"Lucu, ya, confess di kuburan? Kesannya kayak disaksikan orang-orang di tempat umum, bedanya sekarang orang-orangnya pada meninggal semua."
•
"Dia emang cinta pertama gue. Tapi lo... cinta terakhir gue. Kita juga udah mantan jauh sebelum dia meninggal, sementara lo pacar gue sampai kita nikah, gimana? Masih cemburu?"
•
•
•"LO berdua kenapa?"
Begitu suara lain memotong kalimat Karin, Rea buru-buru menstabilkan diri mengusap air matanya. Sementara Karin masih sesenggukan.
"Nggak apa-apa, kok, Jack," jawab Rea sambil menyembunyikan wajah Karin di dadanya, seolah tidak memperbolehkan siapapun tahu masalahnya. "Kalian nggak usah khawatir, Karin cuma... keinget traumanya aja. Kita langsung pulang aja, ya, guys? Kayaknya Karin butuh istirahat."
Vokal Rea yang keluar terdengar serak membuat siapapun tidak yakin dengan jawabannya dan bertanya-tanya pasti ada yang disembunyikan keduanya.
"Kalian yakin kalian nggak apa-apa?"
Rea mengangguk sambil berusaha tersenyum. "Kita nggak apa-apa. Suer." Gadis itu mengangkat dua jari membentuk 'V' berusaha meyakinkan teman-temannya. Ada untungnya juga kendaraan yang berlalu lalang di sebelahnya tidak memedulikan Karin yang nyaris loncat dari jembatan.
"Oke, karena kondisi karin yang lagi nggak stabil, kita pulang sekarang," afirmasi Jacky. "Setuju?"
Semua orang menyetujui, berjalan setelah menunggu dua cowok memakai baju sama dibiarkan jalan lebih dulu. Mereka lagi-lagi menahan tawanya saat beriringan berjalan sepuluh meter di belakang kedua kakak-adik itu. Begitu mereka nyaris sampai di parkiran, beberapa orang yang berlalu lalang menahan tawa melihat baju couple yang dipakai keduanya.
Apalagi Nata dan Devon selalu saja bercekcok di sepanjang jalan hingga menarik lebih banyak perhatian. Nata yang lebih dulu sadar karena yang lain berada jauh di belakang keduanya pun berbalik, menghentikan langkah.
"Woi, kalian kenapa jalannya jauh-jauhan, sih? Sini!"
"Ogah!"
"Kalian cocok, btw!"
"Kiw, kiw!"
"Best couple banget, dah! Gue post mantap, nih!"
Nata dan Devon melihat kelakuan teman-temannya tidak terima sementara yang lain tertawa, juga ada yang ingin melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan Zara.
"Woi, bangkeee!"
Nata berlari hendak mengambil ponsel Zara, tapi gadis itu sadar dan berlari lebih dulu, menghindari kejaran Nata.
"Bwahahahahaha!"
"Zar, sini lo!"
"Otw terkirim, nih!"
"Nggak usah ngadi-ngadi lo, Zar! Hapus, nggak?!"
Adegan kejar-kejaran berebutan ponsel itu disaksikan oleh mereka dengan puas.
Sekali itu, Karin merasa terhibur. Senyumnya terbit. Air matanya lagi-lagi merebak dalam dekapan Rea. Dia bersyukur memiliki banyak teman yang baik dan selalu menghiburnya di kala kondisinya yang buruk.
KAMU SEDANG MEMBACA
NATAREL✔️
Teen FictionKalau saja sandiwara sialan itu tidak ada, Rea tidak akan terjebak dalam cintanya sendiri. Kalau saja dia tidak dekat dengan Devon, crush sahabatnya, mungkin Rea tidak akan menerima ajakan berpacaran pura-pura dengan si pencuri, berandalan Abipraya...