Hormones

374 35 3
                                    

"Seperti melihat adegan di dalam drama atau sinetron," celetuk Tuan Kim ketika melihat anaknya yang tidak ingin melepaskan tangan Axel. "El nanti ketinggalan pesawatnya karena kamu," Tuan Kim kembali menegur putrinya itu.

"Lebih bagus begitu," jawab Ruby tanpa pikir panjang.

Tuan Marco yang ikut mengantar hanya bisa tertawa mendengar ucapan menantunya. "Aku minta maaf harus menyuruhnya pergi, tapi dia sudah menundanya beberapakali. Tidak mungkin juga menyuruhnya pergi setelah kamu melahirkan nanti, karena akan lebih sulit jika kamu sendirian mengurus dua bayi di saat bersamaan," ujar Tuan Marco.

"Benar juga," Ruby berkata tapi terdengar seperti bisikan.

"Tapi salahmu juga menunjuknya sebagai CEO dan mengurus bisnis kita yang paling jauh," kali ini Nyonya Marco ikut bersuara.

"Aku sudah terlalu tua untuk mengurus semua hotel dan resort yang kita punya. Dia sudah menikmati pendapatan kita dari resort yang di Bali, jadi dia yang harus mnegurusnya," Tuan Marco membalas.

Pasangan muda tersebut kini saling membalas tatapan. Ruby menyuruh Axel untuk menenangkan kedua orang tuanya sebelum terjadi perdebatan di tempat umum. Sementara orang tua Ruby memilih untuk diam karena itu merupakan urusan keluarga menantunya, tidka enak jika mereka ikut mencampuri urusan mereka.

"Dad, Mom, kita udah membicarakan ini. Mom udah setuju juga kemarin. Masa karena perjalanan ini kalian malah berdebat di sini. Ruby juga ngerti, kok. Kan aku kerja untuk dia dan calon cucu kalian nanti," Axel berkata. Ada sedikit nada memelas saat ia berbicara agar ibunya tidak menyalahkan keputusan yang diambil oleh ayahnya.

Nyonya Marco akhirnya menghela nafasnya. "Aku hanya sedikit kesal karena kamu tega menyuruh Axel pergi saat Ruby sudah hamil besar," ungkapnya.

"Salahkan anakmu yang selalu menolaknya," Tuan Marco menoleh ke arah anaknya yang hanya bisa mengusap lehernya.

"Kamu nggak mau pergi karena aku, ya?" Ruby menarik sedikit lengan yang sejak tadi tidak ia lepaskan untuk menarik perhatian pemiliknya.

Axel mengangguk. "Aku nggak mau jauh-jauh dari kamu dan mereka," katanya sambil mengusap perut Ruby.

Tuan Marco menarik senyumnya setipis mungkin. Anaknya ini lebih patuh kepada Ruby daripada dia yang telah membesarkannya. "Dia jadi malas ke mana-mana kalau kamu nggak ada," sergah Tuan Marco, yang membuat Ruby mengeratkan pelukannya pada lengan Axel.

Perdebatan kecil mereka dihentikan oleh suara perempuan yang berasal dari pengeras suara yang memberitahukan bahwa penerbangan yang akan ditumpangi oleh Axel telah siap dan penumpangnya diharapkan untuk segera melakukan pengecekan barang dan tiket.

Axel memeluk orang tuanya dan orang tua Ruby secara bergantian, dan meminta mereka untuk menjaganya selagi ia jauh. Dan Ruby mendapatkan giliran paling terakhir, tapi dia justru menghindar dan memilih untuk bersembunyi dibalik pundak ibunya dan mulai tersedu-sedu. Nyonya Kim mengusap bahu anaknya yang tiba-tiba menangis dan mencoba menenangkannya.

Axel yang selama beberapa bulan terakhir menghadapi perubahan mood yang signifikan dari pasangannya itu hanya tersenyum dan mencoba memberikan pelukan sebelum ia pergi. Dan walaupun sudah mencoba untuk menyembunyikan kesedihannya yang datang tiba-tiba, Ruby akhirnya luluh dan membiarkan dirinya dipeluk dan dicium.

"Bye. Baik-baik selama aku nggak ada, ya?" Axel berpesan dan mencium perut Ruby sekali lagi sebelum memasuki gerbang menuju terminal keberangkatannya.
***

Hari pertama Axel pergi untuk mengurus bisnisnya, Ruby melewatkannya dengan tinggal di rumah orang tua Axel, itu sebabnya mereka semua berkumpul di bandara pagi tadi, agar mereka bisa sekalian menjemput Ruby karena Ruby telah menghabiskan beberapa malam untuk menginap dia rumah orang tuanya sebelum Axel pergi, dan ia merasa tidak enak jika ia hanya berkunjung ke rumah orang tuanya saja.

HORMONES: Married Life [JENLISA | GB]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang