2.Kok ngeselin

4 1 0
                                    

Sinar matahari semakin menyorot membuat siswi yang kini tengah berdiri tegap di bawah tiang bendera berulang kali mengusap keringat yang terus-menerus mengalir dari pelipisnya. Sebenarnya bisa saja Felycia lari dari hukuman dan lebih memilih santai di kantin sampai jam pelajaran guru barunya itu selesai. Hanya saja, gurunya yang super duper menyebalkan itu sejak lima belas menit yang lalu malah mengawasi gerak-geriknya dari pinggir lapangan. Hal itu tentu saja membuat Felycia terpaksa harus menjalani hukumannya yang akan berakhir lima menit lagi.

Ck...
Decakan itu lolos dari mulutnya begitu keringat yang baru saja dirinya usap kembali turun. Belum lagi perutnya yang belum terisi oleh sarapan terasa sakit dan menjalar sampai ke kepala.
"Lima menit lagi, jangan oleng dulu.", monolognya sambil berusaha tetap berdiri tegap di posisi hormat pada bendera.

Lima menit terasa sangat lama bagaikan lima tahun. Dengan langkah lesu, Felycia berjalan menuju ke pinggir lapang. Kulitnya yang putih kini berubah menjadi merah karena terpapar sinar matahari cukup lama. Tak peduli roknya akan kotor, Felycia mendaratkan bokongnya di pinggir lapangan. Mengatur nafasnya yang memburu karena dirinya menjalani hukuman sambil menahan rasa sakit. Sebelah tangannya dia pakai untuk memijat pangkal hidungnya berharap akan mengurangi rasa pusing.

Sodoran air mineral dingin tepat di depan wajahnya membuat atensi Felycia teralihkan. Dirinya menoleh dan menatap wajah seseorang yang telah menyodorkan air mineral tersebut. Kepalanya sampai mendongak saking tingginya orang tersebut.
"Minum.", ucap orang tersebut singkat membuat Felycia menatap orang tersebut aneh.

Merasa tak ada respon apapun dari siswi di depannya, membuat Rofi meletakkan botol air mineral yang masih disegel ke atas pangkuan Felycia. Rasa dingin menyapa kulit Felycia yang panas.
"Terimakasih.", ucap Felycia lantas segera membuka air mineral yang masih disegel tersebut dan menenggaknya setengah.

"Jangan lupa hukuman kedua, saya tunggu di ruang guru jam istirahat. Minuman yang saya beri itu sebagai upaya supaya kamu fokus menghapal diksi dan penjelasannya.", ucapan yang ke luar dari mulut orang di sampingnya membuat Felycia mendengus kesal.
"Gue kira dia baik ternyata licik.", ucapnya dalam hati. Sementara itu, orang yang tengah digerutui oleh Felycia sudah melenggang pergi sejak dirinya selesai mengingatkan perihal hukuman Felycia yang kedua.

*****

Felycia sengaja memilih tempat di pojok perpustakaan dengan tujuan supaya orang yang memberikannya hukuman tak bisa menemukannya. Kamus diksi Indonesia yang seharusnya dirinya baca malah dijadikan penghalang kepalanya yang disimpan di atas lipatan tangan. Matanya terpejam dan terdengar suara dengkuran halus yang menandakan jika Felycia kini ada di alam mimpi.

Suara gebrakan meja sama sekali tak mengusik tidurnya. Barulah, ketika seseorang menepuk pundaknya berulang kali sukses membuat Felycia membuka matanya. Setelah tahu siapa pelakunya yang ternyata adalah Rofi membuat Felycia langsung duduk tegap dan membaca kamus yang sejak tadi dirinya anggurkan.

"Saya bingung mau nanya sudah berapa halaman yang kamu hapal atau sudah berapa mimpi yang kamu rasakan.", ucap Rofi yang tanpa dijelaskan pun Felycia tahu jika orang tersebut tengah menyindirnya.

"Saya udah hapal kok, mau dites sekarang?", jawab Felycia dengan nada santai dan terkesan seperti menantang. Terlihat Rofi mengangkat sudut bibirnya sebelah seperti meremehkan ucapan Felycia.
"Oh ya? Saya tagih kalau begitu.", tanya Rofi yang terkesan tak mempercayai ucapan besar Felycia.

"Udah mah nyebelin, ngeremehin gue lagi. Kita liat, seberapa malu dia udah ngeremehin kehebatan seorang author ini.", ucap Felycia dalam hatinya. Bukan berbohong, Felycia memang sudah terjun ke dunia tulis menulis sejak dirinya duduk di bangku kelas 8 dan sudah lebih dari 10 buku yang dia terbitkan sampai sekarang, dari mulai buku fiksi seperti novel, cerpen, puisi dan buku non-fiksi.

TeacherzoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang