Hormonal

365 49 0
                                    

Axel menguap lebar lalu mengucek sudut matanya yang sedikit berair. Sepagi ini dia harus berkutat dengan rak plastik yang Ruby minta untuk dirakit. Dia awalnya menolak karena ini hari minggu, dia butuh istirahat dan mengganti waktu tidurnya yang berkurang selama tiga hari berturut-turut karena Ruby mulai mengidam. Ya, selama tiga malam dia membangunkan Axel dan menyuruhnya mencari sushi dengan isian ikan salmon. Kemudian malam kedua, Ruby membangunkannya karena tiba-tiba ingin minum air kelapa muda dan yang paling baru, tadi malam Ruby harus menciumnya berkali-kali sebagai imbalan karena ia berhasil mendapatkan siomay isi ayam dan udang.

"Babe!"

Suara Ruby yang terdengar memanggilnya membuat Axel berhenti melakukan kegiatannya. Dia menengok untuk mencari tahu di mana keberadaan pasangannya itu.

"Kenapa, By?" tanyanya ketika wanita yang tengah hamil itu akhirnya berada didekatnya. Axel yang duduk melantai mencoba untuk melihat wajah istrinya, namun usahanya itu sedikit terganggu dengan perut Ruby yang sudah semakin besar. Dia pun bangkit, menepuk-nepuk telapak tangannya untuk membersihkan debu yang ada di sana sebelum menyentuh perut Ruby dengan hati-hati. "Ada apa, Sayang?" tanyanya lagi.

Dengan bibir yang cemberut, Ruby memberikan tatapan memelas kepada suaminya itu. Axel tanpa sadar menelan ludahnya. Dia tahu kata-kata apa yang berikutnya akan keluar dari bibir berwarna merah muda itu. Dia mempersiapkan dirinya terlebih dahulu. Setidaknya ini masih pagi, dia yakin bisa mencari makanan apapun yang istrinya inginkan saat ini.

"Aku mau makan mangga," kata Ruby.

"Mangga?" Axel mengulangi. Ruby menjawabnya dengan anggukan kepala.

"Tapi, aku mau makan mangga yang di depan rumah dulu," lanjut Ruby, bibirnya kembali cemberut dan membuat Axel harus menciumnya.

"Nanti kita tanya Mama jenis mangganya, biar kita bisa cari di pasar atau swalayan," ujar Axel meyakinkan bahwa dia akan mendapatkannya. Walaupun dia sendiri tidak tahu di mana harus mencarinya karena pohon mangga yang dulu tumbuh di depan halaman rumah Ruby sudah ditebang karena sudah terlalu besar dan merusak tembok pagar rumahnya.
***

Axel mengucek matanya dan menguap sekali lagi lalu berjalan gontai ke arah Ruby yang sedang duduk di sofa dengan semangkuk mangga yang sudah dikupas di tangannya. Cahaya dari televisi terlihat memantul di wajahnya, dia sepertinya sedang menonton salah satu drama Korea kesukaannya.

"Hei," Ruby menepuk tempat yang masih kosong di sampingnya, menyuruh Axel untuk bergabung dengannya.

"Kamu nonton apa?" Axel bertanya kemudian mengecup bibir Ruby. "Rasa mangga," komentarnya saat melepaskan bibir mereka. Dia lalu meletakkan kepalanya di pangkuan Ruby. Butuh banyak penyesuaian sebelum keduanya menemukan posisi yang nyaman.

"Hi, Babies," Axel menusuk perut Ruby dengan telunjuknya secara perlahan. "Kalian mau makan apa lagi? Bilang aja sekarang, biar kalian nggak bangunin Mommy tengah malam nanti," ujarnya sembari mengusap perut buncit tersebut.

Ruby tersenyum melihat tingkah Axel dan mengusap kepalanya. "Kamu nggak tanya, aku mau apa?"

Axel masih mencoba untuk berkomunikasi dengan dua calon anaknya dan hanya menggelengkan kepalanya. "Jawaban kamu bisa bikin aku pusing nanti," katanya sambil tertawa kecil.

Dia tahu kalau Ruby pasti memasang wajah cemberutnya lagi sekarang, tapi dia mempedulikannya. Tangannya kembali bergerak untuk mengusap tempat bayi mereka tersembunyi dengan aman dan menempelkan bibirnya di sana. Bibirnya memang tidak bersentuhan langsung dengan kulit perut Ruby tapi dia berharap anak-anaknya bisa merasakannya. Dia lalu menutup matanya dan memanjatkan doa terbaik yang bisa ia pikirkan sekarang.

Dan begitu dia membuka matanya, dia mendapati Ruby tengah memperhatikannya. "Apa?" Tanyanya sebelum bangkit dan memposisikan dirinya di samping Ruby kemudian merangkul wanita tersebut kemudian mencium sisi kepalanya. "I love yous," ucapnya dengan lembut.

"We love you too," balas Ruby lalu menempelkan bibir mereka. Tapi ini bukan sekedar kecupan singkat seperti yang biasa ia lakukan saat Axel akan berangkat kerja. Dia menginginkan lebih dari itu.

Ruby memperdalam ciumannya dan berpindah kepangkuan suaminya. Dengan cekatan Axel melingkarkan tangannya di tubuh wanitanya itu. Dia sudah mencoba menahan dirinya tapi jika ini yang diinginkan Ruby, dia harus mengabulkannya juga, kan?

Axel membiarkan Ruby mengatur tempo permainan mereka. Di dalam pikirannya yang mulai terselubung dengan nafsu, Axel terus mengulangi satu kalimat yang sama, 'Ruby sedang hamil, Ruby sedang hamil'. Dia terus mengucapkannya hingga akhirnya mulutnya tanpa sengaja mengucapkannya dan membuat Ruby berhenti.

"Kenapa, Sayang?" Axel bertanya sambil mengatur nafasnya, Ruby juga melakukan hal yang sama. Tidak segera mendapatkan jawaban atas pertanyaannya, Axel kembali mengulanginya.

Ruby akhirnya memberikan respon dengan mendengus, lalu berkata, "Kalau aku hamil kenapa emangnya? Nggak menarik lagi?" Tangannya kini terlipat di depan dadanya.

Axel mengerutkan dahinya. Sepertinya dia kembali membuat dirinya dalam masalah. Buru-buru ia menggelengkan kepalanya. "Kamu wanita hamil paling cantik yang pernah aku liat," Axel berkata. Ia mencoba membangkitkan kembali suasana intim di antara mereka dengan mengelus kedua paha Ruby.

"Nggak usah bohong," balas Ruby, ketus. "Aku pasti nggak menarik lagi. Apa karena sekarang aku gendut?" Matanya tertuju pada tubuhnya yang memang sedikit lebih besar dari biasanya. Merasa kesal, dia menyingkirkan tangan Axel dari pahanya dan mencoba untuk bangkit.

"Eh, mau ke mana? Kita belum selesai, By." Axel menahan Ruby agar tidak berpindah dari tempatnya.

"Udah nggak mood." Ruby menghujani dada Axel dengan kepalan tangannya, mencoba membebaskan diri dari dekapan pasangannya itu.

"Kamu kenapa, sih? Tadi udah enak banget, tiba-tiba ngambek karena aku keceplosan." Axel mengusap-usap punggung Ruby, mencoba menenangkannya. "Asal kamu tau, aku harus menahan diri buat nggak nyentuh kamu karena nggak mau kalau kamu dan calon anak kita kenapa-kenapa, By. Aku takut kalau aku nggak bisa menahan diri dan akhirnya malah buat kalian dalam bahaya."

"Makanya akhir-akhir ini kamu lama banget di dalam kamar mandi?" Ujar Ruby.

Axel tertawa mendengarnya. "Iya. Aku harus menyelesaikan urusan penting di dalam kamar mandi."

"Tapi aku kangen mesra-mesraan sama kamu," kata Ruby dengan suara yang dibuat terdengar manja. "Dan akhir-akhir ini..." Ruby berhenti sejenak, berpikir apakah dia harus memberitahukan masalah barunya kepada Axel atau tidak.

"Akhir-akhir kamu kenapa, By?" Axel bertanya. Ia terdengar khawatir.

"Akhir-akhir ini rasanya nafsu seksualku tinggi banget, tapi kata dokter itu wajar tapi aku malu bilang sama kamu," ujar Ruby dalam satu tarikan nafas. Dia menunggu Axel untuk menertawakan dirinya, tapi tentu saja itu tidak terjadi. Dia hanya menatap Ruby sambil tersenyum, tangannya menyelip anak rambut Ruby yang berantakan ke belakang telinganya.

"Jadi aku nggak sendirian yang lagi menahan nafsu di sini," balas Axel. "Tapi kita nggak bisa melakukan sesuatu sampai mereka lahir," dia menekuk bibirnya saat menempelkan ujung telunjuknya di perut Ruby.

Ruby menghela nafasnya. "Aku nggak tau kalau hamil akan seberat ini," keluhnya.

"Hei, nanti anak kita sedih kalau kamu bilang begitu." Axel menarik istrinya ke dalam pelukannya, namun tidak seerat biasanya karena takut anaknya akan merasa sesak jika ia melakukannya. "Sekarang kamu tau bagaimana tersiksanya aku kalau kamu datang bulan, kan?"

Ruby hanya mengerutkan hidungnya.

"Jadi, kamu mau lanjut atau nggak?" Axel memainkan alisnya. Tangannya kembali mengelus paha Ruby. Kali ini cukup dekat daerah kewanitaannya.

"Nggak," Ruby menggeleng. "Nafsu buat seksnya udah ilang lagi," katanya santai.

Kini giliran Axel yang menghela nafas. Mengerahkan seluruh tenaganya, dia menggendong Ruby ke dalam kamar mereka dan meletakkan dengan hati-hati di atas tempat tidur mereka. "Kalau begitu, aku mau menyelesaikan urusanku dulu di kamar mandi," dia menunjukkan bagian celananya yang membentuk bukit kecil kepada Ruby akibat perbuatannya di ruang tengah tadi.





* * * * *

HORMONES: Married Life [JENLISA | GB]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang