Sepulang sekolah Alviar mengantarkan Fanka pulang hingga kerumah dengan selamat. Bahkan Geraldy, ayah dari Fanka sangat menyambut hangat Alviar di rumahnya. Dirinya baru saja pulang dari kantor dengan beberapa bawahan yang selalu bersamanya. Geraldy yang melihat senyuman yang tidak lepas dari sudut bibir putrinya membuat dirinya ikut senang. Geraldy mengelus puncak kepala putrinya yang terlihat sangat bahagia.
"Putri papah keliatan bahagia banget hari ini. Alviar saya senang kamu semakin dekat dan perhatian pada Fanka. Kamu tahu bukan jika pernikahan kalian akan di percepat?" Tanya Geraldy.
"Aku sama Alviar udah pasti bahagia, pah!" seru Rafanka menggandeng Alviar.
Alviar hanya bisa memaksakan wajahnya tersenyum saat Fanka melihat kearahnya.
"Maaf Om, tapi saya belum siap menjadi seorang suami," jawab Alviar yang merasa keputusan ini terlalu cepat dan kini lengkungan di bibir mungil Fanka mengatakan bahwa dirinya kecewa dengan jawaban Alviar.
Sebenarnya Alviar sudah mengetahui segalanya dari Erick tentang pernikahannya yang di percepat setelah kelulusan. Hal itu juga membuatnya menjadi lebih sering menghabiskan waktu dengan Fanka. Walaupun Alviar melakuakannya dengan perasaan terpaksa dan tanpa memiliki cinta untuk Fanka. Dirinya tatwp harus melakukannya demi memenuhi keinginan ayahnya yang membangun raksasa bisnis di asia.
Alviar benar-benar benci dengan keadaan, dirinya merasa dieksploitasi dan diperalat bagaikan sebuah boneka yang bisa meraka gunakan seenaknya. Ini sangatlah memuakkan.
"Ya udah Fanka, gue pulang dulu. Alviar izin pulang om," pamit Alviar
"Mengapa kau terburu-buru, masuklah lebih dulu. Apa kamu sudah makan siang Alviar?" tanya Geraldy.
"Tidak perlu Om, saya udah makan tadi," jawab Alviar yang tiba-tiba di tarik oleh orang pria bertubuh kekar bagaikan kulkas dua pintu.
Bagi Geraldy, menolak ajakannya sama dengan menrendahkan harga dirinya. Geraldy memberi kode mata pada bahwahannya. Alviar ditarik dan dipaksa masuk sebuah gudang dan tubuhnya dilemparkan kepada sebuah tumpukan kayu yang di gunakan untuk mengemasi buah-buahan. Saat itu juga Alviar merasa ngilu di sebelah kiri kepalanya yang dengan keras membentur dinding di balik tumpukan kayu pengemasan buah.
Belum cukup sampai disini Alviar mendapatkan sebuah tendangan keras dari pria itu hingga pada akhirnya Alviar memuntahkan makan siangnya hari ini. Sungguh kali ini dirinya jauh dari kata baik-baik saja. Rasanya diremukan dalam sekali tendangan.
Dengan terhuyung-huyung, Alviar di biarkan pergi dan pulang. Padahal sebelumnya Geraldy sudah menawarkan makan siang untuknya. Sayang sakali Alviar malah menolak setelah mereka mengeluarkan makan siangnya hari ini.
"Pah, apa Alviar baik-baik aja," ujar Fanka.
"Tidak perlu khawatir dia itu laki-laki," jawab Geraldy.
Di perjalanan Alviar bertemu dengan Arthur yang sedari tadi menghubungi Maisya namun tak kunjung ada balasan. Melihat Alviar melintas dihadapannya, Arthur segera menghadang laju kendaraan Alviar.
"Turun lo sialan, lo yang bales pesan gue kan dari ponsel Maisya'kan. Gak usah lo larang gue buat jauhin dia harusnya lo yang jauh-jauh dari Maisya," marah Arthur.
"Lo ngomong ap...pa sih. Gue gak tau soal Mais...."
Bugh!
Ucapan Alviar terhenti karena sebuah bogeman mentah di layangkan Arthur tepat di wajahnya. Belum lagi Arthur semakin menggila dirinya menendang dan memukuli Alviar tanpa ampun dalam kondisi yang tidak berdaya. Jalan raya cukup sepi saat ini Alviar sudah hampir mati.
"Sialan. Jangan sebut nama cewek gue dengan mulut sampah lo," kelas Arthur.
Bugh!
Apa Arthur bilang Maisya adalah miliknya? Sungguh Alviar saat ini malah tertawa dan justru itu memicu Arthur yang semakin menjadi-jadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
MAISYA ADELLA (On Going)
Short StoryJangan hanya melihat covernya sebelum mengetahui isi dari sisi baik dan buruknya seseorang. Ini kisah Maisya Adella, tentang persahabatan cinta dan penghianatan juga dunia yang di penuhi kegelapan. Misteri kematian dan kisah cinta yang sungguh memua...