Mengajak teman-temannya untuk bertemu beberapa hari yang lalu, memberikan banyak kemudahan untuk Ruby dalam proses perencanaan pesta pernikahannya. Nana yang notabene adalah seorang perancang busana muda, telah memberikannya beberapa kontak desainer baju pengantin yang ia kenal dan juga bersedia membantunya jika itu berhubungan dengan kostum, sementara Celya bersedia membantunya dengan desain undangan walaupun dia sendiri sedang sibuk dengan studi magisternya yang baru dimulai, serta Salsa, dia memberikan resep vitamin agar sang calon pengantin tetap sehat hingga hari pernikahannya.
Dan sore ini, Axel telah meminta Ruby untuk datang ke rumahnya, karena ayahnya sendiri yang akan membantu mereka menyiapkan tempat untuk melangsungkan pesta pernikahan mereka. Wajar saja, karena keluarga Axel memiliki hotel bintang empat yang tersebar di beberapa kota besar dan juga resort di kawasan yang ramai di kunjungi wisatawan. Dan demi kelancaran acara anaknya sendiri, Tuan Marco telah menyiapkan beberapa pilihan untuk memudahkan keduanya.
Hampir satu jam menunggu, Axel segera melompat dari tempat duduknya begitu mendengar suara bel rumahnya berbunyi, dan begitu ia membuka pintu rumahnya, Ruby dan ayahnya sudah berdiri di sana. "Silahkan masuk," ucap Axel sambil melemparkan senyum manisnya. Tetapi, Ruby sepertinya masih marah kepadanya dan tidak membalas senyumnya.
Nyonya Marco yang ikut menyambut mereka segera mengarahkan mereka untuk menuju ke ruang keluarga di mana suaminya telah menunggu dengan pamflet yang berisikan pilihan ballroom yang tersedia di hotel miliknya serta beberapa gedung yang biasa digunakan untuk acara pernikahan dengan undangan lebih dari ribuan orang.
"Ruby," Tuan Marco memanggil calon menantunya untuk duduk di hadapannya, sementara istri dan anak lelakinya duduk di kanan dan kirinya. "Silahkan nikmati kuenya sambil melihat-lihat di mana kira-kira kamu dan El mau mengadakan pesta pernikahan kalian," ujar Tuan Marco. Ia mendorong pamflet tersebut agar lebih mudah digapai oleh Ruby dan ayahnya.
Tuan Kim lebih tertarik dengan cangkir kopi yang telah disiapkan untuknya, sementara Ruby mencicipi teh miliknya. Sesekali matanya bertatapan dengan mata Axel yang duduk di seberangnya, yang kini tidak bersuara. Ruby sedang mengutuk calon suaminya itu dengan sengit di dalam hati. Mereka harusnya sudah bisa mengurus hal lain jika saja Axel bisa membantunya untuk memilih tempat yang akan digunakan, namun setelah berbagai kriteria dan penjelasan yang diberikan Ruby, Axel masih tidak bisa memutuskannya sendiri, dan di sinilah dia sekarang bersama ayahnya.
"Persiapan kalian udah sampai di mana, El?" tanya Nyonya Marco kepada anaknya yang masih saja bisu. Ruby terlalu sibuk untuk diajak berbicara karena tengah membandingkan satu persatu tempat yang yang memungkinkan untuk mereka mengadakan acara besar.
"Mmm... Daftar tamunya udah selesai, kecuali Mom mau tambahin lagi, karena dari Ruby sudah ada. Besok atau lusa rencananya kami berdua mau foto prewedding biar bisa disisipkan di undangannya..." Axel berhenti dan melempar pandangan matanya ke arah Ruby, mencoba meminta bantuan karena hanya dia yang tahu tentang hal-hal yang harus mereka urus.
Ruby memutar bola matanya, sebelum melanjutkan penjelasan Axel yang terhenti. "Desain bajunya udah beres karena bantuan Nana, temanku. Untuk makanannya, aku udah buat beberapa janji dengan pemilik usaha katering. Dekorasi dan wedding organizer-nya, aku belum begitu tau, Mom," Ruby menyelesaikan penjelasannya. Dia bisa melihat kelegaan yang terpancar dari wajah Axel. Namun, ia memutuskan untuk memberikannya tatapan sinis dan membuat senyuman di wajah Axel seketika hilang.
"Kalau urusan mendekor tempat pesta, nanti El bisa minta nomor telepon event organizer yang sudah sering mengatur acara di ballroom hotel," ujar Tuan Marco, lalu menengok ke arah kirinya, memastikan kalau anaknya itu mendengarkan apa yang ia katakan. Dan begitu melihat Axel mengacungkan jempolnya sebagai tanda bahwa ia mengerti, Tuan Marco kembali menghadapkan kepalanya kepada tamu mereka.
"Kamu harus bantu Ruby, setidaknya kamu antar dia, temenin dia. Nggak mungkin dia yang urus semua persiapan acara kalian," Nyonya Marco ikut menasehati anaknya itu. Dia bahkan berusaha untuk memukul pahanya karena sikapnya yang sangat santai saat Ruby begitu fokus dengan kegiatannya membandingkan setiap pilihan tempat yang disediakan oleh Tuan Marco untuknya.
"Iya, Mom. Makanya aku sama Ruby juga sudah komunikasi dengan beberapa wedding organizer," Axel mencoba membela diri. Dia tidak ingin Tuan Kim melihatnya sebagai lelaki yang tidak berguna dan hanya menyusahkan putrinya kelak. Jadi, dia berupaya untuk masuk ke dalam diskusi yang terjadi antara Ruby, Dad-nya, dan Tuan Kim.
Dengan cekatan Ruby menjelaskan konsep yang sudah ia bayangkan sejak lama tentang pernikahan impiannya. Tangan dan mulutnya bergerak aktif untuk membuat para orang tua paham dengan konsep yang ia inginkan. Dia juga meminta Axel untuk membantunya memperlihatkan referensi foto agar lebih mudah untuk membayangkan konsep untuk acara mereka nanti. Setelah hampir satu jam membahas gedung dan lokasi serta konsep yang akan digunakan, Ruby dan ayahnya meminta izin untuk pulang. Namun sebelum itu, Axel mengajak Ruby untuk berbicara berdua di kamarnya. Dia ingin meminta maaf karena menjadi pasangan yang kurang membantu untuk merencanakan acaranya sendiri.
"Kamu tau kalau aku nggak bisa sedetail itu kalau menyusun rencana, beda sama kamu," ujar Axel saat mereka tiba di dalam kamarnya. "Aku minta maaf kalau aku nggak banyak membantu, By," . Dia mencoba meluluhkan hati Ruby dengan berbicara menggunakan nada seperti anak kecil yang sedang meminta maaf kepada ibunya karena telah membuat kesalahan .
Ruby menghela nafasnya. "Seenggaknya kamu bicara. Kalau kamu nggak suka, bilang. Atau kamu punya ide sendiri, bilang aja. Jangan cuma angguk atau geleng kepala. Kamu seperti nggak peduli dengan acara kita kalau bertingkah kayak gitu," jelas Ruby.
Axel mengangguk. "Iya," jawabnya singkat, mulutnya sedikit melengkung ke bawah.
"Jangan seperti kemarin. Yang pilih warna, bahan, model buat baju pengantin, semua aku yang pilih. Desain undangan juga, Celya membahasnya sama aku, kamu terima jadinya aja," Ruby memanfaatkan kesempatan ini untuk mengeluarkan semua kekesalannya. "Dan sekarang-" dia masih ingin melanjutkan perkataannya, namun Axel membekapnya lebih dulu.
"Sst... Kalau gitu aku yang pilih konsep foto prewedding kita. Konsepnya futsal. Aku pakai baju jersey, kamu bisa pakai kostum cheerleader. Atau kita bisa di pantai photoshot-nya. Aku pake celana pendek, kamu pakai bikini. Gimana?" Setelah memberikan saran, Axel baru memindahkan tangannya yang menutupi mulut calon istrinya.
Ruby menjulurkan lidahnya begitu mulutnya terbebas. "Telat!" serunya. "Aku udah bicara sama tukang fotonya soal kostum, konsep, apapun itu yang nggak kamu pedulikan," ujarnya dengan nada sarkastik. "Jadi, kamu nggak usah banyak protes besok. Oke?"
Axel kemudian menunduk dan menganggukkan kepalanya sebagai tanda setuju. "Tapi, kalau aku boleh tahu, konsep prewedding kita apa?" cicit Axel dengan wajah yang tampak bersalah.
"Mengendari motor, menunggang kuda. Nana udah siapkan beberapa baju untuk kita besok," ucap Ruby. Ia menurunkan sedikit volume suaranya karena ikut merasa bersalah sudah memarahi Axel. "Jadi, kamu tinggal datang dan ikuti semua kata-kataku dan tukang fotonya. Oke?" katanya, dengan suara yang jauh lebih tenang. Ia pun mencolek ujung hidung Axel, membuat senyum Axel kembali mengembang lebar.
"Siap, Bos!" Axel seketika menegakkan tubuhnya yang tinggi dan memberi hormat kepada Ruby.
"Satu lagi, jangan lupa bersihin motor kamu. Sampai jumpa besok, Sayang!" Ruby mengulurkan tangannya untuk mencubit pipi Axel, lalu berjalan keluar untuk menyusul ayahnya yang sudah menunggunya di dalam mobil.
* * * * *
KAMU SEDANG MEMBACA
HORMONES: Married Life [JENLISA | GB]
Fiksi PenggemarSebuah lanjutan cerita dari AU HORMONES di Twitter/X tentang Axel dan Ruby yang kini akan menjalani kehidupan mereka sebagai pasangan suami-istri [Dengan Perubahan Seperlunya] Lisa Edit ©Ryoma97 on Pinterest