BAB 31. Sebuah Janji

29 1 0
                                    

Sepanjang jalan Maya terus melamun , kata-kata Miranda terus terngiang di kepalanya. Dia tidak pernah menyangka kalau Miranda mengetahui semua perbuatannya dulu yang telah berselingkuh . Sungguh Maya merasa sangat malu. Perbuatannya dulu memang salah, Maya teringat dulu perlakuannya pada Miranda sangat tidak baik, Tidak peduli padanya membiarkan Miranda tumbuh besar seorang diri tanpa kasih sayangnya, padahal Miranda adalah anak kandungnya sendiri. Memang Maya bukanlah ibu yang baik, Maya berpikir beruntung karena Miranda tidak membencinya.

Maya tidak pernah tau, kalau selama hidupnya Miranda telah merawat luka nya sendiri yang telah orangtuanya torehkan. Semuanya membekas dihati Miranda menyebabkan Miranda mempunyai trauma dari masa kecilnya, bahkan Maya tidak tau kalau Miranda sering melukai dirinya sendiri jika sedang dalam keaadaan sedih dan gelisah.

Maya selalu berpikir hidup Miranda yang paling bahagia diantara saudaranya, nyatanya senyum dan bahagia yang Miranda perlihatkan pada semua orang hanyalah kepura-puraan, Miranda selalu berusaha terlihat baik baik saja, padahal seringnya Miranda selau menangis dalam diamnya.

Sejak ditinggalkan oleh budenya , sejak hari itu pula hidup Miranda seakan runtuh, Miranda seperti sedang bermimpi buruk, dunianya seakan berhenti berputar, hatinya sakit ,tubuhnya hancur, Miranda bingung akan keadaanya, dan tersesat dalam pikirannya sendiri.

Seperti saat ini, setelah ibunya pergi, Miranda menangis,dia sudah tak kuasa, Miranda menangis terisak, hatinya sungguh sakit.

“Yaa Alloh.. kenapa harus aku yang mengalami ini semua, kenapa cobaan selalu saja datang kepadaku?” Yulia dia adikku aku sudah berusaha untuk berdamai dengan masa laluku mau menerima dia sebagi adikku, Ya Alloh tapi kenapa mereka tanpa sadar selalu saja menyakitiku”.

Hiks…hiks…hiks…

“Aku sudah tidak sanggup lagi, aku lelah dengan semua ini Ya Alloh…"

“Aku menikah agar aku bisa hidup bahagia, aku ingin membangun keluarga ku sendiri, yang tak pernah aku rasakan sejak aku kecil. Tapi rasanya kenapa sangat sulit. Jika seperti ini aku lebih baik memilih untuk tidak menikah saja, aku tidak ingin sakit hati lagi aku tidak ingin merasakan kehilangan lagi.“

“Aaarrrrrrght…. “ Miranda berteriak histeris, dia memegangi kepalanya.  Bahkan dia menjambak rambutnya sendiri. Sampai ada beberapa helai rambut nya yang rontok.

Miranda seakan frustasi dengan dirinya sendiri, apalagi ditambah dengan kehadiran mantan kekasihnya yang sekarang juga menjadi tetangganya. Miranda takut dia akan memberitahu suaminya Jodi, Miranda sungguh sangat takut.

Ia duduk terkulai didepan pintu dapur, pandangan matanya kini tertuju pada pisau yang ada diatas meja makan, Miranda berdiri, melangkah dengan pelan dan mengambil pisau dapur itu, dan dengan pelan ia mulai menyayat lengan atasnya dengan pisau, seolah tak merasakan sakit Miranda terus saja menyayat nyayat lengannya itu, hingga darah pun mengalir dari lengannya dan menetes ke lantai…

Tak lama kemudian, Jodi pulang, hatinya merasa tidak tenang, dari tadi dia gelisah entah kenapa.

Motor sport nya memasuki halaman rumah nya, ia turun dengan tergesa, dia merasa ada sesuatu yang  telah terjadi, Jodi membuka pintu rumahnya yang  ternyata tidak dikunci, sepi suasana rumahnya sangat hening, “Assalamualaikum, Mir abang pulang. Kamu dimana.“ Teriak Jodi saat masuk kedalam rumah. Namun tak ada jawaban.

“Kemana Mira?”. gumamnya terus berjalan mencari keberadaan Miranda.

Langkahnya terhenti saat Jodi melihat banyak bercak darah dari arah dapur menuju ke kamarnya. Seketika dia langsung teringat akan Miranda istrinya takut telah terjadi sesuatu yang sangat ia takuti selama ini terjadi. Jodi bergegas masuk kedalam kamarnya.

Brak

Ia membuka pintu kamar dengan sangat kencang tapi tak ada Mira disana, Matanya tertuju pada tetesan darah yang menuju ke arah kamar mandi, dan betapa terkejutnya Jodi saat melihat istrinya itu, Jodi melihat Miranda terduduk lemah di samping closet , dengan wajah yang pucat darah  mengalir dari lengannya.

“Astagfirullah, Mira Ya Alloh kenapa bisa kamu seperti ini lagi”.. ucap Jodi menghampiri Miranda. Dia merengkuh tubuh kecil istrinya itu.

Miranda sama sekali tak menyadari kehadiran Jodi, dia hanya diam matanya sembab ada bekas air mata dipipinya. Sungguh Miranda seperti tak merasakan kesakitan padahal lengannya terluka. Jodi sudah sangat khawatir, dia bopong tubuh istrinya itu dan mendudukannya di atas ranjang. Dengan telaten Jodi membersihkan darah yang ada dilengan Miranda dan segera Jodi mengobati lengan Miranda, dia balut lengan Miranda dengan perban.Tak ada dari keduanya yag berbicara.

Untung saja luka sayatan di lengan Miranda tidak terlalu dalam, Jodi tidak perlu membawanya kerumah sakit. Bisa dibayangkan jika Miranda menyayat tangannnya dengan sangat dalam apalagi sampai mengenai urat nadinya mungkin saja nyawanya tidak akan selamat.

Miranda melakukan semua itu bukan untuk bunuh diri, akan tetapi Miranda hanya ingin menghilangkan rasa sakit dihatinya. Miranda berpikir mungkin dengan dia melukai dirinya sendiri dia bisa menghilangkan rasa sakit dan sesak yang selama ini Miranda pendam.

Setelah selesai mengobati Mira, Jodi duduk disamping istrinya itu,

“ Mira…. bicara sama abang, kamu kenapa hem bisa melakukan semua ini lagi? bukankah kamu sudah berjanji sama abang tidak akan melakukannya lagi?”

Tak ada jawaban Miranda hanya diam , hanya air mata yang kini sudah membasahi pipinya itu.

Nampak Jodi hanya menghela nafas kasar, sungguh dia tidak tau kenapa bisa istrinya seperti ini lagi..

Jodi beranjak keluar dari dalam kamar, membiarkan Mira untuk sendiri dulu. Dia akan membersihkan bercak darah Mira yang menetes dilantai sebelum Malik pulang, Bisa sangat merepotkan jika Malik sampai melihat ada darah di lantai. Malik kan anaknya sangat kritis, dia tidak akan mudah untuk dibohongi.

Dan tak lama Malik pulang, hari ini dia ada les disekolahnya jadi Malik pulang sore, padahal masih kelas 3 tapi kegiatannya sudah sangat banyak,. Bersamaan Malik pulang Jodi juga sudah selesai mengepel lantainya.

“Assalamualaikum pa”... Malik mencium tangan papanya.

“Papa sendiri? mama mana?” tanya Malik karena tidak melihat mamanya itu.

“Mama lagi tidur ,Kamu mandi sana habis itu makan terus masuk kamar, kamu bisa kan Malik? jangan ganggu mama dulu ya, katanya kepala mama sakit jadi mau tidur, “ jawab Jodi berbohong.

Nampak Malik seperti berpikir tapi tak lama Malik menganggukkan kepalanya pertanda kalau dia mengerti.

“Oke boy!!”... ucap Jodi lagi.

Malik hanya mengangguk dan bergegas masuk kedalam kamar. Akhirnya Jodi bisa bernafas lega setelah Malik masuk ke kamarnya. Beruntung Malik tidak banyak bertanya.

Kembali Jodi masuk kedalam kamar dengan membawa segelas air putih , dilihatnya Mira masih duduk terdiam.

Jodi hampiri istrinya itu dan duduk kembali disamping Mira dia mengusap lembut rambut istrinya itu.

“Minum dulu Mir,”.. ucapnya menyuruh Miranda untuk minum, Jodi yakin istrinya itu pasti haus .

Jodi peluk Miranda membawa ke dekapannya, “Abang gak akan marah sama kamu Mir, tapi tolong kamu jangan seperti ini terus, kamu gak peduli sama Malik sama Abang? Malik sudah pulang dan dia tadi nyariin kamu Mir”.

Jodi mengusap ngusap lembut punggung Miranda, memberikan ketenangan untuk istrinya supaya Miranda bisa merasa lebih baik.

Jodi sudah berjanji pada dirinya sendiri dia tidak akan pernah meninggalkan Miranda bagaimana pun kondisinya sekarang. Meski Sering kali Miranda meminta untuk pergi meninggalkan nya.

“Jika kamu berjanji untuk tinggal, Aku berjanji untuk tidak pernah pergi”.

~ Jodi Alvin Narendra ~

Dan ingatlah untuk selalu menepati janji.

“ Penuhilah janji, sesungguhnya setiap janji pasti akan dimintai pertanggung-jawabannya “

( QS Al-Isra : 34 )

The Secret Miranda [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang