38 : Perlahan Impian itu Terwujud

1.1K 82 11
                                    

Happy reading
_______________

Pelukan yang Daffa dapatkan di pagi hari ini tidak juga membuatnya terbangun.

"Mas Daffa"

"—Mas, kita jadi perginya?"

"hmm"

"anak kita udah cantik loh Mas"

"kamu udah mandi?" tanya Daffa sengan suara parau khas bangun tidur.

"belum, kan aku bangunin kamu buat ajak mandi bareng"

Mata Daffa langsung terbuka, menatap istrinya yang berada di pelukannya.

"nanti makin telat, kamu kan tau aku gimana"

Dikecupnya kening Alina, "mandi bersama tapi No Sex"

"engga janji!" kemudian Alina di gendong Daffa untuk mandi bersama.

Sedangkan di tempat lain, Intan dan Jonathan asik bermain dengan Eira di ruang tamu, bertemankan banyak boneka.

"gendong sama Opa yuk?"

"Pa, biarin dulu cucu nya main"

"dia mau dibawa pergi jadi pasti bakalan kangen"

"iya ya, Ei ga usah ikut Mami Papi ya, mau tidak? sama Oma Opa saja nanti kita pergi ke rumah Obil sama Oghan"

Obil itu singkatan dari Oma Abila dan Oghan itu Opa Ghani.

Sang cucu yang memegang boneka hanya menatap sang nenek tanpa menjawab apapun karena belum paham juga apa yang dimaksud oleh neneknya.

Menghabiskan waktu hampir sejam akhirnya Daffa bersama Alina menuruni tangga dengan keadaan yang sudah tampan dan cantik. Eira yang melihat Mami dan Papinya datang seketika minta digendong.

"apa Sayang? mau sama Mami?"

"sama Papi aja ya? kita berangkat sekarang" ucap Daffa sebelum Alina berhasil menggendong sang anak.

Daffa yang membawa Eira mendekati mobil yang sudah siap digunakan, disana sudah ada Alina yang tengah menyiapkan car seat.

"biarlah cucu Mama ini disini, kalian pergi saja berdua"

"mana bisa begitu Ma, Ira masih nyusu, emang Mama mau nyusuin?"

"—nyusuin Papa aja udah ga bisa" ucap Daffa diakhir dengan sengiran

Tuk'

"aduh!"

"Papa remas mulut kamu ya Daffa?!"

"lagian Mama minta Eira disini gimana ceritanya"

"—emang Adek mau disini sama Oma?" Daffa berbalik bertanya dengan sang anak yang digendongnya

Eira malah menatap lekat ke Daffa "—lagian Eira masih butuh Alina, Ma"

Intan terasa berat mengizinkan cucunya untuk keluar kota beberapa hari, karena setiap hari entah pagi, siang atau sore harus ke rumah anaknya untuk bertemu sang cucu.

"siapa yang harus Mama tengok kesini?"

"Ma, cuma beberapa hari" hibur Alina lalu memeluk Mama dari suaminya itu.

"—Ira pergi ya Oma Opa" Alina mengambil tangan kanan Eira dan melambaikan nya.

"kabari Ibu dan Ayahmu, nanti Mama yang kena amuk" ingat Intan pada menantunya.

Alina mengangguk dan mereka pun pergi keluar kota untuk urusan pekerjaan Daffa.

Dalam perjalanan hanya ada keheningan dan alunan lagu kesukaan mereka, Alina menoleh dan menatap suaminya itu sebentar. "kenapa Sayang?"

SAKIT UNTUK CINTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang