13.DIA TIADA

24 13 2
                                    

Mata memerah, mengeluarkan air mata tanpa henti semalaman suntuk Maisya tidak memejamkan matanya. Hidungnya seakan tak bisa bernapas dengan dada yang sesak wajah yang pucat. Ingusnya sudah tak terbendung sehingga menghabiskan stok tisu yang dirinya miliki. Bagaimana ini mungkin bahkan anggota Atyasa hanya diam dan tidak ada kabar sama sekali atau berniat menghubungi dirinya.

Bagaimana bisa mereka melupakan seorang Maisya Adella, tidak bisakah salah satu dari inti geng memberitahunya? Setidak penting itu dirinya di dalam Atyasa, walaupun Maisya bukan anggota ataupun inti dari mereka setidaknya bisakah mengirimkan pesan secara langsung kepadanya bahkan Arthur dan Nathan sama sekali tidak memiliki niatan memberitahu apapun, akan tetapi Maisya yakin mereka hanya akan menganggap ini sebagai rumor jika tanpa klarifikasi dari anggota inti. Kenapa Maisya juga harus mengetahuinya dari mulut yang bahkan bisa di katakan penyebar rumor tak jelas di SMA Bhakti Mandiri. Jika bocah itu berani mempermainkan dirinya, maka akan Maisya pastikan dirinya akan bernasib sama dengan Rehan suatu hari nanti.

Amarah Maisya sudah berapi, rasanya ingin sekali menghabisi sepupunya saat ini juga atau menghabisi seluruh anggota Atyasa satu persatu walaupun dirinya harus mengorbankan nyawanya sekalipun.

Untung saja sekolah di liburkan akibat kebakaran kemarin. Maisya segera mungkin menancap gas motornya menuju markas Atyasa.

Di perjalan sepeda motornya hampir saja bertabrakan dengan seseorang yang tidak lain adalah mantan pacarnya sendiri yang tidak lain tidak bukan adalah Fauzan.

"Minggir sialan," sergah Maisya.

"Lo gila kebut-kebutan gak tahu waktu," protes Fauzan.

"Bukan urusan lo," kesal Maisya langsung melesatkan kembali sepeda motornya meninggalkan orang yang tak sengaja berpapasan dengannya.

Gue seneng lo masih hidup Del," ucap Fauzan yang melihat motor Maisya semakin menjauh.

Di sebuah bangunan yang cukup besar sebuah vila milik Rayn dengan pagar besi hitam di depannya, Maisya dengan mudah memasuki gerbang yang bagi orang lain mustahil memasukinya jika bukan anggota dari geng Atyasa. Maisya melewati beberapa orang yang asik latihan fisik dan dirinya sudah berdiri di pintu depan vila.

Brak!

Maisya menendang pintu utama yang membuat engsel atas pintu terlepas, menampilkan wajah-wajah tertunduk lesu di hadapannya. Erlangga Atmadewa dan Haris Ariansyah, yah dua manusia itu tertunduk lesu seperti manusia tanpa nyawa yang bener-benar tidak berdaya.

"Hai Del, pintu itu di buka bukan di tendang," sahut Haris mengeluarkan suara parau.

"Abis nangis lo, dasar laki kok cengeng," ledek Maisya sembari mengusap hidungnya yang memerah.

"Kalo lo mau tanya kita, jujur gue juga gak tau apa-apa?" tukas Erlan seakan dirinya tahu apa tujuan Maisya menemui mereka.

Maisya ikut duduk di sofa tepat diapit oleh Erlan dan Haris. Walaupun wajahnya kesal namun nyatanya semua orang di sini sedang berkabung. Maisya dengan berani merangkul kedua pundak pria yang juga seperti menahan tangisnya.

"Mana Willy yang katanya bakalan jagain sahabat gue?" tanya Maisya.

"Dia lagi jagain Anna di rumah sakit, kalo Rayn gue gak tau. Tapi kabar Zia  meninggal dunia udah diumumkan di sosial media Rayn. Semenjak Rayn bawa lari Zia gue gak tahu sepupu lo itu dimana. Gue gak tahu kabar itu beneran apa enggaknya, jadi gue gak sebar sama anak-anak yang lain. Lagian gosip sekolah juga udah pada heboh. Gak heran kalo kabar itu sampe di telinga lo juga," ujar Haris yang sudah tak kuasa menahan tangisnya.

"Kayaknya Zia di makamkan di sana, kalian mau ikut gak, buat kita memastikan kebenarannya," ajak Maisya.

"Dimana? Tahu lokasi Rayn," tutur Erlan.

MAISYA ADELLA (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang