18.Pdkt?

31 2 0
                                    

Tok...tok... tok...
Suara ketukan pintu membuat aktivitas Rofi yang tengah mengeringkan rambutnya yang masih basah karena baru saja dikeramas pun terhenti. Rofi menoleh ke sumber suara sambil mendengus kesal, apalagi saat terdengar suara seseorang yang sangat familiar di indera pendengarannya.

"Bang, bukain dulu.", suara seseorang dari luar sana membuat Rofi beranjak dari duduknya dan berjalan dengan malas menuju ke pintu kamar. Sebelah tangannya masih menyeka rambutnya dengan handuk kecil dan sebelah tangannya lagi membuka kenop pintu kamarnya.

Ceklek...
"Ada apa?", tanyanya to the point. Sementara itu, seseorang yang ditanya malah langsung nyelonong masuk tanpa meminta izin terlebih dahulu. Mendaratkan tubuhnya di atas ranjang king size yang sudah dirapihkan membuat mata Rofi langsung membelalak sempurna.

"Turun gak?!", gertaknya yang malah direspon dengan cengiran meledek dari Angkasa.
"Angkasa Aryawan!", panggil Rofi dengan nada dingin yang entah kenapa sukses membuat sang empu langsung beringsut turun dari ranjang dan memilih duduk lesehan di atas karpet. Jujur saja, melihat tatapan datar dan kalimat yang ke luar dengan nada dingin dari seseorang yang terpaut usia lima tahun darinya membuat nyali Angkasa langsung menciut.

"Iya-iya maaf.", ucap Angkasa mengalah pada akhirnya yang hanya dibalas dengan deheman singkat oleh Rofi. Sepertinya hari ini, abangnya tersebut sedang datang bulan, terbukti sangat sensi sekali. Memangnya cowok bisa datang bulan?

"Lo cakep banget deh bang.", puji Angkasa tiba-tiba yang membuat dahi Rofi mengernyit. Adiknya tersebut demam atau bagaimana? Tak ada angin tak ada hujan tiba-tiba ke kamarnya dan memujinya? Mencurigakan sekali.
"Pengen apa? Gak usah muji kalau ujung-ujungnya cuma karena ada butuhnya doang.", ucap Rofi yang sudah dapat menebak jika adiknya tersebut memujinya karena ada udang di balik bakwan.

"Ih kok abang tahu sih. Asa boleh gak pinjem mobil abang?", Angkasa mengatakan itu dengan ekspresi yang sengaja diimut-imutkan. Matanya sengaja dibuat lebih lebar seperti puppy eyes, berharap abangnya tersebut akan luluh. Namun, bukannya luluh dengan rayuan tersebut, Rofi justru malah menatap adiknya tersebut dengan tatapan datar.

"Gak usah gitu mukanya, gak cocok cowok kayak gitu.", ejek Rofi sambil berjalan menuju ke balkon kamarnya untuk menjemur handuk yang tadi dirinya pakai untuk mengeringkan rambutnya.

"Ih abang mah.", rengek Angkasa sambil menghentak-hentakkan kedua kakinya tanda jika dirinya tengah merajuk. Rofi yang melihat hal tersebut hanya mampu menghela nafas, bagaimana bisa seorang cowok bernama Angkasa yang sudah duduk di bangku kelas tiga SMA masih bersifat seperti anak kecil? Dan orang tersebut adalah adiknya sendiri.

"Ambil aja di atas nakas.", kalimat yang ke luar dari mulut Rofi membuat Angkasa yang semula sudah lemas karena merasa tak ada respon apa-apa dari Rofi langsung berubah sumringah. Dirinya langsung melompat dan menyambar kunci mobil yang dimaksud oleh Rofi.

"Yuhuuu, makasih abangku yang handsome lagi cool. ", teriak Angkasa sambil ke luar meninggalkan kamar Rofi. Rofi hanya menggelengkan kepalanya sambil matanya menatap kepergian sang adik yang nampak gembira sekali.

Suara notifikasi dari benda pipih yang ada di atas meja belajar kamarnya membuat Rofi yang tengah berdiri tak jauh dari sana langsung merogoh dan menyalakan benda tersebut. Bibirnya otomatis melengkung ke atas saat mengetahui siapa kontak yang telah mengiriminya pesan.

Felycia Agneza Pandjaitan

jadi?

tentu, saya jemput sekarang

Setelah selesai mengetikkan balasan atas pesan dari Felycia dan mengirimnya, Rofi yang memang sudah siap dan rapih segera saja menyambar kunci mobil yang biasa dia letakkan di atas nakas. Kakinya yang sudah terbalut oleh sepatu casual berwarna hitam perlahan melangkah ke luar dari kamar, melewati kamar adiknya yang tertutup dan menuruni anak tangga satu persatu.

TeacherzoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang