The Bells Ringing

627 81 0
                                    


"Aku nggak sabar lihat kamu pakai gaun pengantin, By. Pasti cantik!" puji Axel. Dia sedang berbaring di kasurnya dengan rambut setengah basah karena habis mandi.

"Kamu juga ganteng banget pakai tuxedo," balas Ruby. Ucapannya membuat Salsa, Nana dan Celya berpura-pura muntah. Mereka bertiga sengaja datang ke rumah Ruby untuk membantu keluarganya yang sibuk mempersiapkan hari pernikahan sang putri semata wayang.

Dua sejoli itu sedang tersambung dengan hubungan telepon, karena orang tua mereka sepakat untuk mengurung mereka di rumah masing-masing, dua hari sebelum pernikahan mereka. Tidak boleh bertemu, tidak boleh melakukan panggilan dengan video atau berkirim foto, katanya agar mereka terpesona satu sama lain saat bertemu di hari pernikahan nanti. Jadilah mereka hanya bisa saling mendengarkan suara dan mengobrol via teks.

Hari pertama mereka tidak boleh bertemu, Ruby menghabiskan waktunya di salon bersama Celya. Setidaknya hal ini membuat rasa stresnya berkurang dan tubuh menjadi jauh lebih rileks setelah berminggu-minggu menggeluti persiapan pernikahannya. Dan hari ini, dia berencana untuk menghabiskan waktunya dengan keluarga dan ketiga temannya di hotel tempat pernikahan akan berlangsung besok.

Sementara itu, sang mempelai pria melewati waktu dua harinya dengan berolahraga dan merapikan potongan rambutnya serta tentu saja mengecek kesiapan tempat untuk pesta pernikahannya.
***



"Lo yakin tetap mau menikah sama Axel, By?" Salsa menatap pantulan wajah Ruby di cermin. Ruby sedang berdandan untuk acara pentingnya, begitu juga dengan Celya, Nana dan Salsa. "Kita masih bisa bantu lo untuk kabur, siapa tahu lo berubah pikiran," tawarnya kemudian.

Ruby berusaha untuk tidak tertawa mendengar tawaran yang diberikan Salsa. "Konyol! Nggak mungkin gue kabur sekarang, Salsa," jawab Ruby. Dia mencoba untuk melayangkan kepalan tangannya.

"Udah, Salsa. Axel baik, kok. Ganteng juga. Soal harta nggak usah dipertanyakan lagi," Nana menyebutkan satu persatu hal baik yang ada pada Axel. "Dan, dia bisa kasih kebahagian buat Ruby. Itu yang terpenting," ia menambahkan, membuat temannya terenyuh.

Ruby tersenyum mendengarnya. Dia tahu kalau dirinya dan Axel memang berjodoh. Lihat saja bagaimana semesta mempertemukan mereka di sekolah yang  sama, padahal ayah mereka sudah saling kenal sejak lama karena secara tidak sengaja bertemu saat berbulan madu dan beberapa kali mereka bertemu di suatu acara di mana para pengusaha berkumpul. Namun selalu saja hanya salah satu di antara mereka yang menghadiri acara tersebut. Hingga akhirnya Axel menjadi adik kelas Ruby, dan menyatakan cinta setelah berbulan-bulan mendekatinya.

Ruby ingat betul ketika ketiga temannya tidak begitu suka karena mereka beranggapan kalau Axel masih bersikap kekanak-kanakan dan akan membuatnya kewalahan, tidak lupa Axel menjadi salah satu siswa yang berprestasi tapi juga sedikit nakal di sekolah. Namun, itu tidak separah yang mereka kira karena Axel juga mempunyai sisi positif lain pada dirinya, seperti menjadikan Ruby prioritasnya dan setidaknya lebih penurut dari pacarnya yang sebelumnya.

"Gue nggak menyangka kalau gue akan menikah dalam beberapa jam lagi." Ruby menghela nafas untuk menghilangkan rasa gugupnya.

"Lebih tepatnya kurang dari satu jam," kata Salsa, membetulkan ucapan temannya.

Ruby secara spontan menaikkan kedua alisnya, sedikit kaget ketika ia mendengar informasi tersebut hingga membuat wanita yang sejak tadi merias wajahnya harus memberikan teguran karena hampir merusak karya seninya.

"Maaf," ucap Ruby kepada sang tukang rias, yang hanya dibalas dengan gelengan kecil.

"Bagaimana? Apakah aku perlu menambahkan pemerah pipi atau lipstiknya?" Tukang rias itu kini berdiri di belakang Ruby, sesekali mengelus pipi Ruby dengan kuas wajahnya yang lembut.

HORMONES: Married Life [JENLISA | GB]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang