64 | Luar Jakarta

168 119 24
                                    

"Semua orang pasti pernah membuat kesalahan. Tapi kesalahan itu jangan sampai menghambat kita di masa depan."




"LO NGAPAIN AJAK SI KUNYUK ITU KE SINI?!"

"ADA MASALAH APA LAGI LO DI SINI?!"

"NAT, LO NGAPAIN BAWA BEBAN NEGARA KE SINI?!"

"Tenang, tenang, semuanya tenang," bujuk Nata berusaha menenangkan teman-temannya yang menunjukan raut tidak terima.

Bahkan dia sendiri sebenarnya juga masih merasa tidak suka dengan kehadiran Ferdian. Tapi mengingat tujuan awal Ferdian ke sini baik karena ingin meminta maaf, Nata merasa jahat kalau menghalanginya.

Di basecamp itu tidak banyak dari teman-teman Nata yang berkumpul. Ada Zara juga di sana yang langsung mengajak Rea untuk mendekat. Bahkan Farel yang tadinya sedang bertanding dengan Abi, kini sudah berdiri dengan tatapan tajamnya tertuju pada satu orang.

Sekeping permohonan tampak pada iris Ferdian, laki-laki itu bertekuk lutut di antara mereka. Lalu terisak untuk ke dua kalinya.

"Terserah lo pada mau ngapain gue. Silakan pukulin gue kalo perlu. Gue bener-bener udah nyesel pernah berbuat jahat sama kalian. Gue bener-bener nyesel udah nyia-nyiain persahabatan kita. Gue... gue..."

Laki-laki itu tersedak ludahnya sendiri, entah karena idak sanggup lagi melanjutkan kata-katanya, atau karena bingung ingin melanjutkan seperti apa.

Nata menepuk-nepuk punggungnya menenangkan, sebelum menatap teman-temannya yang hanya mendengus cuek.

"Gue minta sama kalian buat ngerti-"

Ucapan Nata terpotong oleh Farel yang tiba-tiba menarik paksa kerah Ferdian untuk berdiri. Menatapnya sengit, sebelum hendak melayangkan pukulan kalau saja jemari Nata tidak segera memblokirnya.

Nata berusaha menenangkannya. "Rel, sabar-"

"Nat! Lo kenapa jadi bela-belain dia? Lo dihasut sama cebol ketengilan ini?!"

"Atau lo dibayar sama dia buat jaga kebusukannya?"

Seketika atmosfer di sekitar sana menegang. Bahkan Zara dan Rea yang biasanya super-bawel sekarang hanya terdiam seribu bahasa. Tidak ingin ikut campur masalah mereka.

"Bi!" Nata menatap Abi, kemudian Farel bergantian. "Kalian dengerin gue dulu!" titahnya ikut marah. Namun, dua detik berikutnya Nata berusaha mengatur nafasnya dan meredam emosi.

"Ferdian baru aja kena musibah," lanjut Nata kalem. "Temen-temennya manfaatin harta dia doang. Mereka berkhianat dan nge-kick dia dari geng. Bukan cuma itu doang. Bahkan orangtuanya udah cerai seminggu lalu. Dan dia di-kick seminggu sebelumnya. Gue mohon kalian ngertiin dia. Kalo seandainya kalian di posisi Ferdian, kalian bakalan lari ke siapa, coba, gue tanya?"

Farel mendengus sarkas. "Oh, dan lo percaya gitu aja sama cerita busuknya? Lo lupa dia juga yang khianati kita-kita? Lo lupa, bahkan dia pernah nyaris bunuh temen kita?"

"Lo pikir kita peduli sama perasaan nih anak?" Abi menimpali. "Emang dia pernah mikirin perasaan kit-"

"Seenggaknya dia pernah jadi bagian dari kita!" tandas Nata tegas. "Dia juga yang nolong gue saat gue ada di titik terendah. Kalian lupa, siapa yang nyelametin nyawa Agus dulu? Berkat Ferdian, Agus selamat walaupun beberapa hari dia tetep nggak bisa diselamatkan, seenggaknya Ferdian masih punya hati nurani."

NATAREL✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang