Almost There

306 41 2
                                    

Dua minggu berlalu tanpa kejadian yang berarti. Kecuali mungkin bagian di mana Axel benar-benar hampir mendapatkan tendangan di selangkangannya. Bukan dari Ruby, tapi dari Nana yang tentu saja ingin mewakili temannya yang sedang dilanda cemburu. Selain itu, mereka hanya bisa menunggu pertanda dari bayi mereka yang mungkin akan keluar kapan saja dalam waktu dekat.

Menurut perhitungan dokter kandungan yang menangani mereka, persalinan Ruby akan terjadi diakhir bulan ini, dia mengucapakan itu 2 hari sebelum keberangkatan Axel ke Bali. Orang tua mereka juga semakin sering menanyakan bagaimana keadaan Ruby, apakah dia tidak merasakan kram atau nyeri disekitar perut atau panggulnya. Dan Ruby selalu meyakinkan mereka bahwa dia baik-baik saja dan belum merasakan apapun.

Sementara pasangannya mengisi waktu dengan membaca buku tentang persalinan dan bagaimana mengurus bayi yang baru lahir serta melihat berbagai video bayi yang dianggapnya lucu sambil mengelus-elus perutnya, Axel menyibukkan diri dengan set angkat beban yang ia beli untuk latihannya di rumah. Setiap pagi atau sepulang kerja sebelum ia mandi, ia memastikan dirinya bersimbah keringat, entah karena baru saja menyelesaikan set angkat bebannya atau sekedar berlari disekitar perumahannya.

"Kamu kenapa nggak nge-gym aja, sih?" tanya Ruby suatu hari. Dia merasa risih melihat peralatan olahraga Axel yang menghias ruang tengahnya.

Axel yang saat itu sedang mengangkat beban seberat 4kg di tangan kirinya menjawab dengan nafas tersengal. "Biar kamu nggak ngamuk," jawabnya singkat. Lalu kembali menggerakkan lengannya untuk melatih ototnya. "Ini juga termasuk persiapan menjadi ayah, tau," ia menambahkan.

Ruby mendecakkan lidahnya. Dia pernah mengikuti Axel ke gym satu kali, dan begitu melihat bagaimana wanita yang ada di sana menatap lelakinya lebih lama dari laki-laki lain yang tentu saja juga ada di sana, Ruby dengan tegas, jelas dan bringas menyampaikan pikirannya kepada Axel segera setelah mereka tiba di rumah. Dan Axel hanya bisa pasrah ketika Ruby memukulinya dengan tangannya sendiri atau dengan bantuan bantal kursi, yang dilengkapi dengan rangkaian kata-kata menuduh bahwa Axel sengaja mengenakan kaos longgar yang terbuka untuk memamerkan otot-ototnya.

Dan Ruby akhirnya diam saja. Fokusnya kembali tertuju buku yang sengaja ia beli karena waktu persalinannya yang semakin dekat.
***

Axel sedang menikmati waktu senggangnya saat Ruby datang dan mengisi tempat kosong di depannya sambil ikut berbaring. Tangannya bergerak merengkuh tubuh wanita yang lebih kecil untuk mengelus perut yang sudah sangat besar. Pandangannya masih tertuju pada film yang sedang ditayangkan di layar televisinya, dan ketika adegan seks muncul tangannya bergeser sedikit ke atas dan mencoba bermain dengan payudara yang juga ikut membesar karena akan menjadi penghasil makanan untuk anak mereka nanti.

Bukan hanya itu, berkat film yang mengandung adegan dewasa, walaupun durasinya cukup pendek, Ruby bisa merasa benda setengah keras menggesek area punggung bagian bawahnya. Tanpa melihatnya, dia sudah tahu apa itu. Tapi ada hal lain yang lebih penting untuk ditanyakan. Dia mengusap tangan Axel yang masih bermain dengan payudaranya untuk memberikan sinyal, dan begitu perhatian Axel tertuju padanya, Ruby pun mengajukan pertanyaannya.

"Kamu nggak mau makan pizza?"

"Hm?"

"Atau chicken wing?" Ruby kembali bertanya, kali ini ia mencoba menengok agar segera mendapatkan jawaban.

"Kamu mau ngemil?" Axel kembali mengelus perut Ruby dengan sangat lembut.

Ruby menggeleng. "Siapa tau kamu lapar karena nonton film," gumamnya.

Axel tahu bahwa perkataan ruby itu hanya sebuah formalitas dan mau tidak mau dia harus memilih karena ia harus membantu Ruby untuk memilih, bukan untuk mempertanyakan kembali kenapa ia ingin memesan makanan padahal belum dua jam setelah mereka makan siang.

HORMONES: Married Life [JENLISA | GB]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang