"OHHH, jadi, tadi tuh namanya Gen Petir? Kok aneh?" Rea tertawa ngakak. "Kenapa nggak Gen Ayam aja? Gayanya aja lembek-lembek gitu kayak ayam."
"Gue juga heran." Nata ikut tertawa. "Namanya aja dingeri-ngeriin, anggotanya lembek-lembek."
"Kalo geng lo dulu, apa namanya?"
Tawa Nata perlahan mereda digantikan dengan senyuman. "Gold Garuda."
"Artinya?"
"Sama kayak namanya."
"Emas Garuda?"
"Burung Garuda, kan, kuat? Nama itu, kan, doa? Nah, biar anggotanya pada kuat-kuat, sekalian aja dinamain yang ada Garudanya."
"Intinya, arti Gold Garuda: anak Garuda berhati emas," lanjut Nata. "Nggak kayak Gen Petir, pada nyari gara-gara semua. Nggak cuma di jalanan doang tuh, di mana aja, sampai-sampai namanya dicap jelek sama warga."
"Emang geng lo nggak pernah nyari gara-gara?" senyum Rea meledek.
Nata tertawa songong. "Kagak, lah. Kita, kan, NTA."
Dahi Rea berkerut. "Apaan tuh NTA?"
"Nakal Tapi Alim."
Rea mendorong kepala Nata dari belakang di sela tawa meledak cowok itu. Kalau dipikir-pikir, dari semua penjelasan Nata yang unfaedah, cukup menghibur Rea walaupun tidak jelas kedengarannya.
"Kalo arti Nata apa?"
Rea masih memancing Nata berbicara saat keduanya kini sudah sampai di parkiran McD untuk makan. Keduanya turun bersamaan sambil melepas helm masing-masing.
Nata merapikan rambutnya sambil menjawab, "Nakal Ah Tapi Alim."
Refleks Rea tertawa untuk kesekian kali. "Enggak jelas." Cewek itu refleks memukul lengan Nata. "Nama lo maksud gue. Natarel Andreano. Artinya apa?"
Keduanya beriringan melangkahkan kaki menuju bangunan McD yang lumayan ramai menjelang sore.
Nata mengedikan bahu cuek. "Ya nggak tau. Yang ngasih nama, kan, Ibu gue?"
Rea mencebik kesal sekaligus kecewa karena jawaban Nata. "Ibu lo pasti cantik," tebak Rea selanjutnya.
"Iya, lah. Kan, cewek?"
Lagi.
Rea berusaha menahan agar tidak memakan Nata hidup-hidup. "Bisa, nggak usah ngeselin?" Nadanya terdengar pelan tapi penuh penekanan.
"Bisa, lo kurangin kepo sama urusan kehidupan orang lain?" Sementara nada Nata barusan yang justru mengembalikan pertanyaan Rea, terdengar santai, tapi penuh sindiran saat melirik malas cewek itu.
Rea cemberut. "Tanya doang."
"Pertanyaan lo nggak valid."
"Ya udah."
"Ya udah."
Rea menggertakan gigi menatap Nata yang berpura-pura mengalihkan pandang, seolah menahan agar tidak menertawai raut Rea. Bukannya menyeramkan, baginya terkesan lucu.
Rea dan Nata bergantian menyebutkan pesanannya saat sudah sampai di depan kasir. Nata sedikit tidak percaya saat Rea menyebutkan semua pesanannya yang begitu banyak.
Mbak-mbak kasir mencatat semua pesanan begitu keduanya sudah selesai menyebutkan pesanan masing-masing. Rea merogoh dompet kecilnya di dalam saku jeans. Tapi suara Nata mengalihkan pandangannya.
"Barengan aja sama dia."
Rea sedikit linglung. Nata menerima uang kembalian dan struck pembayaran sebelum berbalik, berjalan menuju meja kosong mendahului Rea. Keduanya duduk di bangku dekat jendela.
KAMU SEDANG MEMBACA
NATAREL✔️
Teen FictionKalau saja sandiwara sialan itu tidak ada, Rea tidak akan terjebak dalam cintanya sendiri. Kalau saja dia tidak dekat dengan Devon, crush sahabatnya, mungkin Rea tidak akan menerima ajakan berpacaran pura-pura dengan si pencuri, berandalan Abipraya...