Tujuh

635 12 1
                                    

Beberapa bulan berlalu dan keadaan sama seperti hari hari sebelumnya di mana Arista mendapatkan perlakuan yang jauh berbeda dengan Luna.

"Sayang... hari ini waktu nya aku periksa ke dokter kandungan, temenin yuk"

"Iya sebentar lagi ya"

Arista sedang menemani Bumi bermain di depan televisi, Ia sedih melihat bagaimana nasib anaknya ini di masa depan mengingat Naka yang seperti itu.

"Hahaha dedek nya nendang sayang" tawa mereka menurunu tangga dengan di gandeng Naka di sebelahnya.

Usia kandungan Luna sudah berjalan delapan bulan, namun Naka belum menikahi Luna, ia berjanji akan menikhainya setelah selesai lahiran.

"Halo dedek, jangan susahin mama ya di dalam sana"

Arista yang mendengarnya hanya memejamkan mata seakan tak mendengar apa apa, tapi di hatinya ia merasakan sakit yang tak terhingga rasanya.

"Papa mau temana?" kata Bumi dan berlari ke arah Naka, dan menempel ke kaki Naka.

"Bukan urusan lo" ucap Naka kasar dan sedikit menendang tubuh kecil Bumi hingga ia tersungkur di lantai dan menangis keras.

Arista terkejut ia segera menghampiri Bumi lalu menggendong nya "Mas inget dia darah daging kamu, jangan seenaknya aja" kata Arista marah.

"Banyak omong lo, ayo sayang" katanya dan merangkul pinggang Luna.

"Yatuhan.... sakit sekali rasanya" katanya dan menimang nimang Bumi yang tak berhenti menangis.

"Sayang Bumi udah dong nangis nya"

"Ayah bunda, Rista harus bagaimana"
-
-
-
"Ris siapin makan malem"

Tanpa banyak omong Arista segera menuju dapur untuk membuat makan malam untuk Naka dan Luna.

Lima belas menit kemudian makanan telah siap, Arista mendudukkan Bumi di kursi khusus bayi, dan ia menarik sebelah kursi untuk duduk namun langkahnya terhenti ketika mendengar ucapan Naka.

"Ngapain ikut duduk?"

Arista diam membeku.

"Makan nanti sisa kita" katanya dengan tajam.

Lagi lagi hati nya tergores oleh benda tajam, ia mengangkat Bumi dan berlalu menuju kamar tamu yang tak jauh dari meja makan.

"Nda Umi lapal" rengeknya.

"Sabar ya sayang nanti kita makan selesai papa" katanya dengan menahan isak tangis nya.

"Tenapa tida belsama mamam nya"

Arista memeluk Bumi dan menumpahkan air mata nya "Kamu yang kuat ya nak hiks"

"Nda tenapa ngis hiks" katanya dan ikut menangis.

"Eh bunda ga nangis lihat nih bunda senyum" ucapnya dengan tersenyum.
-
-
-
Arista keluar karena Bumi sudah meronta ronta ingin makan.

Melihat kearah meja makan yang sudah tak ada orang, Arista melihat hanya ada sedikit saja, ia menjadikan satu di piring
lalu menyatapnya dan sesekali ia juga menyuapi Bumi.

Tengah asik makan, tiba tiba Luna duduk di sebelah kursi nya.

"Makan yang banyak mba" katanya sambil terkekeh.

Namun Arista tak menghiraukan ia fokus pada anaknya.

"Kasian sekali kamu Bumi, maaf ya papa kamu aku ambil kembali haha"

Lagi lagi Arista hanya diam.

"Yagimana ya emang dari awal papa mu itu punya aku, eh ada orang seenak jidat nya ngambil"

Satu hati dua wanita [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang