HAIII welcome back!!
agak susah y shayy konsisten update di bab-bab menjelang akhir gini karena suka BUNTUUU tapi gapapaa buat kalian aku mau rajin...
SAFAREZ DAN AGRIO AKAN TERBIT DI NOVEMBER INIII plis kasih tau aku yg gasabar bukan cuma aku kan? kalian masih pingin ga sih baca versi cetaknya?? KARENA BAKAAAAL banyak banget surprise hihi...
ANYWAYYYY,,, jangan lupa VOTE dan KOMEN please biar aku makin semangaattt!!
Selamat membaca, enjooooyy<3
******
"Ma, Zee nggak apa-apa kok. Tadi juga udah diobatin sama Zano," ucap Zecapella sembari meringis kesakitan.
Bagaimana tidak? Setibanya di rumah, Zecapella bahkan terkejut melihat Havana yang sudah berada di rumah, berkutat di dapur, seolah menjadi pemandangan yang jarang sekali Zecapella lihat. Bahkan hampir tidak pernah.
Dan tadi, Zecapella hampir saja menambah luka baru karena Havana yang sembarangan melempar wajan yang sedang dipegangnya begitu mendapati putrinya pulang dengan keadaan babak belur.
Mau tidak mau, Zecapella kembali duduk di sofa. Terpaksa kembali diobati oleh mamanya yang berprofesi sebagai dokter. Namun, bagi Zecapella ini bukan pengobatan, melainkan penyiksaan akibat Havana yang mengobatinya dengan brutal.
"Ma! Sakit," keluh Zecapella lagi membuat Havana mendecak.
"Nggak usah lebay kamu. Kan kamu udah sering dapat luka kayak gini. Harusnya udah kebal," sindir Havana membuat Zecapella mendengus. Tipikal Havana, mamanya itu selalu punya segudang kalimat untuk mengcounter Zecapella dan bahkan Agrio.
"Tetap aja sakit," ucap Zecapella membuat Havana menaikkan sebelah alisnya.
"Kalau udah tahu sakit, kenapa masih betah pulang kayak gini hah?"
Havana menarik napasnya. Mengoleskan salep terakhir pada memar di bagian dekat telinga putranya. "Papa kamu nggak sampai segininya loh dulu. Kenapa bisa anak cewek satu-satunya malah brutal banget kayak gini, sih?"
Zecapella mengangkat kedua bahunya. "Papa aja kali yang nggak nikmatin masa mudanya," celetuknya membuat gadis itu kembali mengaduh karena Havana dengan cepat menepuk paha Zecapella dengan lumayan keras.
"Nggak nikmatin kata kamu? Terus, berantem, pulang babak belur, seragam yang tiap sebentar robek karena kamu berantem, darah dimana-mana, itu menikmati masa muda? Astaga, anaknya siapa sih kamu?" ucap Havana tidak habis pikir.
Zecapella mengerucutkan bibirnya. "Kayak mama nggak bandel aja dulu. Kata-"
"Kata siapa?" potong Havana. "Mama memang bandel, tapi mama nggak pernah ikut geng-geng an kayak kamu. Mama juga nggak pernah berantem apalagi pulang babak belur kayak gini meskipun mama juga jago bela diri. Kalau kamu nggak percaya, tanya aja papa kamu itu,"
Zecapella mengangguk. "Ya, tapi mama suka sama reyang. Kata papa, mama dulu tergila-gila sama reyang,"
"Astaga," keluh Havana sembari menyandarkan tubuhnya. Tidak habis pikir kalau Agrio masih saja mengungkit kecemburuan pria itu pada ayahnya sendiri.
"Ya siapa yang nggak terpesona sama reyang kamu itu? Udah tua aja masih gagah. Kebayang kan kamu mudanya kayak gimana? Pacar kamu si anak presiden itu juga lewat dibanding reyang dulu pas muda," ucap Havana yang diangguki oleh Zecapella. Seolah setuju dengan ucapan mamanya sebab ia sering terpesona dengan foto-foto zaman dahulu milik reyangnya.
"Kamu kalau cari pasangan, yang kayak reyang kamu ya. Dia masih sangat jadi panutan bagi kami semua, bagi mama, papa, bahkan semuanya. Reyang kamu itu nggak akan pernah bisa tergantikan,"
KAMU SEDANG MEMBACA
EVERMORE
Teen Fiction[FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA] "Kenapa? Kenapa gue harus ikut berkorban cuma karena rasa nggak enak lo sama sepupu lo?" Zecapella mengerjapkan matanya. Menatap lelaki yang menjulang tinggi di hadapannya. "Nggak ada urusannya. Hidup lo ya hidup lo. B...