"Makanya, jangan coba-coba buat goda-goda gue kalo nggak mau bikin gue jantungan."
•
"Gue udah pernah bilang juga, kan? Lo lebih cantik kalo rambut lo digerai, Rea."
•
•
•KARIN bilang dunianya hancur. Rea merasa lebih hancur lagi karena tidak bisa menjaga sahabatnya.
Rea tidak pernah ada waktunya untuk Karin. Bahkan, saat Karin mulai jarang ke sekolah pun, Rea tidak berpikiran seperti kemarin, kenapa Karin jarang memberi kabar? Kenapa Karin jarang ke sekolah dan jarang ikut nongkrong? Kenapa Karin susah dihubungi? Dan kenapa Rea dari jauh hari tidak nekat seperti kemarin, menemui Karin langsung ke rumahnya?
Rea merasa dia lebih jahat daripada Karin yang hendak mengaborsi bayinya.
Lihatlah sekarang, apa yang terjadi karena kesalahan Rea yang itu, membuat Karin dengan kepolosannya dirusak. Dirusak seseorang yang paling Rea benci sedunia. Seseorang yang dulu paling dekat dengan Karin dan Rea. Seseorang yang harusnya, dari dulu tidak Rea kenal. Seseorang yang harusnya dulu tidak ada di dalam perut ibu yang sama dengan Karin.
Andaikan mereka tidak sedarah, mungkin masih mending karena bisa disuruh bertanggungjawab. Tapi kalau begini, mau bertanggungjawab bagaimana? Mereka sedarah dan tidak bisa dinikahkan, kan?
Rumit.
"Re!" Teriakan itu membuyarkan lamunan Rea. Zara duduk di samping Rea. "Ngelamun aja. Nggak enak badan? Nggak mau ikut upacara? Perlu gue izinin aja?"
Setidaknya, rahasia Karin aman Rea jaga. Tapi... bagaimana nasib sahabatnya itu selanjutnya? Bagaimana kalau perlahan semua orang di sekolah tahu? Rea tidak bisa membayangkan nasib Karin. Menyaksikan Karin menangis saja Rea merasa tidak tega.
Zara. Apakah sahabat mereka yang satu itu juga harus tahu? Apakah sahabat mereka yang baru dikenal di sekolah ini bisa menjaga rahasia?
"Reeee, kok diem aja, sih?" Zara merangkul bahu Rea. "Gue ada salah, ya? Atau lo emang lagi sakit? Sariawan?"
Rea menggeleng.
"Eh, btw, lo mau tau nggak?"
Melihat senyum bahagia yang terpancar dari wajah Zara, membuat Rea teringat kabar senyum ceria Karin dulu, sebelum sesuatu terjadi padanya. Apakah senyuman Karin yang itu masih ada?
"Gue sama Jack-"
"SEKARANG UPACARA?" Rea tiba-tiba berteriak panik. Zara menatapnya terkejut, dan mengangguk. "YA AMPUN! GUE LUPA BAWA TOPI-DASI!!!"
Zara ikut berdiri perlahan. "Ah elah, elo, sih... Ngelamun aja dari tadi."
Rea menyeka kasar rambutnya yang tergerai ke belakang. "Terus gimana ini? Gue izin aja?"
"Hei, wajib. Sekarang hari guru. Jangan lupa juga bentar lagi UAS, loh."
Bel berbunyi berdering nyaring, tanda upacara bendera akan segera di mulai.
"Ya lo sekarang duduk aja nggak apa-apa. Ntar kalo lo tetep disuruh ke lapangan, nasib lo sendiri, ya?" Zara berbalik membelakangi Rea dengan meloncat-loncat kecil meninggalkan Rea keluar kelas.
"Ih! Bisa-bisanya seneng di atas penderitaan orang lain!"
Satu persatu murid di dalam kelas berbondong-bondong keluar, kecuali Rea yang kini masih pusing dengan ingatannya yang terganggu karena problematikanya akhir-akhir ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
NATAREL✔️
Teen FictionKalau saja sandiwara sialan itu tidak ada, Rea tidak akan terjebak dalam cintanya sendiri. Kalau saja dia tidak dekat dengan Devon, crush sahabatnya, mungkin Rea tidak akan menerima ajakan berpacaran pura-pura dengan si pencuri, berandalan Abipraya...