Belum sempat mengganti pakaian dengan yang lebih santai, Abram kini tiba di depan kediaman Fitiara di petang hari.
Tampilannya yang berwibawa nan berkharisma dengan balutan set jas, menjadi pusat perhatian pengguna jalan, juga para tetangga yang keluar dari kediaman mereka.
Ketika jalan cukup sepi dari kendaraan, Abram mengambil langkah menyebrang ke kediaman Parman. Rasanya ada rindu tersendiri pada kediaman sederhana tersebut, rasa rindu itu membuat senyum terus mengembang di bibirnya, tak sabar ingin bertemu dengan mereka semua, terutama anak bungsu keluarga tersebut.
Abram berdiri di depan pintu menenangkan diri sebentar lalu mengayunkan ketukan seraya mengucapkan salam dengan cukup keras mengguncang keheningan. Dan tak lamanya daun pintu di bukakan oleh Rosana.
"Assalamualaikum buk" seru Abram saat pintu baru terbuka beberapa centi saja, dan betapa terkejutnya Rosana hingga matanya melotot.
"Waalaikumsalam..! Pak.....! Menantu ta datang...!" seruan beliau menggema. Abram tersenyum tak menyangka kedatangannya di tunggu oleh kedua mertuanya. Dan dia hampir saja melakukan kesalahan jika hanya mengikuti kemarahannya saja.
Parman bergegas memenuhi panggilan, beliau berdiri di samping Rosana pun menatap Abram seakan tak percaya. Lalu mertua dan menantu itu berpelukan penuh emosional.
"Ayo masuk" kata Rosana, ketiganya beranjak memasuki rumah, berkumpul di ruang tengah. Hanif dan Halif yang mendengar suara paman mereka pun segera menemui.
"Oh iya, Fitiara kemana? Kok tidak terlihat?" Abram celingak-celinguk memerhatikan sekitar, sudah tak sabar ingin segera bertemu dengan istrinya.
"Fitiara ke rumah sakit melakukan check-up"
Seketika kebahagiaan di wajah Abram berubah khawatir.
"Istri saya sakit apa? Kenapa tidak ada yang menghubungi saya" panik dan sedih menghiasi wajah Abram.
"Fitiara tidak apa-apa, dia hanya memeriksakan lututnya yang kecelakaan tempo hari. Sebenarnya lututnya kembali sakit saat Fitiara memaksakan berlari mengejar mobil yang membawa mu pergi" terang Rosana. Abram menutup mulutnya tak menyangka.
"Dia tidak akan berhenti jika dia tidak jatuh" sambung Rosana membuat Abram benar-benar menyesal, terlebih lagi dia hampir membatalkan pernikahan mereka.
"Tapi sekarang keadaannya sudah tidak apa-apa kan?
"Iya, hanya sekedar check-up saja"
"Abram" panggil Parman memasang wajah serius
"Iya pak"
"Apa kedatangan mu ke sini untuk memberi kesempatan pada pernikahan kalian atau bagaimana?"
Ketiganya hening memasang wajah serius.
"Saya sadar saya tidak bisa tanpa Fitiara, saya sangat mencintainya, saya ingin tetap bersama dengannya"
Parman dan Rosana berucap syukur merasa lega, doa yang mereka panjatkan di ijabah sang pencipta.
Mobil yang di kendarai Mirna pun tiba memasuki halaman rumah. Mendengar itu, semuanya berdiri dari dudukan mereka menunggu Fitiara tak sabar.
"Assalamualaikum,." seru Fitiara, mendengar suara istrinya, Abram tersenyum segera membalas salam.
"Waalaikumsalam,."
Fitiara berhenti sebelum mendekat ke ruang tengah, dia merasa ramai suara itu terselip suara suaminya. Dia pun kembali merindukan Abram yang bahkan tak pernah lepas dari pikirannya barang sebentar saja.
Kembali Fitiara menggerakkan tongkat elbow di tangan kanannya, meneruskan langkah ke ruang tengah.
"Mak.." panggilnya dan seketika tercengang mendapati Abram di antara kedua orang tuanya hingga tongkat elbow nya terlepas, Fitiara menahan diri pada dinding di sekitar masih sama menatap Abram seakan tak percaya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Di Kejar Cinta Bos Paman
RomansaLamaran ku tinggalkan, jodoh ku dapat. Kiasan itu mungkin cocok untuk Fitiara Kirana yang pergi dari rumah nya karena menolak di jodohkan dengan seseorang yang tak ia sukai. Ibu kota Indonesia menjadi tujuannya, karena di sana ada paman serta bibiny...