13.Menghindari?

2 1 0
                                    

Waktu bergulir terasa begitu cepat. Rasanya baru hari kemarin Felycia menerima raport dan mengetahui jika dirinya naik ke kelas 11 dengan nilai yang cukup baik walaupun dengan catatan pelanggaran yang cukup banyak. Dan hari ini, dirinya sudah kembali duduk di Ruangan-2, tempat di mana dirinya akan mengerjakan soal Sumatif Akhir Tahun di hari terakhirnya.

Pelajaran yang diujikan di hari terakhir ini cukup membuat Felycia berulang kali memijat pangkal hidungnya. Kondisi badannya yang kurang fit ditambah semalam dirinya tidur larut karena terlalu memforsir waktu belajarnya menjadikan badannya semakin tak enak. Belum lagi soal yang diujikan cukup membuang kepala Felycia pening.

"Kenapa kak?", tanya adik kelas yang duduk sebangku dengannya. Setiap ujian, baik itu Ujian Akhir Semester ataupun Ujian Akhir Tahun, kelas 10 dan 11 selalu dicampurkan. Dalam artian, kelas 10 tidak akan sebangku dengan kelas 10, begitupun kelas 11 tidak akan sebangku dengan kelas 11. Dalam arti lain, mereka tidak akan mendapatkan teman sebangku seangkatan.

Merasa ada yang berbicara kepadanya, Felycia menolehkan kepalanya. Sambil memangku kepalanya dengan sebelah tangan, Felycia menjawab pertanyaan sang adik kelas yang sudah lima hari ini berbagi bangku dengannya.

"Gue gapapa, soalnya aja sedikit bikin gue pusing.", jawab Felycia sambil menyengir kuda, padahal sudah sangat jelas wajahnya pucat pasi bagaikan mayat hidup.
"Oh oke.", ucap Fernanz---adik kelasnya kemudian, dirinya kembali fokus pada soal yang ditampilkan pada komputer di hadapannya.

Sekitar pukul 12.00 kurang lebih, Sumatif Akhir Tahun atau yang disingkat menjadi SAT di hari terakhir akhirnya selesai juga. Felycia ke luar meninggalkan ruangan sambil menyampirkan tas gendongnya asal di pundak sebelah kirinya. Menghembuskan nafasnya lega karena SAT yang menyebabkan dirinya semingguan ini belajar sampai larut malam dan berakhir kurang tidur akhirnya selesai juga.

"Ciaa!!! Gue kangen banget gila.", teriak seseorang yang membuat Felycia menolehkan kepalanya ke sumber suara. Terlihat Evany menghampirinya dengan kartu ujian yang sudah tak terlihat menggantung di lehernya. Entah ke mana raibnya kartu ujian milik sahabatnya tersebut, sampai-sampai baru ke luar saja sudah tak terpasang. Aturannya, setiap siswa-siswi peserta SAT wajib memakai kartu peserta, karena jika tidak maka tidak dapat ikut mengerjakan soal.

Begitu sampai di depan Felycia, Evany langsung memeluk sahabatnya tersebut. Felycia memutarkan kedua bola matanya malas, sahabatnya ini memang selalu hiperbola. Dirinya dan Evany memang berpisah ruangan. Tidak jauh, bahkan ruangan tersebut bersebelahan dan ketika pulang pun mereka selalu kembali bersama. Entah apa yang terjadi, kini sahabatnya berlagak seolah dirinya baru menemui Felycia lagi setelah sekian lama, padahal tadi pagi pun masih haha hihi bersama sebelum masuk ke ruangan masing-masing.

"Badan lo panas Ci. Lo sakit?", tanya Evany yang merasakan jika suhu tubuh sahabatnya tersebut tidak biasanya panas.
"Kecapean dikit.", jawab santai Felycia. Tangannya sibuk membalas pesan yang masuk ke nomornya pada aplikasi berlogo hijau.

"Dikit? Lo tidur malem-malem mulu.", omel Evany sambil berkacak pinggang, sudah seperti Mamah Clara ketika mengomelinya yang selalu saja malas sarapan.
"Kan emang manusia tidur malem, kalau siang kelelawar itu.", jawab Felycia, mulai melangkah menuju ke arah kantin. Sepertinya sebelum pulang, dirinya akan mengisi perutnya terlebih dahulu.

Evany mengikuti langkah sahabatnya yang lebar seperti langkah laki-laki membuatnya berdecak kesal.
"Ck. Cepet amat jalan lo, kayak dikejar rentenir aja.", protes Evany sambil berusaha menyusul Felycia yang berjalan dengan langkah lebarnya.
"Ya kalau lambat, siput namanya.", jawab Felycia yang mendapatkan dengusan kesal dari hidung Evany. Kenapa Felycia ini terus-terusan membandingkan manusia dengan hewan?

Tepat di pintu masuk kantin, Felycia yang semula berjalan dengan langkah lebar, menghentikan langkahnya secara tiba-tiba membuat Evany yang mengoceh sambil berjalan dan tak terlalu fokus ke depan seketika meringis karena jidatnya harus bertubrukan dengan punggung keras Felycia.
"Shit! Lo kenapa rem dadakan!", umpat Evany yang tak ditanggapi oleh Felycia. Sambil meringis dan mengusap jidatnya, Evany mengikuti arah pandang sahabatnya tersebut yang menjadikannya mengerem langkahnya secara mendadak.

TeacherzoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang