50 | Martabak

115 68 2
                                    

"Gue juga nggak tahu apa yang gue suka dari lo, atau apa yang ngebuat gue suka sama lo. Gue pengen berhenti pas tahu lo ternyata nggak suka sama gue, tapi gue nggak bisa berhenti buat suka sama lo. Bahkan, rasa suka ini justru makin bertambah, enggak tahu kenapa."



MOTOR vespa abu-abu milik Mike otomatis berhenti dua meter dari pedagang kaki lima di belakang sekitar trotoar sewaktu penumpang yang usilnya minta ampun  memberi Mike perintah untuk berhenti.

"Lo mau beli martabak itu?"

Pertanyaan Mike otomatis menganggukkan kepala Rea. Gadis itu masih memakai helm saat mulai melangkah—tapi teriakan Mike menghentikan langkahnya sebentar.

"Gue juga, dong! Tapi bayarin, ya!"

Rea mendengus. "Sayangnya, uang gue pas!" Makanya, kalo mau dikasih uang tambahan sama bokap gue tadi pagi tuh jangan sok jual mahal!"

Mike mengerucutkan bibirnya persis saat Rea kembali melangkah menuju pedagang martabak tadi. Gadis itu masih memakai helm saat mulai memesan martabak. Mike setia menunggu di atas motornya.

Dua detik setelahnya, ada suara motor lain yang mendekat, berhenti di belakang motor Mike. Otomatis kepala Rea dan sepupunya bersamaan menoleh refleks ke sumber suara itu.

Keduanya sama-sama tidak menduga-duga kalau Nata juga ke sini. Cowok itu turun dari motor setelah menurunkan standar motornya sambil melepas helm, lalu berjalan santai menuju pedagang yang sama dengan Rea. Memesan martabak yang sama juga.

"Mang, kayak biasanya, ya?"

"Siap, Den! Yang paling spesial, kan?"

Nata mengangguk sebagai jawaban sembari tersenyum ramah. Bahkan lebih ramah dibanding yang pernah Rea lihat sebelumnya. Gadis itu duduk di salah satu kursi plastik tanpa suara, menunggu pesanannya selesai dibuat.

Kemudian, Nata juga ikut duduk di kursi sebelahnya, otomatis gadis itu menggeser sedikit posisi kursinya, tidak ingin dekat-dekat.

"Neng ini... satu sekolah sama Den Nata, ya? Seragamnya sama."

Pertanyaan bapak-bapak martabak memecah keheningan mereka berdua.

"Iya, Pak."

"Wahhh, kebetulan banget, ya? Neng baru pertama kali ini, ya, lewat jalan sini? Kok saya baru liat?"

"Iya, Pak. Emang baru pertama kali ini, sih. Liat martabak jadi pengen, Pak."

"Ah, panggil Mang Ujang aja, Neng. Terus yang itu?"

Sebelum Mang Ujang melempar pertanyaan lagi, seolah tahu apa pertanyaannya saat beliau menunjuk Mike yang masih membelakangi di atas motor, Rea langsung menjawab, "Sepupu saya."

"Oh. Kirain pacarnya, hehe."

"Bukan."

"Saya yang pacarnya." Suara itu datang dari orang lain yang sedari tadi hanya menjadi pendengar.

Kedua mata Rea mengerjap mendengarnya.

Sementara Mang Ujang seketika menghentikan aktivitasnya sebentar karena tidak kalah terkejutnya. Mulutnya sedikit ternganga.

NATAREL✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang