Bab 39. Perihal Selaput Dara

5.8K 175 5
                                    

Tok! Tok! Tok!

Fitiara segera menepis pikirannya, tak mau karena hal itu sarapan pertama kali bersama anak dan menantu dari suaminya akan rusak nantinya.

Di bukanya pintu untuk room service yang tiba membawa beberapa menu. Menghidangkan sesuai instruksi darinya.

"Terima kasih" seru Fitiara ramah. Lalu menghubungi Abram memberitahu sarapan telah siap.

Ia menunggu di tepian tempat tidur dengan perasaan tak tenang, masih memikirkan perihal noda merah yang tak ia miliki, dan iapun kini takut jikalau menjelaskan pada seorang pria tak lain suaminya, pria itu tak akan paham sehingga tak mempercayai.

"Wah sudah siap rupanya" seru Abram tiba tak Fitiara sadari, padahal seharusnya ia mewanti hal itu, karena ia sengaja tak merapatkan daun pintu.

Fitiara menoleh menatap suaminya risau, tak tahu harus mengatakan apa perihal noda darah yang pasti suaminya sadari.

"Kamu kenapa sayang?" Abram mengikis jarak mendekati istrinya yang nampak risau.

Fitiara menarik tangan Abram duduk di sampingnya, memutar tubuhnya saling menghadap, masih memandang risau.

"Ada apa sayang? Bapak tidak apa-apa kan?" lagi tanya Abram cemas akan hal lain.

"Mas," Fitiara menggenggam tangan Abram dengan kedua tangannya.

"Kenapa sayang?"

"Yang bereskan tempat tidur tadi mas kan?" Abram mengangguk santai. "Tidak ada noda darah di sprei itu apa tanggapan mas?"

Abram mengernyit heran istrinya bertanya hal seperti itu, padahal jika di pikir seharusnya dirinya lah yang bertanya.

"Kenapa bertanya seperti itu?"

"Banyak yang bilang berdarah saat malam pertama pertanda masih perawan,. Walaupun tidak semuanya wanita memiliki itu, tapi tanggapan mas apa?"

Abram memandang bingung sang istri yang kian bertambah khawatir hingga binar di mata wanita itu memancarkan ketakutan. Abram tahu apa yang tengah wanita itu pikirkan, pasti rasa takut mengecewakan menguasai hati dan pikirannya. Sebenarnya dirinya tak ingin mempermasalahkan hal tersebut. Tapi rasa penasaran mendorongnya bertanya.

"Ada pria lain lebih dulu dari ku?"

Pertanyaan prianya membuat genangan di pelupuk mata Fitiara terjatuh seketika. Suaminya hanya bertanya, tapi dirinya merasa di tuduh. Ia melipat kedua lututnya di hadapan suaminya, memeluk tubuhnya erat, membenamkan wajahnya ke dada bidang prianya.

"Tidak sayang, aku tidak pernah melakukan itu dengan orang lain, mas yang pertama. Aku juga tidak tahu kenapa aku tidak memiliki selaput dara,. Tapi aku masih perawan mas" lirihnya terisak, tangisannya terasa menyayat hati Abram.

"Mas hanya bercanda" papar Abram mencoba melepaskan kedua tangan Fitiara yang melingkar erat di tubuhnya.

"Jangan kecewa padaku yah mas, jangan menganggap ku yang tidak-tidak,. Jangan berubah padaku" cicit Fitiara menengadah menatap suaminya memohon.

"Sudah sayang sudah, mas tidak berpikir ke situ..."Abram menangkup kedua pipi wanitanya, membuat istrinya itu menatap. "Cinta mas ke kamu bukan memandang selaput dara, mas tidak perduli dengan hal itu. Mas paham sedikit hal seperti ini, mendiang istri mas dulu seorang dokter, dia pernah menjelaskan pada mas hal-hal kecil seperti ini, jadi mas tahu. Tanpa kamu menerangkan semua itu mas tahu, mas merasakannya"

Abram menarik Fitiara berdiri, memangku istrinya yang bersedih hebat itu. Ia mengeringkan kedua pipinya, lagi menangkup kedua pipi wanitanya.

"Yang kita lakukan tadi malam sangat luar biasa, kenikmatan dan kebahagiaan yang mas rasakan tadi malam sangat indah. Bukan karena selaput dara yang kamu takut kan, Tapi karena mas melakukan dengan seseorang yang sangat mas cintai"

Di Kejar Cinta Bos PamanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang