"Lo nggak perlu buat diri lo sendiri disukai orang-orang. Cukup jadi diri lo sendiri aja. Seberusaha apapun, lo nunjukin kelebihan lo ke orang yang lo suka, kalo dia tetep nggak suka, yaudah, nggak bakalan peduli."
•
"Jadi diri lo sendiri aja. Mau disukai balik ataupun enggak, kita tuh nggak perlu ikut standar orang lain, karena kita punya versi terbaik diri kita sendiri,"
•
•
•"IBU tadi udah dipilihin gaun, terus sempet foto juga. Foto bareng calon ayah kalian." Bu Wening tersenyum malu-malu, sementara kedua putranya yang duduk sambil menyemil dan berangkulan-kini terlihat sangat akrab.
Mereka bersorak jahil. "Cieee...."
"Kayak apa, Bu, fotonya? Devon mau liat, dong... masa sama anaknya sendiri nggak ngasih tahu calon ayahnya kayak apa? Ya nggak, Nat?
Nata mengangguk setuju. "Iya, Nata juga mau liat, Buuu."
Senyum Bu Wening masih tercetak saat membuka galeri, memencet satu foto untuk diperlihatkan kepada kedua putranya. Dengan santainya Nata dan Devon bersamaan mencondongkan tubuhnya di antara meja untuk melihat.
Begitu mata keduanya sudah menangkap siapa dua orang yang berpose dengan tampilan pengantian, keduanya spontan membeku, gerakan mengunyah kompak berhenti. Seolah di atas kepala Nata sekarang ada kilat yang menyambar, menghancurkan ekspetasi-ekspetasi yang sudah dibangunnya tinggi-tinggi, tapi runtuh saat itu juga.
Seseorang yang berfoto dengan ibu mereka tampak sangat tidak asing. Sepertinya keduanya memiliki dugaan yang sama. Dugaan yang membuat mereka saling bertukar tatap, menahan nafas, dan tidak tahu harus mengatakan apa. Tapi mereka tidak perlu saling mengatakan, lewat eyes contact keduanya sudah saling mengatakan lebih dulu.
"Gimana? Ganteng, kan? Keliatan lebih muda dari Ibu, ya? Kayak seumuran kalian, kan? Ibu boleh dong... cerita awal-awal kita ketemu? Pasti kalian kaget dengernya. Karena ternyata... kita tuh mau dijodohin, padahal kita udah ada rencana juga mau menikah demi calon putri Ibu-alias calon adek kalian."
Putri Ibu.
Adek Devon-Nata?
Mendengar panggilan itu akan terasa hangat dan biasa bagi Devon. Tapi, entah bagaimana dengan perasaan saudaranya di sebelahnya setelah tahu sekarang bahwa ternyata ibu mereka akan menikah dengan ayah dari kekasih Nata?
•••
"Hai, Nat, kenapa lo ngajak gue ketemu-"
Nafas Rea tertahan sejenak saat dalam satu gerakan, Nata mendekat dan mendekapnya erat, seolah tak ingin lepas.
"Re...."
Rea berani bersumpah, selama kenal dengan Nata, gadis itu tidak pernah mendengar nadanya yang bergetar dan serapuh ini. Pasti ada sesuatu yang tidak beres, yang menyebabkan air mata kekasihnya merembes.
Rea balas memeluknya, mengelus punggung Nata menenangkan. "Nat? Lo kenapa? Cerita sama gue, ya? Ada apa?"
Bukannya sejam lalu Nata baik-baik saja, dan justru tertawa bahagia bersamanya di dalam telepon karena kabar gembira pernikahan orangtua masing-masing, kan?
KAMU SEDANG MEMBACA
NATAREL✔️
Teen FictionKalau saja sandiwara sialan itu tidak ada, Rea tidak akan terjebak dalam cintanya sendiri. Kalau saja dia tidak dekat dengan Devon, crush sahabatnya, mungkin Rea tidak akan menerima ajakan berpacaran pura-pura dengan si pencuri, berandalan Abipraya...