❐⛓34. Karma (1)

222 58 1
                                    

Tangan Jayden dan Stefan terjulur ke depan Sena. Namun, Sena tak menggenggam kedua telapak tangan itu. Dia malah berjalan ke depan Stefan, kemudian menyentuh pipi Stefan dengan salah satu tangannya. Tanpa banyak bicara, Sena mengeluarkan sihirnya untuk mengobati luka-luka yang ada di wajah Stefan.

Stefan tersenyum tipis, dia berharap Sena ingin mengurungkan niatnya untuk memberontak. Namun, alih-alih menerima tawaran Stefan, Sena malah berkata, "Aku sudah mengobatimu, sekarang tolong jangan ganggu aku."

Sena memalingkan wajahnya ke arah lain, meskipun hatinya terenyut sakit. Dia melangkah ke arah Jayden, tetapi tangan Stefan sudah lebih dulu menahan pergelangan tangannya. Stefan bertanya, "Kau yakin akan memilih jalan itu?"

"Sangat yakin," balas Sena.

"Apa kau tak memiliki perasaan tersisa untukku sedikit saja?" tanya Stefan.

Sena mendongakkan wajahnya ke atas langit. Dia tak membiarkan setetes air mata jatuh ke pipinya. Setelah itu, Sena berkata, "Aku bukan Sena, yang menuruti keinginan pujaan hatinya tanpa memikirkan dirinya dan orang-orang di sekelilingnya. Meskipun perasaanku masih tersisa untukmu, tapi kau tak bisa membujukku lagi."

"Meskipun kau tahu jika aku benar-benar mencintaimu, dan tak mau kehilanganmu?" tanya Stefan.

Sena terdiam. Sebelah sudut bibirnya tiba-tiba terangkat ke atas. Dia berbalik ke belakang, lalu balik bertanya, "Mencintai? Mencintai siapa?"

"Sena sudah tidak ada, dan aku bukan Sena," peringat Sena.

Sena tak ingin mengungkap asal usul dirinya yang sebenarnya kepada Stefan. Dia ingin memberitahu jika Sena kecil sudah melenyapkan dirinya sendiri, hanya untuk kebahagiaan Stefan. Namun, ketika Sena mencoba mengungkit hal itu, Stefan malah membalas, "Aku tak peduli, mau kau bukan Sena yang dulu, atau apa pun jati dirimu yang sebenarnya. Aku tetap mencintaimu."

Seharusnya ucapan Stefan membuat Sena muak, dan ingin segera melarikan diri dari Stefan. Akan tetapi, perasaan hati Sena malah berbanding terbalik. Dia semakin penasaran pada isi hati Stefan, dan seberapa besar Stefan mencintainya. Oleh karena itu, Sena berkata, "Jika kau benar-benar mencintaiku maka biarkan aku pergi untuk meraih impianku. Jangan jadi bayangan pengekang impianku."

Stefan menolak, "Ini bukan impianmu Sena! Sejak awal kau tak berambisi pada perebutan kekuasaan ini! Jangan paksakan dirimu sendiri!"

Sena tak peduli. Jemari tangannya dia letakannya di atas telapak tangan Jayden. Jelas saja, Jayden tersenyum puas kemudian mengecup punggung tangan Sena sekilas. Dia menatap Stefan dengan tatapan merendahkan, sebelum mengungkap, "Bahagiakan saja tuan putri Selenamu itu sendiri, dan aku akan membahagiakan penyihirku sendiri."

•••

Es di hati Stefan sudah mencair, tapi tidak dengan es di hati Sena yang mulai membeku. Stefan tak tahu bagaimana cara untuk membujuk Sena, supaya penyihir itu tak bersi keras menuruti dendamnya semata. Stefan mencemaskan Sena, meskipun dia tahu Sena adalah penyihir yang memiliki sihir di atas rata-rata.

"Sena tak mendengarkanku. Mungkin ini karma, karena aku sering menulikan telingaku padanya," ucap Stefan.

Stefan mendatangi mansion penyihir yang sudah sangat sepi. Tak ada tanda-tanda kehidupan manusia di tempat itu. Yang ada hanyalah bayang-bayang kenangan yang masih membekas di pikiran Stefan.

Di tempat ini, Stefan menemukan Sena bernyanyi dengan senyuman cerah. Di tempat ini, Stefan bisa membayangkan ekspresi marah Sena ketika diatur-atur oleh para penyihir. Di tempat ini juga Stefan masih bisa membayangkan saat dirinya dimarahi penyihir, supaya membawa Sena ke atas ranjang dengan aman.

Semua kenangan yang ada membuat hati beku Stefan semakin tersentuh. Stefan menyadari jika hubungan Sena dan para penyihir bukan sebatas hubungan antar nona dan pelayannya saja. Para penyihir adalah orang tua Sena, mereka mempedulikan Sena dan kasih sayangnya melebihi cinta yang dimiliki Stefan untuk Sena.

Stefan sedikit demi sedikit mulai mengerti, kenapa Sena bersikeras merebut takhta meskipun dia sebenarnya tak mempunyai impian merebut taktha Selena. Suasana hati Stefan semakin kacau. Pria itu duduk di salah satu sofa perpustakaan, sembari menatap ke lampu lampion dan rasi bintang di atas langit-langit perpustakaan.

"Bagaimana caraku membantu Sena, jika aku hanyalah pangeran bayangan yang tak bisa diandalkan? Menepati janji saja aku tak mampu," gumam Stefan.

Dunia Stefan berada di bagian paling bawah. Perasaan kecewa melingkupi hati dan pikiran Stefan. Padahal biasanya Stefan mulai bisa menerima peran hidupnya. Namun sekarang? Stefan kehilangan arah, tak tahu apa yang harus dia lakukan selanjutnya untuk melindungi Sena.

Apa yang harus bayangan lakukan, untuk melindungi matahari dari ganasnya langit ketika badai tiba?

"Aku tak berguna." Ketika Stefan tengah merenung, dia tiba-tiba mendengar suara tangisan di balik meja perpustakaan. Jelas saja, Stefan langsung mendongak dan mencari tahu asal suara ini berada. Dia melirik ke kiri dan ke kanan, tapi tak menemukan seorang pun di tempat ini.

"Siapa?!" tanya Stefan.

Awalnya Stefan hanya mendengar satu suara, tetapi lambat laun suara-suara lain muncul. Jelas saja, Stefan langsung berdiri dari duduknya. Dia mencari-cari, ke kanan ke kiri, atas bawah. Hingga akhirnya matanya tertuju pada bayangan yang ada di samping bayangan tubuhnya. "Penyihir?"

TEMPTED BY SUN WITCH [SUNGSUN JAYNO]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang