah ini mendapat surat dari bank. Ternyata rumah ini akan disita, aku yang sudah tahu akan jadi seperti ini pun tak bisa berkata apapun. Menangis pun tak akan mengembalikan keadaan. Lagi pula rumah ini dibeli atas nama pria itu. Seyogyanya kami bertiga hanya menunpang di rumah ini.

Ibu sudah membereskan sebagian barangku. Malam ini aku lanjut membereskan yang dikerjakan ibu. Aku merapikan barang-barang kecil yang sengaja dikumpulin ibu, aku memilah barang yang akan dibuang, dan.. Aku menemukan kartu nama dua huruf bertuliskan emas, aku mengingat ucapan pria yang memberi kartu ini. Tanpa pikir panjang aku menelpon nomor tersebut.

Selamat malam, dikarenakan anda menelpon ditengah malam, anda diminta datang langsung ke alamat......

Operator di telpon itu mengulang alamat yang akan aku tuju, aku segera menulis alamat itu dan telpon pun mati.

*****
Hari ini aku tidak pergi bekerja, melainkan akan ke alamat yang akan membantu permasalahanku. Aku memakai pakaian terbaikku, aku bolak balik di depan kaca, pakaian ini sudah beberapa kali aku pakai di hari-hari penting, pakaian semiformal terbaik yang aku punya.

"Kamu mau kemana nak?" Tanya ibu memperhatikanku dengan seksama.

"Ada urusan penting bu" jawabku mencomot beberapa potong roti dari piring tiva.

"Tiva hari ini pergi bareng ibu ya, bye" ucapku buru-buru pergi. Aku harus pergi lebih pagi karena akan menaiki kereta, pagi-pagi seperti ini adalah jam sibuknya para pekerja kantoran. Aku sudah melihat dengan jelas alamat yang aku catat, alamat ini sama persis dengan alamat kantor tempatku interview.

Aku sampai ke kantor tepat waktu. Aku naik ke lantai teratas di bantu oleh seorang security. Aku menunjukkan kartu nama itu padanya, ia seperti sudah mengerti dan mmebawaku menaiki lift. Lift terus berjalan melewati angka-angka yang tertera di dinding hingga sampai di lantai teratas, aku berterima kasih padanya dan kekuar lift.

Lantai ini sunyi, suara sepatuku bahkan terdengar jelas. Aku melangkah lebih pelan menelusuri lorong dan bertemu ruangan besar, disana ada jejeran sofa dan meja. seorang wanita berdiri di balik meja besar menyambutku dengan senyuman.

"Selamat pagi" sapaku padanya

"Selamat pagi"

"Saya diminta menunjukkan ini" ucapku memberinya kartu nama bertuliskan ukiran emas itu. Wanita itu mengangguk dan keluar dari balik meja.

"Silahkan duduk sebentar!" Ucapnya, aku pun duduk. Wanita itu pergi masuk ke satu-satunya pintu disana. Tak lama ia kembali dan memintaku masuk. Aku ragu masuk ke ruangan itu, karena aku hanya sendiri tanpa ditemani wanita itu.

Mataku membesar memihat ruangan ini. Ruangan ini seperti rumah mewah, sofa-sofa saling berhadapan dengan meja panjang di tengah, di atasnya lampu hias besar menambah kesan mewah ruangan ini. Langkahku terhenti setelah melewati sofa. Di depanku meja besar melingkar bertuliskan Direktur, kursi hitam yang membelakangiku perlahan berputar.

Napasku tertahan sejenak. Wanita berkelas memakai setelan blazer warna putih duduk menyilangkan kedua tangannya di depan dada. Ia menatapku dengan lekat. Aku masih terpaku tak percaya melihat siapa yang duduk di depanku saat ini.

Wanita yang beberapa hari ini juga menganggu pikiranku berjalan santai menghampiriku. Ia berjalan melewatiku dan duduk di sofa.

"Mau berdiri terus?" Tanyanya, aku pun berbalik dan duduk di depannya.

Baru saja aku duduk, pintu terbuka. Wanita di depan tadi masuk membawa nampan berisi dua minuman dan cemilan. Wanita itu tersenyum padaku sebelum pergi.

Yes, She is my GirlfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang