32.Isyana speak up

4 1 0
                                    

Rumah mewah bak istana tersebut sama sekali tak berarti apa-apa untuk remaja berusia 18 tahun yang kini tengah memeluk lututnya sendiri di atas ranjang king sizenya. Suara isakan yang sejak tadi sekuat tenaga dirinya tahan, pada akhirnya semakin lama isakan itu semakin jelas terdengar. Punggung rapuh itu bergetar seolah sudah tak sanggup lagi menahan beban dan juga masalah yang nampak asyik muncul bagaikan teman hidupnya.

Isyana benci harus berpura-pura kuat padahal nyatanya dia hampir sekarat. Isyana benci harus berpura-pura baik-baik saja padahal nyatanya dia terluka.
"Sya-na ka-ngen ke-lu-arga ki-ta yang du-lu yah.", ucapnya terbata disela isak tangisnya.

Di tengah-tengah aktivitas menangisnya, pintu kamar terbuka menampilkan sosok lelaki jangkung berusia 40 tahunan yang tengah memenuhi memorinya. Aditya Witama---cinta pertama sekaligus luka pertama bagi Isyana melempar amplop tepat ke hadapan Isyana bahkan nyaris mengenai wajahnya jika saja Isyana tak memundurkan kepalanya.

"APA INI? SAYA CAPEK-CAPEK MENGELUARKAN BIAYA UNTUK SEKOLAH KAMU, TAPI NYATANYA KELAKUAN KAMU SEPERTI ORANG YANG TIDAK BERPENDIDIKAN, KELAKUKAN KAMU SEPERTI JALANG. MEMANG TIDAK TAHU MALU!", murka Adit dengan nafas yang memburu. Isak tangis Isyana belum sepenuhnya reda namun kini ayahnya tersebut memaksa air matanya untuk kembali luruh.

"Skors? Point? Sanksi kasiswaan? Apa tidak bisa kamu menjadi anak yang lebih berguna?!", tanya Adit dengan nada dingin yang sukses menusuk indera pendengaran Isyana. Bukan hanya telinganya yang sakit, tapi juga hatinya.

"APA KAMU TIDAK PERNAH BERPIKIR JIKA APA YANG KAMU LAKUKAN INI AKAN BERDAMPAK BURUK PADA CITRA SAYA HAH?! JAWAB ISYANA!", mendapatkan Isyana yang tak menanggapinya membuat amarah Adit semakin terpancing.

"Kenapa ayah selalu nganggap Syana anak yang gak berguna, kenapa yah? Padahal, banyak penghargaan dan juga kejuaraan yang udah Syana raih demi mendapatkan perhatian dari ayah. Tapi apa yang ayah lakuin? Ayah selalu tutup mata dan gak pernah apresiasi sedikit pun. Ayah selalu menanamkan label kalau Syana hanya anak yang gak berguna buat ayah.", jelas Isyana dengan nada pelan. Air matanya kembali turun berjatuhan membasahi pipinya, dadanya sesak dan hatinya sakit oleh ayahnya sendiri.

"Cih, kamu tanya kenapa? Karena kamu selalu memperburuk citra saya!", jawab dingin Adit.

"Apa citra lebih baik dari pada Isyana yang jelas-jelas anak kandung ayah?", tanya Isyana dengan nada yang sirat akan kekecewaan dan keterlukaan.

"Oh tentu. Citra saya jauh lebih baik daripada kamu yang jelas-jelas tak berguna itu.", jawab Adit dengan santai seolah perkataannya tersebut sama sekali tak akan berefek apa-apa pada Isyana.

"Kemasi barangmu. Sore nanti kamu akan take off ke London, kamu harus jauh dari saya karena iya ataupun tidak, kamu adalah pembawa sial bagi saya.", lanjutnya yang membuat Isyana menggelengkan kepalanya protes dengan air mata yang semakin meluruh.

"Syana gak mau. Syana pengen sama ayah. Kalau Syana ke London, ayah sama siapa? Sekolah Syana? Masa depan Syana? Karir di bidang modelling yang jadi impian Syana?", tolak Isyana berusaha membujuk ayahnya untuk membatalkan apa yang dikatakannya barusan walaupun Isyana pun tak yakin apa yang dirinya lakukan sekarang bisa mengubah keputusan ayahnya yang sudah pasti tak akan bisa dirubah.

Mendapatkan penolakan membuat Adit maju selangkah dengan mata yang menyorot tajam, mencengkeram dagu Isyana kuat membebaskan bekas kuku di sana yang pastinya terasa perih.

"TIDAK USAH SOK BAIK PADA SAYA, SAYA TIDAK AKAN MENYESAL SEKALIPUN KAMU HILANG DARI MUKA BUMI---
"KENAPA AYAH BERUBAH? KENAPA AYAH GAK PERNAH LAGI DENGERIN SYANA? Ayah gak tau? Tindakan ayah ini yang bikin putri satu-satunya ayah sakit.", sela Isyana berusaha menyadarkan Adit yang justru tindakannya tersebut malah semakin memancing amarah ayahnya.

TeacherzoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang