DELAPAN BELAS: Dahulu

174 24 12
                                    

SELAMAT DATANG KEMBALII!

Janji aku, aku tepatin untuk cepat update. Tapi kalian janji vote dan comment terus yaaa?!?! yaaaaa?!?!

YUKK PENCET BINTANGNYA DAN PENUHIN KOMENNYAA!

Selamat membaca, enjoooyyyy<3

******

Genzano kini sedang bersama Arbale. Keduanya duduk santai di kantin meskipun jam pelajaran sedang berlangsung. Untung bagi kelas mereka, guru fisika berhalangan hadir karena sedang dalam proses persalinan. Tugas pun tidak diberikan sehingga kedua lelaki itu santai menikmati makanan mereka.

Posisi kantin menghadap ke arah lapangan. Mereka berdua duduk di salah satu bangku khusus, di bawah lindungan gazebo kayu. Seakan memang menjadi tempat duduk spesial bagi siapapun yang spesial di sekolah ini.

Genzano memesan nasi uduk sedangkan Arbale hanya duduk bersama kopi susunya. Untung saja ini di lingkungan sekolah. Kalau tidak, sudah dipastikan lelaki berpenampilan urakan itu sudah membakar rokoknya.

Genzano menyelesaikan kegiatan makannya. Ia mendekatkan es jeruknya. Mengaduknya dengan sedotan lalu meminumnya perlahan. Matanya melirik pada Arbale yang bersandar menghadap ke arah lapangan. Keduanya duduk bersampingan.

Mata Genzano ikut melirik ke arah lapangan. Ia tersenyum kecil melihat gadis dengan rambut yang diikat satu sedang kesusahan memukul bola volinya.

Lalu matanya melirik ke arah samping gadis itu. Seorang gadis, dengan rambut pendek sebahu. Wajahnya masam. Seakan tidak menyukai kegiatan yang sedang dilakukannya.

Menatap hal itu, kemudian Genzano menoleh pada Arbale yang fokus pada objeknya. Genzano terkekeh kecil.

"Daripada lo lihatin terus, mending terus terang sama perasaan lo," ucap Genzano santai.

Arbale menoleh dengan cepat lalu menggeleng. "Ngomongin siapa sih?" tanyanya cepat.

Genzano terkekeh. Tertawa lucu atas wajah malu Arbale. "Gue sahabat lo bro. Nggak usah malu-malu gitu sama gue,"

Arbale mendengus. Ia kembali memalingkan wajahnya untuk menatap lapangan. Genzano pun turut menatap lapangan.

"Sedekat apa lo sama Zecapella?"

Pertanyaan Genzano membuat Arbale melirik sedikit ke arah lelaki itu. Menatap arah pandang Genzano pada lapangan.

"Zee?" tanya Arbale. Arbale kemudian berdeham. "Gue udah kenal dia dari masih bimbel pas SMP. Kita beda SMP. Ternyata masuk SMA yang sama. Awalnya nggak dekat. Cuma gara-gara itu bocah selalu dihukum bareng gue, sampe akhirnya kita dilantik bareng jadi ketua Geros-Gerosea, makanya jadi dekat,"

Genzano mengangguk mengerti. "Kenapa cuma jadi sahabat? Lo nggak berniat ngedekatin dia?"

Arbale menoleh. Menatap Genzano. "Kenapa lo tanya begitu?"

Genzano menghembuskan napasnya. "Lo nggak pernah cerita sama gue ataupun Wero kalau lo suka sama cewek manapun. Ayolah, udah banyak yang dekatin lo tapi reaksi lo selalu nolak. Ingat si Nadia? Lo tolak mentah-mentah,"

"Si Aya? Belum pendekatan udah lo tolak. Gue sama Wero takut lo nggak normal,"

Arbale melotot. "Gue masih normal!"

Genzano mengangguk. "Gue tahu. Gue juga tahu normalnya lo karena lo suka sama yang katanya sahabat lo itu,"

Arbale menghembuskan napasnya. Tidak tahu mau menjawab apa. Tidak tahu juga harus menjelaskan apa.

"Lo udah dapat atensi dia. Udah kenal dekat sama dia juga. Nunggu apalagi sih bro?"

Arbale diam. Ia juga tidak tahu menunggu apa. Bahkan, brengseknya Arbale merasa dia sudah nyaman dengan situasi memendam perasaannya seperti ini.

EVERMORETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang