"Gue nggak butuh rasa kasihan dari lo."
"Dan gue nggak butuh persetujuan dari lo kalo gue emang kasihan sama lo."
"Gue nggak suka dikasihani!"
"Gue nggak peduli sama hal yang nggak lo sukai."
•
"Lo emang nggak pernah mau ngalah sama cewek!"
"Ngapain juga gue harus ngalah kalo dianya sendiri yang salah?"
"Gue yang salah? Lo yang salah!"
"Kesalahan lo karena lo nggak pernah mau ngerasa bersalah!"
•
•
•"HIIIHH, Gunjing aja terus! Biar sekalian gue nggak ada temen! Ngomongin orang seenaknya! Emang mereka pikir...."
Rea terus mengoceh-oceh sendiri seperti krang gila di sepanjang koridor menuju kelasnya tanpa henti. Semua orang juga tidak ada hentinya membicarakannya di belakang, sih. Sebenarnya memang Rea tidak peduli mau dibicarakan sana-sini.
Setidaknya itulah yang Rea pikirkan sambil misuh-misuh kesal hingga berakhir dahinya menabrak tulang leher seseorang.
Rea meringis, mengelus dahinya sambil misuh-misuh lagi, sebelum mendongak. Padahal niatnya akan memarahi orang yang menabrak, tapi begitu melihat siapa orang itu, Rea menutup mulut, urung.
Gadis itu menstabilkan diri. Mendadak atmosfer di sekitarnya memanas dan rasanya canggung semenjak kejadian di parkiran kemarin.
Hening.
Nata masih sedikit menunduk karena lebih tinggi, menatap Rea datar. Seolah sedang tidak ada niatan berurusan dengan gadis itu lagi, Nata melanjutkan langkah melewati Rea begitu saja.
Rea memutar kepala. Arah matanya mengikuti langkah Nata yang terlihat santai, penampilan yang keren seperti biasanya, dan punggung tegapnya. Hanya terlihat berbeda pada bagian rambutnya yang kali ini disisir rapi menutupi dahi.
Apakah... Rea salah menolaknya?
•••
Bangku itu hening walaupun berpenghuni sementara di sekitarnya tengah ramai orang-orang sibuk dengan aktivitasnya masing-masing. Kebanyakan semua orang mengerjakan PR berjamaah. Ada juga yang santai-santai saja karena sudah selesai. Sepertinya semua murid kalau diberi PR dikerjakan, tergantung dengan siapa yang memberi.
Hari ini adalah jam pelajaran Bu Zahra. Semua pasti mengenali siapa guru itu. Guru paling killer di antara semua guru. Bu Zahra tidak pernah tanggung-tanggung kalau memberi hukuman bagi murid-muridnya yang melanggar aturan.
Rea memang jujur tadi mengatakan akan mengerjakan PR. Tapi setelah insiden bertabrakan dengan Nata tadi, mendadak perasaannya tidak tenang hingga fokusnya terganggu.
Apalagi dia, kan, satu meja dengan cowok itu? Si*l.
Rea memainkan bolpoinnya makin cemas melihat sekelilingnya tengah sibuk mengerjakan PR, sementara dirinya lupa membawa buku PR itu yang padahal sudah mengerjakan setengah tugas.
Tugas yang Bu Zahra beri selalu memakan waktu berjam-jam dan berlembar-lembar buku. Tidak tanggung-tanggung.
Rea memejamkan mata, dia bingung sekarang. Kalau mengerjakannya lagi di buku lain, memang bisa selesai dalam waktu beberapa menit lagi?
KAMU SEDANG MEMBACA
NATAREL✔️
Teen FictionKalau saja sandiwara sialan itu tidak ada, Rea tidak akan terjebak dalam cintanya sendiri. Kalau saja dia tidak dekat dengan Devon, crush sahabatnya, mungkin Rea tidak akan menerima ajakan berpacaran pura-pura dengan si pencuri, berandalan Abipraya...