"Assalamualaikum... Om.... Tante...." teriak seorang wanita dewasa seraya membuka pintu.
"Waalaikumsalam salam..." sahut wanita paruh baya pemilik rumah.
Dengan berlari kecil wanita yang baru tiba itu menghampiri pemilik rumah yang merentang kan kedua tangannya, lalu mereka bertemu dalam pelukan.
"Om Amir mana?" tanya wanita itu tak sabar.
"Di sini nak" sahut seseorang yang di cari. Wanita itu menoleh ingin segera melihat sang paman, tapi matanya justru tertuju pada seorang pria paruh baya asing yang ikut berdiri di samping pamannya. Pria paruh baya itu menorehkan senyum ramah padanya, lalu ia melangkah mengikuti pemilik rumah, paman dari wanita itu tak lain bawahannya.
"Kenalkan bos, keponakan saya. Fit, ini bos Om nak" sahut pemilik rumah bernama Amir, manager pabrik di perusahaan pria yang berdiri di samping nya. Wanita itu mengulurkan tangannya lebih dulu sebagai bentuk sopan santun.
"Fitiara Kirana" serunya seraya tersenyum.
"Abram Bremdi" sahut pria paruh baya itu, masih ia menatap Fitiara seakan terpikat dengan wanita sederhana di hadapannya. Wanita yang usianya berbeda jauh, melebihi semua jari jemari tangannya. Tak beda jauh dari usia anak sulungnya.
Tangan keduanya terlepas perlahan, tapi masih mata Abram menatap Fitiara yang tersenyum pada bibi nya. Lalu mereka berpindah ke ruang tamu.
Saat Abram dan Amir paman dari Fitiara bercakap-cakap membahas soal pekerjaan. Di tengah Amir serius menjelaskan produk sebagai manager pabrik, Abram mengedarkan pandangan dari pembicaraan serius itu pada Fitiara yang tiba menyuguhkan dua cangkir teh.
"Terima kasih yah" seru Abram berbicara kedua kalinya, dan itu hanya pada Fitiara, sedari tadi bersama bawahannya, ia hanya diam serius mendengarkan.
"Sama-sama, silahkan pak" sahut Fitiara ramah lalu pamit berkumpul bersama bibi juga sepupu nya tak jauh dari mereka.
Dari tempat nya duduk, Abram sesekali melirik Fitiara yang berbincang dan tertawa, sesekali bibirnya mengukir senyum kecil tak kala melihat bibir penuh Fitiara mengukir senyum terlihat indah dan menggoda.
Di tengah perbincangan, Fitiara menoleh ke arah ruang tamu melihat dua orang pria paruh baya di sana membahas pekerjaan, lalu mata Fitiara tertuju pada Abram yang mana pria itu juga menatap nya. Lagi Abram mengukir senyum pada Fitiara, dan wanita itu membalas lebih lebar lalu menarik tatapan ikut pembahasan bibi dan sepupunya.
Kening Fitiara mengkerut merasa aneh dengan bos dari pamannya itu, yang ia sadari menatapnya sedari tadi.
"Tante, bapak itu owner di perusahaan Om Amir bekerja?" tanya Fitiara dengan berbisik.
"Iya, kenapa nak?"
"Apa dia selalu membahas keadaan pabrik di rumah Tante?"
Dhian, bibi dari Fitiara itu menggeleng.
"Tidak, pak Abram itu datang untuk membahas tentang keadaan pabrik secara langsung dengan Om mu. Juga dia baru kembali dari luar negeri menghadiri pernikahan anak sulungnya" terang Dhian Fitiara manggut-manggut.
"Apa kata istri nya kalau pak Abram lama di sini, di rumah yang ada dua anak gadisnya" canda Fitiara bermaksud dirinya dan adik sepupu nya yang berusia 19 tahun. Bibi dan sepupunya malah cekikikan.
"Kak, pak Abram itu duda. Di tinggal mati istri nya sudah 7 tahun" terang Risti adik sepupunya.
Fitiara menoleh pada Abram setelah mendengar pria paruh baya itu seorang duda, dan saat itu juga Abram mengangkat pandangan dari menatap kertas di tangan nya. Segera Fitiara berpaling saat mata mereka tertuju. Dan saat Abram kembali menurunkan pandangan pada kertas di tangan nya, ia tersenyum kecil kala mengingat pandangan mereka bertemu barusan.
"Kak" panggil Risti berbisik
"Hum apa?"
"Kedua anaknya sudah menikah, yang bungsu lebih dulu menikah dan sudah punya anak"
Fitiara tergemap hingga matanya terbelalak mendengar pria yang tengah mereka bahas menyandang kategori kakek.
"Kakek dong!" pekik Fitiara, masih matanya terbelalak.
"Kakek siapa Fit?" tanya Amir dari tempatnya duduk, suara Fitiara membuat kedua pria itu terkejut.
"Kalau bahas soal kakek saya juga ambil bagian" seru Abram membuat semua orang tertawa.
"Pak Abram punya cucu?"
Fitiara yang meski sudah tahu tapi masih penasaran memberanikan diri bertanya. Di situ Abram sempat terkejut,. Bukan karena merasa pertanyaan Fitiara kurang ajar atau merasa malu dengan sebutan kakek itu,. Hanya ia tak menyangka Fitiara yang memulai percakapan.
Sebenarnya saat Fitiara menyuguhkan teh tadi, ia berpikir wanita itu akan ikut duduk bergabung sehingga mereka bisa bercakap-cakap.
"Iya, satu cucu" sahut Abram terlihat tak masalah, malah ia meletakkan kertas yang ia pegang.
"Maaf, pak Abram menikah muda? Kalau di lihat pak Abram tidak beda jauh dari Om Amir?"
"Saya menikah di usia 23 tahun, dua bulan menikah istri saya mengandung anak pertama kami berjenis kelamin laki-laki yang sekarang berusia 27 tahun,. Setahun setelahnya istri saya mengandung lagi anak kedua berjenis kelamin perempuan yang sekarang berusia 25 tahun. Dari anak bungsu saya itu saya memiliki seorang cucu laki-laki" terangnya dengan senang hati bercerita seraya bibir nya mengukir senyum.
Di hadapannya dengan jarak lima meter, wanita yang bertanya itu manggut-manggut.
"Anak pak Abram menikah usia muda yah, 25 tahun sudah memiliki anak?"
"Iya, dia menikah penghujung usia 19 tahun"
Lagi Fitiara manggut-manggut.
"Kamu sendiri sudah menikah?"
Abram tampak menunjukkan ketertarikan melalui pembahasan mereka.
"Belum pak"
Fitiara menyengir setelah mengatakan hal itu, ia selalu malu ketika seseorang bertanya Apa ia sudah menikah? Kenapa belum menikah?. Pasti orang-orang akan menyangkut pautkan dengan usianya yang telah menginjak kepala 3. Padahal wanita itu punya alasan mengapa ia ragu bahkan takut untuk menikah.
"Kenapa belum?"
Saat perbicangan jarak jauh itu berlangsung, Amir dan istri saling tatap dari dudukan mereka melihat dua orang asing yang baru kenal berbincang seolah saling mengenalkan diri. Yang membuat mereka keheranan, karena bos Abram tak pernah tertarik sebelumnya membahas wanita manapun.
Begitupun dengan Fitiara, pasutri itu tahu keponakan mereka selalu menghindari pembahasan jika menyangkut lawan jenis nya, tapi kali ini dua orang berbeda usia jauh itu seolah menemukan ketertarikan satu sama lain, terbuka untuk hal-hal yang tak pernah mereka lakukan sebelumnya.
"Tidak ada yang suka pak" ujar Fitiara, tentu ke empat orang yang ada di sana tak percaya jika melihat dari segi paras dan tampilan. Di tambah Fitiara seseorang yang ramah dan ceria, rasanya tak mungkin jika lamaran tak ada untuk nya.
"Bohong pak, dari usianya menginjak 16 tahun Fitiara sudah ada yang melamar, bahkan bisa di katakan lamaran setiap tahunnya datang untuknya" sela Dhian mengatakan fakta yang sebenarnya. Bahkan kedatangan keponakan dari suaminya itu tak lain untuk menghindari lamaran.
"Wah, kenapa satupun tidak ada yang kamu minati?" tanya Abram. Semua Anggota keluarga diam saling lirik tak mungkin mengatakan alasan Fitiara enggan untuk menikah.
"Belum jodoh mungkin pak" sela Risti menutup pembicaraan melihat kakak sepupunya nampak bingung untuk menjawab.
"Semoga kamu ketemu jodoh yah di sini" ujar Abram di sahuti kata aamiin oleh semua orang, dan yang di doakan justru tertawa lepas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Di Kejar Cinta Bos Paman
RomanceLamaran ku tinggalkan, jodoh ku dapat. Kiasan itu mungkin cocok untuk Fitiara Kirana yang pergi dari rumah nya karena menolak di jodohkan dengan seseorang yang tak ia sukai. Ibu kota Indonesia menjadi tujuannya, karena di sana ada paman serta bibiny...