REA berguling-guling di tempat tidur. Selimut, guling, boneka, berserakan di lantai, sementara sang empunya tidur dengan posisi miring dan tengkurap. Suara mangkuk yang diketuk-ketuk dari luar kamar dan pelakunya berteriak, "Bakso, bakso, baksoooo!!" terdengar jelas di telinga Rea, membuat gadis itu melenguh terganggu.
Matanya masih terpejam, namun tangannya meraba-raba sebelahnya, mencari selimut. Suara mangkuk yang diketuk bersama teriakan, lagi-lagi terdengar. Rea sudah hafal siapa pelakunya setiap hari. Gadis itu menyembunyikan kepalanya di bawah bantal.
"ADUHHHH, BERISIK BANGET, SIH! BISA DIEM NGGAK, SIH, AH!" teriaknya tanpa membuka mata.
"BAKSO PROMO BELI SATU GRATIS SEPATU!"
Suara itu terdengar tepat di celah pintu kamar Rea dan berteriak lebih keras. Sepertinya sepupu laknat Rea satu itu sengaja ingin mengganggu tidur nyenyaknya. Cahaya mentari yang masuk lewat celah jendelanya dari pagi tadi sama sekali tidak mempan membangunkannya.
Rea merapatkan bantal, menutup telinganya, berpura-pura tidak mendengar. Beberapa detik berikutnya, suara Mike makin mengecil hingga akhirnya lenyap. Baru Rea membuka bantal sambil menguap, sebelum akhirnya beringsut duduk dan merenggangkan otot-ototnya.
Gara-gara Mike, Rea susah melanjutkan mimpinya lagi. Baru setelah itu, Rea bangkit dari tempat tidur, melangkahkan kaki, memutar kunci, dan membuka pintu kamarnya itu. Hal yang pertama yang dilakukannya saat bangun tidur adalah mengambil air minum dari dalam kulkas.
Sambil menguap sekali lagi, Rea berjalan turun menuju dapur. Dia masih setengah sadar begitu menendang keras pinggul orang yang sedang berjongkok di depan kulkas.
"Minggir lo, bangke!"
Yang ditendang terkejut dan berdiri sambil menutup pintu kulkas hingga tubuhnya menjulang tinggi.
Seketika mata Rea terbuka lebar, menyadari bahwa ternyata yang ditendangnya bukan target sasarannya. Dia kira Mike, tapi ternyata sepupunya itu masih berdiri di depan kompor tengah memasak, sempat melihat dan menahan ngakak.
Rea pasti masih bermimpi. Bagaimana mungkin ada cowoknya di sini? Tapi begitu dia mengerang kecil karena efek mencubit pipinya sendiri, baru otak Rea jadi jernih.
Orang yang ditendangnya memang benar Nata, cowoknya.
"Baru bangun?" Pertanyaan itu keluar terdengar seolah ejekan.
Tatapan Rea masih sama, bingung. Matanya menatap tubuh Nata dari atas sampai bawah berulang-ulang.
"Lo kenapa bisa ada di sini? Sejak kapan? Dan ngapain lo pake training setelan punya Mike?" Pertanyaannya dilempar bertubi-tubi tanpa jeda yang lama.
"Kenapa setiap kali gue deket-deket pacar sendiri nggak boleh? Hm?" Nata mengangkat satu alisnya.
"Bukan gitu. Ya kenapa nggak ngabarin dulu, sih?"
Mike menoleh sementara tangannya masih sibuk mengaduk-aduk masakan, kemudian menggeleng-geleng geli menyadari tingkah Rea yang berubah di depan Nata dibanding saat bersama dirinya, lebih ngegas.
"Kenapa?"
"Kenapa apa?"
"Kenapa gue harus ngabarin lo dulu?"
"Ya, kan, gue bisa siap-siap...."
"Siap-siap?"
"Mandi, makan, atau apa, kek, kalo lo mau ngajakin gue keluar."
"Halah, kagak usah dipercaya si Rea, Bang. Dia kalo libur kagak pernah mandi," sela Mike, kemudian menyengir begitu Rea mendelik tajam ke arahnya.
"Eh, ngomong sekali lagi gue balang juga lo pake sendal!" Gadis itu mengancam sembari mengambil satu pasang sendal yang dipakainya. Tapi tidak ada niatan benar-benar melempari sepupunya dengan benda itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
NATAREL✔️
Teen FictionKalau saja sandiwara sialan itu tidak ada, Rea tidak akan terjebak dalam cintanya sendiri. Kalau saja dia tidak dekat dengan Devon, crush sahabatnya, mungkin Rea tidak akan menerima ajakan berpacaran pura-pura dengan si pencuri, berandalan Abipraya...