Symptoms

301 47 0
                                    

Axel meregang seluruh tubuhnya di atas kasur hingga mendengar tulangnya mengeluarkan suara gemeretak. Tangannya mencari-cari sumber kehangatan dari seorang wanita yang seharusnya tidur di sampingnya.

"By?" Dia memanggil nama istrinya yang ternyata sudah bangun dan meninggalkan tidur sendirian. Dia kembali meregangkan tubuhnya dan berniat untuk kembali tidur saat mendengar suara aneh dari dalam kama mandi. "Sayang?" Dia memanggil lebih keras dan balasan, namun tidak mendapatkannya.

Suara aneh kembali terdengar saat, kali ini lebih keras, dan itu membuatnya panik, hanya hitungan detik dan rasa kantuknya menghilang. Dengan tergesa-gesa, dia mencari boxer atau apapun yang bisa menutupi ketelanjangannya dan segera menghampiri pintu kamar mandinya yang tertutup.

"Sayang?" Axel kembali memanggil Ruby sebelum membuka pintu kamar mandi yang ternyata tidak dikunci. Dia mendapati Ruby sedang menunduk di depan wastafel. Rambutnya diikat dengan berantakan agar tidak terkena muntahan atau apapun yang hendak keluar dari mulutnya.

"Kamu nggak apa-apa?" Axel berdiri di samping Ruby, memperhatikannya dengan wajah cemas.

Ruby menggeleng dan membersihkan mulutnya. Dia menarik nafas beberapa kali sebelum menengok ke arah suaminya berada. Axel sedang menatapnya masih dengan rasa khawatir yang tergambar jelas. "Ini karena kamu kebanyakan makan cokelat tadi malam. Kamu alergi kali," celetuknya tiba-tiba.

Ruby hampir tertawa mendengar pendapat sok tahu suaminya itu. Sejauh yang dia ingat, cokelat tidak pernah membuatnya mual atau membuat reaksi alergi terhadap dirinya, tapi setelah ia ingat-ingat dia tidak pernah memakan cokelat sebanyak itu dalam rentang waktu dua jam. "Aku cuma makan dua setengah kue cokelat dan ¾ potong cokelat batang kamu," ujar Ruby. Entah dia mengatakannya untuk membela diri atau memperjelas kejahatannya.
***



Setelah kejadian tadi pagi, Axel kembali mengantar Ruby hingga ke dalam ruangannya di lantai dua showroom. Ayah mertuanya mengucapkan terima kasih karena sudah menjaga anaknya setelah mendengar apa yang terjadi hingga Ruby datang terlambat, Axel membalasnya dengan mengatakan kalau itu adalah kewajibannya sekarang.

"Aku pulang dulu, Pa," Axel pamit setelah menikmati segelas kopi dan sepotong roti yang disediakan untuknya.

Sementara itu di ruangan Ruby, dia terus saja menguap, membuat Luna harus menegurnya.

"Kurang tidur lagi, Bos?" tanyanya saat atasannya itu mengusap sudut matanya yang basah setelah menguap untuk kesekian kalinya. "Dasar pengantin baru," ujarnya menggoda.

Ruby mengerutkan bibirnya. Jika saja Luna lebih muda darinya, dia akan menjitak kepalanya. "Pengantin baru ini baru saja merayakan hari jadi ke-6 bulannya tadi malam," ujarnya. "Sudah tidak bisa disebut pengantin baru lagi, Luna."

Luna menggeleng pelan, menolak untuk membenarkan pernyataan Ruby. "Jangan berkata seolah-olah aku belum menikah," katanya. "Kalau kalian masih melakukan seks setiap hari, maka kalian masih bisa disebut sebagai pengantin baru," ia menambahkan.

"Kenapa begitu?" Ruby bertanya dengan kerutan di dahinya. Bingung dengan penjelasan bawahannya yang lebih tua empat tahun darinya.

Luna berdeham lalu berkata, "Karena hanya pengantin baru yang masih penasaran dan terus mencari gaya baru untuk mencari kepuasan bersama dan menjelajahi tubuh masing-masing," jelasnya yang diikuti tawa yang cukup keras.

Refleks Ruby mengangguk-anggukkan kepalanya, membernarkan ucapan Luna. "Ucapanmu ada benarnya," dia menukas. "Kamu diam-diam memperhatikanku, ya?"

Luna mengangkat bahunya, cuek. "Akhir-akhir ini kau sering meminta es teh ditambah extra kopi, karena ingin melawan kantukmu itu," dia berkata. Wajahnya mengerut mengingat rasa yang tidak biasa saat Ruby menawarkan minumannya itu beberapa hari lalu.

HORMONES: Married Life [JENLISA | GB]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang