TIGA PULUH TIGA: What If

160 22 11
                                    

HAI selamat datang kembalii!!

YUK CEPATTT KENCENGIN VOTE DAN COMMENTNYAAAA !!!

Siapa yang udah gasabar sama ending cerita ini?? LESGOOOOO commentt...

Selamat membacaaa, enjoooyyy<3

******

Pertandingan dimenangkan oleh tim kelas Arbale dan Genzano. Hal itu membuat Zecapella terkekeh geli melihat wajah muram milik Adit dan beberapa teman kelasnya. Terlihat sekali mereka masih belum bisa menerima kekalahan.

"Udahlah. Kan tetap dapat piala juga," ucap Zecapella dengan santai. Hal itu membuat beberapa pasang mata memandang gadis itu kesal. Namun Zecapella hanya terkekeh. Sudah biasa dengan pandangan kesal teman-temannya itu.

"Ngomong doang enak lo. Dulu siapa yang nangis-nangis pingin lanjut tanding padahal cedera cuma karena nggak mau juara dua?" sindir Barsena membuat Zecapella mendengus.

Kembali diingatkan pada classmeeting tahun lalu. Zecapella, gadis dengan segudang talenta itu mendaftarkan dirinya sebagai calon tunggal pertandingan anggar. Namun, sebelum pertandingan final, gadis itu malah terjatuh dan cedera di bagian pergelangan kakinya. Di saat semua orang mengkhawatirkan kondisi kaki gadis itu yang bengkak dan membiru, Zecapella justru menangis karena ingin memaksa tetap bertanding. Alasannya hanya karena piala juara satu lebih bagus dibanding piala juara dua.

"Diungkit mulu," cibir Zecapella membuat Barsena memeletkan lidahnya. Meledek gadis itu.

"Zee,"

Zecapella menoleh dan mendapati Arbale yang menghampirinya. Lelaki itu tidak sendiri, bersama Genzano dan Wero. Di leher ketiganya terkalung medali emas tanda ketiganya baru selesai serah terima hadiah sebagai pemenang pertandingan basket tadi.

Mata Zecapella langsung bertubrukan dengan mata tajam milik Genzano. Namun lelaki itu hanya diam. Tidak ada sapaan maupun senyuman seperti yang biasa lelaki itu lakukan membuat Zecapella menghela napasnya. Gadis itu kini menatap Arbale.

"Bagus juga medalinya anjrit! Tahu gitu gue menangin aja tadi. Tapi gue ngalah aja sih tadi. Kasihan Zano belum pernah punya medali,"

Zecapella memutar bola matanya mendengar ucapan Adit yang tengah mengelus medali yang tergantung di leher Genzano.

Beberapa dari temannya terkekeh, termasuk Genzano. Lelaki itu kini merangkul Adit mendekat. Seolah mereka merupakan teman dekat.

"Nih mau bawa pulang? Kasihan nanti lo nangis mimpiin medalinya," ejek Genzano balik membuat Adit meninju perut lelaki itu diiringi tawa.

"Lo pulang naik apa nanti?"

Zecapella mengerutkan keningnya mendengar pertanyaan dari Arbale. Gadis itu melirik jam tangannya dan mengangkat kedua bahunya.

"Supir paling," jawabnya santai. Atau lebih tepatnya mencoba untuk santai.

Shaina yang berada di sisi kiri Zecapella mendorong bahu Arbale dengan iseng. "Mau nganterin ya pak ketua? Pakai basa-basi segala nanya-nanya," ledek Shaina membuat Arbale mendecak dan menjitak dahi gadis itu.

"Dit nih lo urusin hts-an lo. Ganggu aja," cibir Arbale membuat Zecapella tertawa. Shaina kena lagi.

"Nggak usah bawa-bawa hubungan gue! Curang lo ah nyerangnya kayak gitu," kesal Shaina. Arbale mendecak lalu menggelengkan kepalanya. Terbiasa dengan kebawelan Shaina.

"Ini perasaan gue aja atau keringet gue rasanya aneh ya? Kayak lebih asing aja gitu," sindir Barsena membuat Adit terkekeh dan meninju lengan lelaki itu.

"Asin kali asin. Kalau asing mah si Zee sama—" balas Adit sengaja menggantungkan kalimatnya. "Sama siapa ya, lupa?" kekeh lelaki itu membuat Zecapella beranjak dan meninju lengan lelaki itu.

EVERMORETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang