Bab 45. Mendekati Istri Sendiri

2.2K 166 6
                                    

Bagasi motor penuh akan belanjaan Halif. Anak berusia 5 tahun itu tak hentinya tersenyum bahagia, bahkan sepanjang perjalanan pulang dia terus mengoceh pada Abram yang mengajaknya mengobrol. Halif menjawab dengan kata yang kadang terbalik-balik, dan itu membuat Abram terhibur.

"Anak ini mirip bundanya, ceria dan rasa keingintahuannya tinggi" batin Abram mengingat Fitiara istrinya.

Motor memasuki halaman rumah, di mana mobil milik ayah mertuanya terparkir. Dengan menggendong Halif, tangan satunya menenteng satu tas penuh belanjaan.

"Assalamualaikum" serunya bersama Halif yang dia turunkan dari gendongan.

"Waalaikumsalam,." sahut Amir. "Dari mana bos?"

"Bawa Halif belanja es krim, dia sedih tadi di tinggal mamahnya ke rumah sakit"

"Ooh,. Pantas senang sekali dia"

"Oh iya pak Amir, bagaimana keadaan istri saya?"

"Sudah jauh lebih baik"

Abram berucap syukur meski hal lain masih mengganggunya, tapi kembali lagi pada tekadnya, perlahan dan bertahap.

"Pak Amir istirahat saja di rumah, biar saya yang ke rumah sakit menjaga istri saya"

"Baik bos, bapak dan mamak nya Fitiara juga akan ke rumah sakit"

Menunggu kedua mertuanya bersiap-siap, Abram membahas pekerjaan bersama Amir. yang mana kantor saat ini menjadi tanggung jawab Arya dan Leni. Dan di pabrik ada Nia, tapi Amir berencana akan kembali setelah Fitiara keluar dari rumah sakit, karena Risti pun harus kembali berkuliah.

"Sudah siap pak, buk?" tanya Abram pada kedua mertuanya yang ada di sekitar, mereka mengangguk bersama-sama ke rumah sakit.

Sepanjang perjalanan Parman dan Rosana bertanya hubungan anak dan menantunya sebelum mereka menikah, dan Abram mengatakan semuanya.

Dia jujur mengatakan jika tertarik pada Fitiara saat pertama kali bertemu di kediaman Amir. Bahkan dia juga menawari perkejaan supaya bisa mengenal lebih dekat wanita itu. Dia juga bercerita bagaimana dia dulu membuat Fitiara sibuk karena tak ingin dia bertemu dengan temannya yang dia pikir seorang pria.

"Haha... Perempuan itu namanya Adila,. Dia teman Fitiara dari kecil, bahkan saat Fitiara amnesia dia salah satu temannya yang tidak pernah menyerah menceritakan masa-masa yang Fitiara lupakan. Tapi sudah dua tahun ini mereka berpisah karena Adila ikut dengan orang tuanya pindah ke Jakarta, dan katanya dia akan menikah" papar Parman. Sekali lagi dia dan istrinya tertawa mendengar Abram cemburu buta pada seorang wanita.

"Hubungan kalian setelah pacaran bagaimana?" tanya Rosana

"Sebenarnya hubungan pacaran kami tergolong singkat, saya mengatakan cinta pada Fitiara lalu melamarnya"

Parman menatap istrinya yang duduk di kursi belakang melalui kaca spion dalam, mereka manggut-manggut mengakui keseriusan pria yang sedang mengemudi itu.

"Apa kalian pernah pergi berdua?" tanya Rosana.

Abram sempat ragu untuk bercerita, takut apa yang akan dia katakan menurutnya tak apa-apa, tapi bagi kedua orang tua Fitiara menganggap kurang ajar.

"Hanya dua kali. Kami makan bakso berdua itu sebelum kami berpacaran, tapi saya meminta ijin pada pak Amir. Dan yang ke dua saat saya mempertemukan Fitiara dengan anak-anak dan menantu saya"

Lagi kedua pasutri tersebut manggut-manggut mengakui. Mereka membenarkan ucapan Fitiara dulu yang mengatakan mereka tak pernah berbuat macam-macam saat bersama. Dan dia sangat setuju dengan pilihan Fitiara kini. Dia seseorang yang bertanggung jawab. Tapi apa daya keadaan kini tak sesuai harapan mereka.

Di Kejar Cinta Bos PamanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang