5.Perjanjian

5 2 0
                                    

Terhitung sudah seminggu lamanya kendaraan Felycia disita oleh sang ayah yang menyebabkan dirinya harus rela berangkat ke sekolah bersama dengan Rofi yang merupakan guru baru bahasa Indonesia di sekolahnya sekaligus anak dari rekan kerja ayahnya. Entahlah kenapa semuanya bisa se-plot twist dan terasa sempit, yang pasti keadaan sangat tak berpihak dan tak menguntungkan kepadanya.

Akhir pekan memanglah hal yang ditunggu-tunggu oleh kebanyakan orang termasuk oleh Felycia. Namun, sepertinya akhir pekan kali ini berbeda. Felycia yang biasanya akan bersemangat karena akan mengelilingi kota Bandung dengan si Fernandz yang tak lain adalah nama dari mobil sportnya. Sepertinya akhir pekannya kali ini dirinya habiskan hanya di kamarnya saja.

Helaan nafas entah yang ke berapa kalinya, lagi dan lagi lolos begitu saja dari hidungnya. Bibirnya berdecak kesal jika otaknya kembali mengingat betapa teganya sang ayah menyita si Fernandz.
"Ayah kenapa mesti nyita si Fernandz juga sih ah, jadinya gue mesti di rumah aja.", gerutu Felycia dengan muka yang masam.

Tok...tok...
Suara ketukan di pintu kamarnya terdengar. Tak lama, pintu berbahan dasar kayu jati tersebut terbuka, menampakkan sosok perempuan yang selalu dirinya panggil mamah. Hal itu membuat Felycia yang tengah mengetikkan rangkaian kata demi kata menjadi sebuah paragraf di aplikasi menulis pada laptopnya menolehkan kepalanya.

"Udah bangun ternyata, kirain belum.", Felycia mendengus mendengar mamahnya ini yang seolah tak percaya jika di pukul 07.00 ini dirinya sudah nampak segar dan rapih.
"Mamah mah, giliran aku bangun pagi kayak yang aneh, giliran kesiangan diomelin.", jawab Felycia sambil tangannya kembali melanjutkan pekerjaan yang tadi sempat tertunda sekejap.

"Ya baguslah, itu artinya Andri membawa pengaruh positif ke kamu.", ucap Mamah Clara yang sukses membuat mood Felycia turun drastis. Bagaimana tidak, dengan entengnya sang mamah menyebut-nyebut nama seseorang yang selalu saja membuat moodnya tak baik.
"Hari ini akhir pekan mah, plis deh gak usah ngomongin tuh orang.", malas Felycia.

"Lah emangnya kenapa? Salah? Kamu kok kayak gak suka banget, emangnya Andri kenapa?", tanya Mamah Clara heran. Sejujurnya Felycia sungguh amat malas menjawab, namun tak urung dirinya tetap saja membuka mulut dan menanggapi pertanyaan mamahnya.

"Ya gak salah sih. Cuma ya kalau ngasih hukuman gak nanggung-nanggung, kan rese.", keluh Felycia yang entah kenapa malah ditanggapi dengan tawa renyah Mamah Clara.
"Ih mamah kok malah ketawa sih, gak ada yang lucu, Cia tertekan lho, malah diketawain.", rengek Felycia dengan bibir yang mengerut.

"Itu mah salah kamu Cia, kelakuan ngelanggar peraturan mulu, pantes aja kalau Andri kasih kamu hukuman double atau bahkan triple, ya maksudnya supaya kamu kapok, tapi malah makin-makin, ck ck ck.", ungkapan dari mamahnya membuat Felycia menatap cengo di tempatnya. What? Kenapa ini semua orang malah berpihak pada si guru menyebalkan itu? Dah lah, dirinya sudah seperti anak tiri di sini, tak ada yang membela dan tak ada yang menjadi sekutunya.

*****

Ceklek...
Suara pintu dibukakan lantas Felycia yang kini nampak sudah rapih dengan jaket kulit yang melapisi tubuhnya menghampiri seseorang yang tengah menatap heran ke arahnya. Felycia berjalan mengendap-endap sambil kepalanya berulang kali menoleh ke belakang.

"Kenapa lo? Mau maling?", tanya Zereline yang dihadiahi tatapan datar oleh sang adik.
"Ya, izin maling kunci mobil lo kak.", jawab Felycia sambil tangannya dengan gesit mengambil kunci mobil sang kakak yang tergeletak di atas nakas.

"Woy, balikin gak?!", ucap Zereline saat dengan santainya Felycia mengambil kunci mobilnya begitu saja.
"Ah elah, pinjem kak, gue gabut di rumah.", bujuk Felycia.
"Terus?", Zereline malah bertanya dengan nada datar.
"Terus gue mau pinjem mobil lo buat ke luar, bentar doang." , jawab Felycia frustasi, kenapa dipersulit sekali sih jalan hidupnya.

TeacherzoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang