9.KELUARGA LEONARDL

31 18 0
                                    

Maisya terus memandangi bingkai foto ayah dan ibunya, matanya memicing tajam. Memikirkan siapa yang sudah terlibat dalam membunuh orang tua, meski dia sendiri tahu dari pamannya bahwa orangtuanya meninggal karena sebuah kecelakaan yang cukup janggal. Maisya masih menyimpan koran lama dimana berita tabrakan beruntun itu terjadi yang tersimpan di laci belajarnya.

Hari semakin malam udara dingin juga mulai kencang menembus jendela balkon belum Maisya tutup. Maisya berniat keluar kamar untuk menyapa Bi Rumi yang sedang menyajikan makanan di atas meja. Sebelumya dirinya menutup jendela balkon dan bergegas kebawah.

"Malam Bibi, makan apa kita malam ini?" tanya Maisya.

"Ada capcay dan bakso goreng dengan sambal dan lalapan non," sahut Bi Rumi.

Maisya memandangi makanan dengan wajah lesu, ah lagi-lagi dirinya lupa memberikan uang belanja pada Bi Rumi dirinya merasa bersalah. Padahal dirinya menginginkan makanan berkuah karena udara kali ini cukup dingin. Namun dirinya tak pantas mengeluh lagi pula dirinya sendiri yang lupa memberikan uang bulanan.

Maisya duduk menyendok nasi dan capcay sementara Bi Rumi menuangkan air kedalam gelas. Suasananya selalu seperti itu walaupun demikian Maisya tak merasa kesepian karena merasa sangat diperhatikan oleh BI Rumi layaknya seorang ibu pada anaknya.

"Bi ini uang belanjanya maaf ya Adel lupa soalnya banyak tugas di sekolah," ucap Maisya.

Bi Rumi memang seperti itu tidak berani meminta sebelum Maisya yang memberikannya. Bi rumi selalu memanfaatkan bahan makanan yang masih ada atau berinisiatif membelinya dengan uang pribadi. Mau bagaimanapun Bi Rumi sudah menganggap Maisya sebagai putrinya dan tidak perhitungan masalah uang.

"Ah, tidak apa-apa non. Bibi masih cukup tadi untuk membeli bahan capcay dan sisa baksonya Bibi goreng karena Bibi tahu non Adel suka," jelas Bi Rumi kemudian duduk di hadapan Maisya.

"Aaa…makasih Bibi. Walaupun tadinya Maisya mau yang berkuah tapi baso goreng pun tak masalah!" seru Maisya memeluk Bi Rumi.

"Iya non, maaf ya bibi gak tahu," ujar Bi Rumi.

Maisya terbiasa makan bersama dengan Bi Rumi mereka sudah tidak canggung seperti pegawai dan majikan, keduanya saling peduli bahkan tak segan untuk saling bercengkrama.

"Non lain kali kalo ajakin bibi nonton film lagi jangan hormon ya non," ucap Bi Rumi.

"Hah hormon? Horor kali Bi, Bibi ini masih aja lucu dari dulu," kekeh Maisya dan melanjutkan makannya.

***
Pagi ini matahari bersinar terang, memasuki celah jendela membangunkan seorang pria yang masih bergulat dengan mimpi terlihat berusaha membuka matanya. Aktivitasnya bahkan terganggu dengan suara notifikasi yang menelisik masuk ke telinga, ponselnya terus berbunyi menampilkan beberapa pesan yang masuk.

Pesan kemarin.

-"Sayang, kamu
kemana sih! Aku nunggu kamu di kafe Viktoria seharian."
(14:37)

-"Santara aku bilang papah ya kalo kamu gak datang juga, aku masih di kafe nunggu kamu."
(15:45)

Pesan hari ini.

-"Alviar, jemput aku sekolah pokoknya kita berangkat bareng."
(06:30)

-"Al, jangan bilang kemaren lo jalan sama jalang sialan itu, ihh."
(07:15)

-"Al aku udah siap, cepetan jemput. Kamu hutang penjelasan sama aku."
(07:30)

Read.
(07:35)

Sangat menggangu, tentu saja. Fanka lah pelakunya. Dirinya terus saja mengirim pesan pada pemuda bernama lengkap Santara Alviar Leonardl tepatnya laki-laki yang sudah menyandang sebagai tunangannya. Tidakkah cukup kemarin Alviar menghindari gadis cerewet itu dan berkumpul makan seblak bersama teman temannya kemudian berlanjut berkumpul di rumah Kazio. Rasanya dirinya terus merasa bersalah dan takut Fanka mengadu. Akan tetapi, jika dirinya terus saja menghindar maka dirinya akan mendapatkan masalah. Mau tidak mau dirinya harus mengikuti kemauan gadis itu kali ini, agar dirinya bisa bernafas lega.

MAISYA ADELLA (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang