Abram bercerita dengan senang hati selama hampir sejam. Menceritakan kejadian selama mereka kenal, tanpa memberitahukan jika mereka memiliki ikatan cinta yang kini menjadi ikatan pernikahan.
Abram takut Fitiara yang tak mengingat apapun akan syok dan tak terima pernikahan mereka nantinya.
Soal percaya atau tidaknya Fitiara setelah dirinya bercerita, dia tak akan memaksa.
Seperti rencananya di awal, dia akan mendapatkan perhatian dari Fitiara terlebih dahulu, lalu membuatnya jatuh cinta, dan mendapatkan hatinya kembali.
"Jadi... Saya pernah bekerja di perusahaan pak Abram sebagai OB?" pertanyaan Fitiara di anggukan Abram. "Tapi sebenarnya pak Abram ingin menempatkan saya di posisi asisten sekretaris, tapi karena ada kesalahpahaman saya memilih mundur dan minta di pindahkan ke pabrik bersama om Amir?" lagi Abram mengangguk, melihat ekspresi dari Fitiara, tampaknya istirnya itu percaya dan tak terlihat marah.
"Saya jadi ingin makan bakso yang pak Abram cerita kita makan bakso semangkuk berdua haha..."
Abram tersenyum sumringah melihat istrinya tertawa, tampaknya Fitiara tak apa dengan kedekatan di antara mereka, meskipun dia belum tahu hubungan mereka yang sebenarnya.
"Jadi bagaimana ceritanya saya dan pak Abram bisa ada di sini?"
Pertanyaan itu membuat Abram bingung, karena mereka berdua ada di kota tersebut untuk sebuah pernikahan.
"Karena sebuah insiden di pabrik yang saya ceritakan tadi kamu memutuskan pulang, makanya saya antar"
Kening Fitiara bertaut sedih, meski dia tak mengingat kejadian di pabrik waktu itu, lebih tepatnya saat dirinya dan Lisa bertengkar. Tapi dia tahu pasti sakit sekali rasanya di fitnah dan tak di percayai.
"Tapi saya sudah meminta maaf sama kamu" timpal Abram segera melihat Fitiara bersedih.
"Saya maafkan pak Abram?"
"Mungkin kamu tidak percaya, tapi kamu memaafkan saya"
"Semudah itu? Pak Abram cerita pak Abram membentak saya, memecat saya, bahkan mengusir saya, tapi kok bisa secepat itu saya memaafkan pak Abram?"
Rosana dan Parman pun menjadi tegang menyaksikan pembahasan yang tadinya seru kini berubah tegang.
"Karena kamu baik hati" tandas Abram. Tapi lagi Fitiara menatap tak percaya. "Sebagai permintaan maaf, saya menawarkan diri mengantar kamu pulang"
Masih Fitiara menatap tak percaya hingga menggeleng kecil merasa itu tak masuk akal.
"Saya ada buktinya"
"Mana?"
"Di handphone mu, periksa saja koleksi foto-foto mu"
Fitiara melakukan apa yang Abram katakan, membuka koleksi foto miliknya sudah memperlihatkan foto mereka berdua saat di dalam pesawat. Foto itu menjadi foto terakhir yang Fitiara ambil sebelum dirinya kecelakaan. Fitiara termasuk seseorang yang jarang berfoto, bahkan saat pernikahannya pun dia sama sekali tak pernah berfoto menggunakan ponselnya.
Dan di foto itu, meski tak ada yang berlebihan hanya foto berdua, tapi terlihat akrab dan dekat. Terbukti dari senyum yang mengembang di bibir keduanya, dan di foto tersebut juga tertera rincian waktu pengambilan gambar, sehingga Fitiara percaya itu bukan sebuah foto rekayasa.
Fitiara akhirnya percaya, dirinya memang telah memaafkan Abram. Tapi dia yang penasaran mengecek satu persatu foto yang ada.
Ada sekitar empat foto yang mereka ambil saat itu. Dua di antaranya hanya berbeda gaya jarinya saja. Dari yang memberikan jempol dan memberikan dua jari. Lalu foto ketiga membuat Fitiara merasa ada kedekatan khusus antara dirinya dengan Abram.
Di foto itu Fitiara menekan kedua pipi Abram dengan jarinya. Dan foto terakhir dia menyandarkan kepalanya ke pundak Abram, terlihat sangat nyaman dan dekat.
Fitiara mengangkat pandangan menatap pria pemilik ponsel tersebut yang tersenyum teduh menatapnya.
Ia menatap dalam-dalam wajah dewasa pria itu, dan entah mengapa dirinya menyukai melihat matanya, hidungnya, bibirnya, bahkan jambang serta kumisnya terlihat seperti paket komplit.Dengan sadar Fitiara mengarahkan tangan pada wajah Abram, menyentuh wajah pria itu lembut masih sama menatap bingung, tapi hatinya terbesit ada rasa nyaman. Lalu sebuah peristiwa terpatri cukup jelas. Saat mereka di sebuah warung bakso, tepatnya saat mereka baru saja selesai menggelar resepsi malam. Di peristiwa itu dirinya menyentuh dagu Abram sama seperti yang dia lakukan saat ini. Seolah peristiwa itu menuntunnya kembali melakukan hal yang sama.
Peristiwa yang muncul bak ingatan itu membuat bingung, hingga meluruhkan air matanya terjatuh begitu saja.
"Sebenarnya pak Abram siapa?"
Fitiara seakan frustasi dengan peristiwa yang muncul membentuk ingatan. Dia meyakini banyak yang telah terjadi, tapi mengapa di antara itu gambaran tentang Abram yang muncul, seolah menerangkan mereka ada sesuatu bukan sekedar bawahan dan atasan, tapi lebih dari sekedar itu.
Dan pertanyaan Fitiara barusan membuat mata Abram berkaca-kaca menatap istrinya seakan memelas, memohon untuk segera di ingat.
"Istirahat lah, jangan paksakan dirimu" bujuk Abram seraya mengusap puncak kepala Fitiara tak mau membebaninya. Tapi justru sentuhan yang dia berikan membuat beberapa peristiwa kembali tertampil di ingatan wanita itu. Saat seorang pria mengusap puncak kepalanya, dan itu bukan hanya sekali atau dua kali, tapi sering. Dan Fitiara meyakini yang melakukan itu tak lain adalah Abram.
"Aakkh"
Fitiara mengerang menyentuh kepalanya yang tiba-tiba di serang rasa sakit bersamaan dengan peristiwa yang mencuat begitu saja.
Abram segera memanggil dokter hingga suaranya menggema di sepanjang koridor.
Kejadian-kejadian selama dirinya amnesia mencuat saling bertabrakan dengan masa lalu.
"Aaaakkkh"
Semua orang bertambah panik hingga menangis melihat Fitiara meronta memukul-mukul kepalanya sendiri.
"Sayang,. Sayang,. Hey, sayang" Abram mengguncang kedua pipi Fitiara yang kacau, dirinya tak menyangka karena ingin membuat istrinya mengingat tentang mereka, dia justru membuat istrinya kesakitan hingga seperti itu.
Tak lamanya dokter tiba memberi suntikan penenang. Dan ketika obat mulai bereaksi, tubuh Fitiara kian bertambah lemas, juga matanya terlihat sangat berat. Tapi masih netranya tertuju pada Abram yang masih setia berada di sampingnya.
"Pak.." lirih Fitiara nyaris tak terdengar, terlihat sangat rileks hampir-hampir matanya tertutup.
"Iya Fit, saya di sini, saya di sini"
Abram mendekatkan diri mengusap lembut rambut Fitiara, menatapnya dalam nan lekat dari jarak sangat dekat.
"Suamiku"
Satu kata dari Fitiara membuat Abram terguncang tak menyangka. Saat ingin menanyainya lebih, Fitiara telah tertidur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Di Kejar Cinta Bos Paman
RomanceLamaran ku tinggalkan, jodoh ku dapat. Kiasan itu mungkin cocok untuk Fitiara Kirana yang pergi dari rumah nya karena menolak di jodohkan dengan seseorang yang tak ia sukai. Ibu kota Indonesia menjadi tujuannya, karena di sana ada paman serta bibiny...