Together

516 63 7
                                    

Ruby terbangun untuk kedua kalinya karena seorang perawat datang untuk mengecek cairan infusnya. Axel masih setia tertidur dengan posisi duduk di kursi, di sisi tempat tidurnya. Perawat itu tersenyum iri melihat pasangan muda dihadapannya. "Dia tertidur dengan posisi seperti ini sejak semalam," komentarnya. Perawat itu memang sempat masuk tadi malam untuk menyuntikkan obat ke dalam botol infus Ruby. "Apakah aku bisa mengganti baju?" tanya Ruby. Perawat itu mengangguk dan menawarkan bantuan, tapi dia harus menunggu hingga cairan infusnya habis terlebih dahulu.

Setengah jam kemudian mertuanya datang, bertepatan dengan cairan infusnya yang akan diganti. Dengan bantuan perawat yang tadi menawarkan diri, Nyonya Marco membersihkan dan mengganti pakaian menantunya itu. Sementara anaknya yang seharusnya bisa membantu, ternyata tidak bisa melihat darah di lantai kamar mandi dan memilih untuk bersembunyi di kantin rumah sakit sebelum dia kehilangan selera makannya.

"Bagaimana perasaanmu, Sayang? Jauh lebih baik?" Nyonya Marco memperlakukan Ruby seperti gadis kecil. Dia menyingkirkan anak rambut yang menghalangi wajahnya.

Ruby mengangguk. "Iya, Mom. Maaf udah nyusahin sepagi ini," katanya sambil memperbaiki posisi duduknya di tempat tidur. Sarapannya sudah siap di atas meja yang disediakan khusus untuk pasien.

"Nggak apa-apa. El aja yang nggak berguna. Dia mual saat masuk ke dalam kamar mandi," ujar Nyonya Marco menyayangkan kelakuan anaknya yang justru meninggalkan mereka berdua dan mengajak ayahnya untuk menemaninya sarapan.

Nyonya Marco membantu Ruby untuk makan walaupun menantunya itu menolaknya. Tapi setelah mengucapkan kalau dia tidak boleh melawannya karena dia juga kini adalah ibunya, Ruby akhirnya mengalah dan membuka mulutnya untuk disuap.

"Tapi, kenapa mereka berdua lama sekali, ya?" Ibu mertuanya menggerutu.

Dokter yang merawat Ruby sudah menjalankan tugasnya untuk pagi ini, Ruby juga telah menghabiskan setengah porsi sarapannya, tetapi suami dan ayah mertuanya belum juga kembali. "Mungkin banyak orang di kantin, jadi mereka lama antrinya, Mom," ujarnya kemudian.

Seperti tahu kalau mereka sedang dibicarakan, Axel muncul dengan secangkir kopi di tangannya dan ayahnya berada tepat dibelakangnya.

"Kalian curang! Mestinya Mom telepon dulu sebelum ke sini, seperti mamanya Ruby kemarin," Axel yang baru saja memasuki kamar, langsung meluapkan rasa kesalnya karena belum bisa mengisi perutnya dengan layak. "Di sini nggak disiapin sarapan untuk penjaga dan kantin baru buka jam 10. Hanya ada roti dan minuman panas yang dijual di kantin tadi." Begitu puas meluapkan emosinya, dia mendudukkan dirinya kembali di kursi yang sudah ia kuasai selama dua hari menjaga Ruby.

Axel meminta izin untuk memakan beberapa buah yang dibawakan oleh orang-orang yang datang menjenguk Ruby untuk mengisi perutnya sementara waktu. Dengan cekatan, Axel mengambil pisau buah dan kantong plastik untuk menyimpan sisa kulitnya dan kembali duduk di kursinya. Melihat anaknya kesusahan mengupas apel yang ia pegang, Nyonya Marco mengambil alih pisau yang dipegangnya, dan menyuruh Axel untuk menggantikannya membantu Ruby untuk memakan sarapannya. Axel dengan senang hati menerimanya.

Tidak butuh waktu lama untuk Nyonya Marco menyelesaikan tugasnya dan meletakkan piring yang di atasnya telah terdapat potongan buah apel dan pir di hadapan anaknya. "Makan ini," katanya. Axel melirik ibunya sebentar lalu tanpa sepatah kata, ia meletekkan sendok yang ia pakai untuk menyuapi istrinya, menunggu ibunya melanjutkan kembali kegiatannya saat ia baru memasuki kamar tadi, sebelum memasukkan satu potonga apel ke dalam mulutnya. "Seperti mengurus satu anak kecil yang sedang sakit dan satu bayi besar," gumam Nyonya Marco. "Bagaimana kalau kamu nanti punya anak, El?" katanya sambil menggelengkan kepala.

Axel menyengir ke arah ibunya. "Kita nggak buru-buru mau punya anak, Mom," balas Axel. "Ruby bahkan belum keluar dari rumah sakit, jadi tidak usah membahasnya." Tanpa sadar, Axel berbicara dengan nada yang sedikit sinis kepada ibunya. Dia sendiri tidak begitu suka jika seseorang membahas tentang anak saat ini. Karena mereka baru saja kehilangan calon anak mereka, dan dia tidak mau usahanya untuk mengembalikan senyuman Ruby di wajahnya berakhir sia-sia.

HORMONES: Married Life [JENLISA | GB]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang