Matahari bersinar cukup cerah. Hari ini tepat satu minggu Ruby keluar dari rumah sakit dan dia baru saja pulang untuk mengecek keadaannya sesuai perintah dokter sebelum dia meninggalkan rumah sakit minggu lalu. Axel mengantarnya ke showroom milik ayahnya, tempat di mana dia bekerja sebagai manajer penjualan sejak tahun lalu.
"Bagaimana kalau nanti malam kita makan di luar?" tanya Axel ketika mengantar istrinya ke dalam showroom. Beberapa pegawai wanita merasa iri dengan pasangan muda yang lewat di hadapan mereka.
"Kamu udah minta izin?" tanya Ruby. Mereka memasuki ruangan tempat Ruby bekerja. Ruby melemparkan senyuman kepada stafnya yang sudah datang lebih dulu darinya.
Axel meletakkan tas Ruby di atas mejanya. "Aku masih harus minta izin?" tanya Axel tidak percaya. "Kan kita udah nikah, By. Masa masih minta izin?" Dahinya sedikit berkerut.
Ruby melempar ciuman kepada Axel. "Supaya Mama nggak masak terlalu banyak, Sayang. Nggak enak kalau Mama udah masak, eh, ternyata kita makan di luar," Ruby menjelaskan.
Bibirnya membentuk huruf 'O' ketika akhirnya dia mengerti. Dengan sigap Axel mengambil ponsel Ruby dari dalam tas dan mencari kontak mertuanya, setelah mengirimkan pesan singkat melalui ponsel Ruby, dia memperlihatkannya kepada sang pemilik ponsel sebagai bukti bahwa dia telah meminta izin untuk bisa makan malam berdua nanti.
"Kamu chat Mama seolah itu aku?" Ruby memicingkan matanya. Axel menyengir di tempatnya. "Aku pergi dulu, Sayang," ucapnya lalu diikuti kecupan di sisi kepalanya dan berjalan keluar dari ruangan Ruby. Dia tidak melihat wajah istrinya yang kini bersemu merah akibat perbuatannya, dan kata "Ciee..." yang diucapkan oleh Luna, stafnya yang menyaksikan kemesraan mereka berdua.
***"Bagaimana kondisi, Ruby? Hari ini jadwal dia kontrol, kan?"
"Pendarahannya udah berkurang banyak dan dia juga udah nggak merasakan nyeri di perutnya," jawab Axel. Tangannya kembali mengambil sendok kue dan memotong kue yang tersisa di piringnya.
"Jadi, kalian akan segera memulai program kehamilan?" tanya Tuan Marco lagi. Mereka berdua masih menghabiskan waktu di ruang rapat hotel setelah mengadakan rapat bulanan bersama para pegawai hotel.
"Mungkin belum," Axel menjawab. "Aku dan Ruby akan membicarakannya setelah pendarahannya benar-benar berhenti, Dad, dan setelah melakukan konsultasi lagi ke dokter," jelas Axel.
"Lalu bagaimana dengan apartemennya?" Tuan Marco mengganti topik pembicaraan mereka. Sudah satu minggu mereka berdua mengunjungi beberapa gedung apartemen, namun Axel sepertinya belum menemukan yang cocok untuknya. "Bagaimana kalau kamu membeli rumah saja? Atau kamu mau beli tanah aja?" Tuan Marco mengusulkan.
Axel berpikir sejenak. "Hmm... Membeli tanah, ya?" Dia menyapukan tangannya di rambutnya yang mulai panjang.
Setelah cukup lama terdiam, Tuan Marco menepuk tangannya untuk membuyarkan lamunan anak lelakinya itu dan menyuruhnya untuk kembali ke ruangannya dan kembali bekerja. Dia sudah terlalu banyak membuang waktu dan hotelnya sedang membutuhkan strategi baru untuk meningkatkan penghasilan hotel mereka yang sedikit menurun selama dua bulan berturut-turut.
***Babe 💕: [Aku udah otw sayang]
Ruby sedang membereskan mejanya saat ayahnya datang mengetuk pintunya dan mengajaknya pulang bersama.
"Tapi, aku mau makan malam di luar sama, El, Pa," katanya. Dia menyampirkan tas di bahunya dan mengunci pintu ruangannya karena dia orang terakhir yang pulang sore ini.
"Kamu nggak ajak Papa?" Tuan Kim bertanya.
Ruby menggelengkan kepalanya tanpa rasa bersalah. "Ini kencan, Pa," katanya. Ruby menggandeng lengan ayahnya menuju lobi showroom.
KAMU SEDANG MEMBACA
HORMONES: Married Life [JENLISA | GB]
FanfictionSebuah lanjutan cerita dari AU HORMONES di Twitter/X tentang Axel dan Ruby yang kini akan menjalani kehidupan mereka sebagai pasangan suami-istri [Dengan Perubahan Seperlunya] Lisa Edit ©Ryoma97 on Pinterest