Tak ada percakapan apapun antara Felycia dan Zereline sepanjang perjalanan pulang. Yang terdengar hanyalah suara musik klasik yang sengaja diputar pelan. Semenjak pertemuan dengan Rofi yang berakhir dengan sebuah pengakuan yang membuat keduanya tak percaya, tak ada seorang pun yang berniat membuka obrolan antara kakak beradik tersebut.
Felycia melirik sekilas Zereline lewat ekor mata. Terlihat kakaknya tersebut tengah menyenderkan kepalanya di kaca mobil sambil memperhatikan lalu lalang kendaraan di luar sana. Tak jarang helaan nafas yang sangat lelah lolos begitu saja dari mulutnya. Felycia kembali menatap ke depan dan fokus pada kemudi. Perasaannya jadi berkecamuk sekarang. Dirinya tak menyangka pertemuan yang dirinya anggap akan menguntungkan kakaknya, nyatanya malah plot twist dan membawa dirinya masuk ke dalamnya. Kenapa gurunya tersebut bisa-bisanya meminta izin untuk mendekatinya kepada sang kakak?
Sampai di rumah pun tak ada tegur sapa antara keduanya. Zereline segera ke luar tanpa menunggu Felycia yang memasukkan terlebih dahulu si Jamal ke garasi. Zereline ke luar dan masuk ke kediaman Aksara Family dengan langkah cepat.
"Ah, gue jadi ngerasa bersalah kayak gini gara-gara omongan guru itu.", monolog Felycia yang baru saja memasukkan mobilnya ke dalam garasi. Dengan perasaan yang masih campur aduk antara kesal dan perasaan bersalah, Felycia berjalan masuk ke rumah lewat garasi alias tidak lewat pintu depan."Mah, Kak El mana?", tanya Felycia begitu melihat mamahnya tengah santai di sofa sambil menonton berita.
"Kok tanya mamah, bukannya tadi berangkat sama kamu?", jawab Mamah Clara yang membuat Felycia menampilkan cengirannya.
"Kayaknya dia langsung ke kamar.", ucap Felycia dalam hati.
"Iya juga ya mah, lupa Cia.", ucap Felycia menanggapi ucapan mamahnya tak lupa sambil menampilkan cengirannya."Ya udah, Cia ke atas ya, mau bersih-bersih.", lanjutnya pamit yang diiyakan oleh Mamah Clara. Sambil menaiki undakan tangga satu persatu, angan Felycia melayang ke mana-mana, memikirkan kemungkinan-kemungkinan atau hal nekat yang bisa jadi dilakukan oleh kakaknya. Sedetik kemudian Felycia menggelengkan kepalanya, menyadarkan dirinya yang bernegatif thinking.
Melewati kamar dengan tulisan EL di pintunya, Felycia berhenti sejenak. Sebelah tangannya sudah terangkat dan bersiap akan mengetuknya, tapi urung dilakukan. Sebelah tangan yang sudah terangkat tersebut dirinya kembalikan pada tempat semula. Felycia berjalan lagi, melewati kamar kakaknya dan lebih memilih membuka pintu jati kamarnya.
"Dia butuh waktu.", monolognya.Sementara itu, di kamar bernuansa biru muda tersebut, Zereline menatap lurus ke pintu kaca yang menghubungkannya dengan balkon kamar. Dirinya duduk di pinggiran ranjang king sizenya dengan helaan nafas yang entah sudah yang ke berapa kalinya lolos begitu saja dari hidungnya. Tak ada air mata yang menetes dari kelopak matanya, hanya tatapan kosong dan pikiran yang ramai.
"Mengikhlaskan? Setelah penantian yang cukup panjang?", tanyanya pada diri sendiri dengan suara parau. Dirinya tak menangis, tapi suaranya terdengar seperti tengah menahan tangis.
"Haha, salah lo sendiri El udah bikin kecewa Andri.", lanjutnya sambil tertawa hambar. Tubuhnya dia rebahkan di atas kasur king sizenya yang dilapisi oleh sprei berwana biru langit.Matanya menatap langit-langit kamarnya yang dipenuhi oleh hiasan dan lukisan, seolah langit-langit kamarnya itu adalah langit asli.
"Sakit, tapi ini konsekuensinya. Berharap, itu artinya gue harus siap kecewa sama harapan yang gue buat sendiri.", ...
"Cia gak salah, karena emang dia gak pernah minta buat dicintai sama Andri yang notabenenya mantan pacar gue."...
"Begitupun Andri, dia gak salah dan bahkan dia memang pantes dapetin yang jauh lebih baik daripada gue. Dan mungkin, orang yang lebih baik itu adalah Cia, adik gue sendiri."..."Cia udah banyak ngebantu gue, dan kurang ajar banget kalau gue ngerasa kesaingi dan benci sama dia.", monolog Zereline menyadarkan dirinya. Jangan sampai dirinya dikuasai oleh nafsu dan membenci takdir yang sudah ditetapkan oleh Tuhan. Tak ada lagi ucapan yang ke luar dari mulutnya, hanya terdengar deru nafas beraturan yang menunjukkan bahwa Zereline telah masuk ke alam mimpi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Teacherzone
Jugendliteratur"Jilat ludah sendiri" sepertinya memang benar adanya ya? Terbukti dengan kisah yang dialami remaja bernama Felycia Agneza Pandjaitan yang sudah berkata tak akan mungkin jatuh cinta pada Rofi Andriawan yang merupakan guru baru Bahasa Indonesia di sek...