16. Concerning

6.7K 1.1K 629
                                    

Vote dulu yuk sebelum baca
Dan jangan lupa ramein komen 😙

────────────────────────────────────────────

"Sepertinya dia bukan salah satu pengawal yang bekerja di mansion," tukas Arsen.

"Memang bukan. Dia pengawal dari Guardians Company," balas Halley seadanya.

Arsen melirik Marlon sebelum ia bertanya hal berikutnya, "Apa pengawal sebelumnya melakukan kesalahan, hingga Elio menyewa pengawal baru?"

"Entahlah. Mungkin bagi Elio mereka melakukan kesalahan. Kau tanyakan saja pada Elio." Halley kemudian mengalihkan topik pembicaraan. "Apa yang membuatmu pagi-pagi datang kemari, Ar? Kau tidak ke kantor?" tanyanya.

"Kebetulan aku memiliki pertemuan dengan klien di dekat sini. Tapi saat aku sudah dalam perjalanan, klienku menghubungi dan mengatakan dia akan datang terlambat, jadi aku mampir terlebih dulu kemari." Arsen menanggapi sembari membawa langkahnya mendekat pada Halley. Lalu ia mencium sisi wajah perempuan itu dan kemudian duduk di dekatnya.

Arsen mengalihkan tatap pada Marlon. "Kenapa kau masih di sini?" tanyanya dengan kedua alis bertautan.

Marlon menundukkan kepala singkat sebelum membalikkan badan dan meninggalkan keduanya.

"Kenapa dia malah naik ke atas?" tanya Arsen karena bukannya ke luar, Marlon justru naik ke lantai atas.

"Mungkin mau masuk ke kamarnya."

Arsen memicingkan mata. "Apa maksudmu dengan masuk ke kamar?"

"Dia tinggal di sini. Elio menempatkannya di kamar atas."

"Apa? Tinggal di sini?" Nada bicara Arsen meninggi. Ekspresi wajahnya pun tampak skeptis.

Halley mengangguk-anggukkan kepala, mengiyakan.

"Sebenarnya apa yang ada di pikiran Elio. Bisa-bisanya dia menyuruh lelaki lain untuk tinggal satu atap denganmu," geram Arsen.

Halley meraih gelasnya dan meneguk jus apelnya. Sementara pandangannya melirik ke arah Arsen, mengamati ekspresi yang muncul dari wajah tampannya. Halley mengenal dengan baik jenis kemarahan yang menguar dari diri Arsen saat ini. Itu bukan hanya kemarahan sang kakak yang peduli terhadap adiknya, namun juga tersirat amarah karena rasa cemburu.

"Kau cemburu mengetahui ada lelaki lain tinggal denganku?" tukas Halley, berkata dengan santainya.

"Sejak dulu kau juga tau, aku paling tidak suka melihat kau dekat dengan lelaki lain. Melihat kau akting romantis dengan lawan mainmu saja aku cemburu. Dan sekarang kau masih bertanya apa aku cemburu saat mengetahui ada lelaki lain tinggal bersamamu?" Arsen menghela napas kasar, "Tentu saja aku cemburu."

Halley membersihkan bibirnya menggunakan serbet makan sebelum ia menanggapi, "Sepertinya kau melupakan kenyataan bahwa hubungan yang kita miliki sekarang hanya sebatas hubungan kakak adik. Jadi tidak sepantasnya kau cemburu."

Arsen meraih tangan Halley dan menggenggamnya. "Tatap mataku."

"Apa?" Halley pun menatap lekat mata biru Arsen yang seindah lautan, warna bola mata yang diwarisi Arsen dari ibunya.

About Time and DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang