29.Kekecewaan Felycia

9 2 0
                                    

Felycia meninggalkan perpustakaan dengan langkah setengah berlari. Wajahnya memerah dengan air mata yang entah sejak kapan sudah banjir membasahi pipinya. Felycia tak memperdulikan lagi tatapan-tatapan aneh yang diberikan oleh siswa maupun siswi yang kebetulan tengah ada di luar kelas mereka atau yang kebetulan berpapasan dengannya di koridor. Yang Felycia pikirkan sekarang hanyalah segera ke kelas dan menjauhi tempat di mana dia melihat hal sialan itu.

Sampai di lift yang akan dirinya naiki untuk sampai ke kelasnya, nafasnya tetap memburu. Felycia menatap pantulan wajahnya lewat dinding lift yang transparan, mata yang sembab dan hidung yang memerah bagaikan jambu air. Terlihat masih ada jejak air mata yang membuat Felycia menghapus dengan kasar jejak air mata tersebut dengan hati yang sialnya terasa berdenyut sakit.

"Apaan sih, gue kan bukan siapa-siapanya, jadi ya bodoamat sama apa yang dilakuin mereka.", monolognya yang merasa jijik dengan tingkahnya yang terkesan alay dan lebay.

"Tapi Pak Rofi jahat banget asli. Emangnya gue selucu itu apa sampai dia jadiin mainan?!", lanjutnya yang tanpa diperintah, air mata berharga yang dirinya tahan kembali mengalir juga dari kelopak matanya. Sebelah tangannya dia pakai untuk menepuk dadanya yang mulai terasa sesak seolah dihimpit oleh bongkahan batu.

Felycia datang ke kelas dengan wajah yang sangat amat memprihatinkan. Mata sembab dengan hidung yang memerah membuat seluruh isi kelas menatapnya dengan tatapan heran. Tak biasanya Felycia seperti yang baru saja selesai menangis. Padahal, seberat apapun masalahnya, Felycia tak pernah sampai menangis sembab seperti ini.

Evany yang baru saja kembali dari kantin dibuat istighfar saat melihat wajah sahabatnya.
"Astaghfirullah, kenapa lo?", tanya Evany sambil mendaratkan bokongnya di kursi sebelah Felycia. Tangisan Felycia sudah reda jauh sebelum dirinya masuk ke kelas. Tapi sayangnya, efek yang ditimbulkannya masih ada hingga sekarang.

Mendapati pertanyaan dari sahabat sekaligus teman sebangkunya sama sekali tak menjadikan Felycia menjawab. Matanya menatap lurus ke arah papan tulis kosong di depan dengan punggung yang dia sandarkan pada kursi. Tak jarang, hidungnya menyedot ingusnya sekuat tenaga ke dalam.

Merasa tak ada pergerakan sedikit pun maupun jawaban satu kaya pun dari seseorang yang dirinya tanya, membuat Evany langsung berada di posisi menghadapkan mulutnya yang siap berkicau merdu tepat di telinga Felycia.

"FELYCIA AGNEZA PANDJAITAN!!!", teriaknya yang berusaha menyadarkan sahabatnya tersebut yang takutnya kerasukan jin atau setan penunggu perpustakaan.

Felycia mengusap telinganya yang terasa pengang dan panas akibat teriakan super duper melengking dari seseorang yang duduk di sampingnya. Matanya yang sembab masih bisa dia pakai untuk mendelik dan menatap tajam ke arah sahabatnya yang kini tengah menatapnya datar.

"Ada apa sih lo teriak-teriak gitu? Kayak di hutan aja.", kesal Felycia masih dengan sebelah tangannya yang dia pakai untuk. mengusap telinganya yang terasa mati rasa.

"Hello nona Felycia, gue teriak karena lo gak jawab pertanyaan gue. Kenapa sih lo ngelamun mulu? Kayak yang berattt banget beban hidup lo.", balas sewot Evany menirukan nada bicara sahabatnya tersebut.

"Pertanyaan? Lo nanya apa emang? Gak ada tuh.", ucap Felycia yang memang tak merasa jika Evany bertanya kepadanya.
"Gik idi tih.", Evany mengulang kalimat terakhir yang dikatakan Felycia dengan bibir yang sengaja dimajukan lima centi tanda jika dirinya tengah kesal.
"Mata lo kenapa tuh sembab, udah kayak disengat tawon aja. Hidung lo juga, merah bener melebihi hidung si cepot. Lo kenapa sih? Kerasukan kunti perpustakaan ya?", tanya Evany disertai dengan ejekan blak-blakan yang membuat Felycia mendengus kesal di tempatnya.

"Intinya lebih parah dari kunti.", jawab asal Felycia yang kemudian langsung mengambil posisi melipat tangan dan meletakkan kepalanya tepat di atasnya. Hal tersebut membuat Evany yang akan kembali bertanya, terpaksa harus menelan kembali pertanyaan tersebut karena tahu orang di sampingnya tersebut akan tidur. Dan sahabatnya tersebut sangat tak suka jika ada yang mengganggu aktivitasnya tersebut.

TeacherzoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang