30.Penjelasan Rofi

6 2 0
                                    

"Gak ada masalah yang rumit, kalau kita punya pemikiran yang luas dalam menghadapi dan menyelesaikannya. Karena terkadang, masalah yang kecil bisa terasa rumit, jika pikirannya sempit."-Teacherzone

Rofi melangkah lebar menuju ke ruang bilik pengakuan yang disingkat menjadi RBP. Niatnya yang akan meninggalkan sekolahan lebih awal karena akan menuju ke kediaman Aksara Family untuk menemui Felycia sepertinya harus dirinya kesampingkan terlebih dahulu karena panggilan dari guru RBP. Rofi sudah dapat menebak jika Pak Anwar yang merupakan ketua RBP memintanya untuk menemuinya pasti berkaitan dengan kejadian di perpustakaan yang dia laporkan tadi.

Ceklek...
Rofi membuka pintu dan memasuki ruangan yang hanya seluas satu kamar setelah sebelumnya mengetuk terlebih dahulu pintu ruangan tersebut. Terlihat di sana, seniornya tersebut tengah berdiri menatap seorang siswi yang terlihat tengah menuliskan untaian kata di kertas HVS.

"Pak Anwar manggil saya?", tanya Rofi membuat atensi guru berkacamata tersebut teralihkan.
"Eh iya Pak Rofi, silahkan duduk.", sambut Pak Anwar yang baru menyadari jika Rofi telah masuk ke ruangannya.

Rofi mengangguk sekilas dan mengikuti langkah orang yang lebih tua darinya tersebut. Keduanya duduk di sofa panjang yang disediakan di ruangan tersebut.

"Jadi, sanksi apa yang akan Pak Rofi berikan kepada siswi tersebut?", tanya Pak Anwar sambil menunjuk ke arah Isyana yang masih dalam posisi menulisnya. Isyana diam-diam mendengarkan obrolan kedua orang yang ada di ruangan tersebut sambil harap-harap cemas.

"Yang pasti sesuai dengan peraturan sekolah saja. Saya juga gak punya wewenang buat ngasih sanksinya apa karena saya kan hanya sebatas pengajar---
"Pak Rofi berhak memberikan sanksi, bukan saja karena Pak Rofi adalah bagian dari anggota wakasek kesiswaan, tapi juga karena hal ini terjadi pada Pak Rofi dan merendahkan diri bapak bukan?", sela Pak Anwar yang membuat Isyana semakin panas dingin di tempatnya.

"Skors selama tiga hari sebagai perenungan akan kesalahan yang sudah dia perbuat. Untuk hukuman kesiswaannya, mungkin membersihkan lingkungan sekolah saja setiap pulang sekolah selama satu bulan di bawah pengawasan OSIS. Bagaimana pak?", Rofi mengakhiri opininya dengan sebuah pertanyaan. Nampak Pak Anwar manggut-manggut mengerti dan kembali membuka suara untuk menambahkan.

"Setuju. Tapi sebaiknya, bukan hanya itu, saya tidak akan mengizinkan dia untuk ikut serta membimbing siswa-siswi calon peserta lomba di bidang apapun, termasuk modelling sekalipun.", tambah Pak Anwar yang disetujui oleh Rofi. Karena kalau boleh jujur, dirinya memang merasa jika yang lebih berpengalaman dan luwes dalam membimbing para calon peserta lomba adalah Felycia dibandingkan Isyana yang hanya modal visual saja.

"Kamu sudah mendengarnya kan Isyana?", tanya Pak Anwar membuat Isyana langsung menoleh namun dengan kepala yang masih menunduk, tak berani menatap Rofi yang kini tengah menyorotnya dengan tatapan tajam.
"S-Sudah pak.", jawabnya gugup.

"Kalau sudah beres menulis permintaan maafnya, silahkan ke ruangan wakasek kesiswaan untuk meminta tanda tangan kepada Pak Angga dan kamu pun harus menandatangani surat tersebut di atas materai. Saya juga akan meminta kepada Pak Angga untuk memberikanmu surat skors selama tiga hari. Jangan coba-coba melarikan diri dari kesalahan yang sudah kamu perbuat atau kamu akan menambah hukumanmu sendiri dengan tindakanmu itu.", jelas Pak Anwar yang seketika membuat bahu Isyana merosot. Ini semua memang salahnya yang harus dirinya pertanggungjawabkan. Tapi entah kenapa, hatinya malah mengumpat kepada sosok Felycia yang dia anggap sebagai akar permasalahannya menjadi seperti ini.

Isyana bangkit dari duduknya setelah dipersilahkan untuk menuju ke ruangan wakasek kesiswaan. Sementara itu, Rofi nampak mengobrol terlebih dahulu dengan Pak Anwar lalu tak berselang lama barulah dirinya pun ikut pamit.

TeacherzoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang