Terhitung sudah hampir tiga minggu Felycia menjalankan bimbingan untuk persiapan dirinya mewakili SMA Wiyata dalam cabang lomba menulis sastra. Jika dihitung-hitung, tersisa tinggal seminggu lagi dirinya bimbingan dan setelahnya dirinya akan benar-benar melaksanakan lomba yang selama sebulan dirinya simulasikan.
Selama tiga minggu dirinya selalu diberi materi-materi yang harus dirinya pelajari, pahami, lalu praktekan dengan Rofi Andriawan sebagai pembimbingnya. Selama tiga minggu itu pula Felycia terus memutar otaknya, mencari ide bagaimana caranya membuat keinginan kakaknya yang ingin kembali dengan gurunya tersebut berhasil. Tapi sialnya, banyak ide dan cara yang sudah dirinya coba, dirinya selalu tak bisa membujuk Rofi. Dirinya selalu kalah telak dan kalah ucap oleh jawaban Rofi yang sebenarnya hanya jawaban yang singkat dan santai.
"Sudah beres?", tanya Rofi saat melihat anak muridnya tersebut malah asyik melamun dengan pena yang harusnya dipakai untuk menulis untaian-untaian kata di atas kertas HVS di hadapannya malah dimainkan di antara selipan-selipan jarinya.
Tak ada reaksi apapun atas pertanyaan yang dirinya ajukan membuat Rofi berdehem cukup keras yang sukses saja membuat Felycia yang tengah melamun langsung tersentak kaget."Eh iya, kenapa pak?", tanya polos Felycia karena jujur saja dirinya tak mendengar pertanyaan Rofi.
"Sudah beres? Kok malah melamun.", ucap Rofi mengulangi lagi pertanyaan yang tadi dirinya ucapkan.
"Sudah.", jawab Felycia padahal berlembar-lembar kertas HVS yang berisi sebuah cerpen yang dirinya tulis dengan berbagai bumbu-bumbu diksi dan gaya bahasa sudah lebih dulu diambil oleh Rofi sebelum dirinya serahkan.Rofi menatap lekat deretan huruf yang disusun menjadi kalimat-kalimat indah karya anak muridnya. Kepalanya manggut-manggut sambil bibirnya tak jarang tersenyum tipis saat dirinya membaca sampai di bagian yang menarik.
"Bagus, sangat bagus. Saya semakin yakin kalau kamu bisa membawa piala di lomba nanti.", ucap Rofi sambil meletakkan kembali kertas yang tadi dirinya baca. Tak ada percakapan apapun lagi, hanya terdengar suara detak jam. Baik Felycia maupun Rofi, keduanya fokus pada handphone mereka masing-masing.
"Pak."...
"Fel."...
Ucap keduanya kompak sambil menoleh yang sukses saja membuat netra mereka bertemu satu sama lain. Felycia segera mengalihkan pandangannya, ke mana saja asal tak berpapasan dengan netra cokelat milik gurunya. Bukan salting atau baper, hanya saja malas dan lebih ke jijik."Bapak duluan aja.", ucap Felycia mengalah. Sebenarnya bukan mengalah sih, dirinya hanya tiba-tiba mendadak susah mengungkapkan apa yang tadi sudah tergambar di otaknya.
"Gak, kamu duluan saja, saya cuma manggil doang.", kalimat itu ke luar dengan santai dari mulut Rofi membuat Felycia menatap cengo gurunya tersebut.
"Emang beneran rada-rada ini orang.", gumamnya yang hanya dapat didengar oleh dirinya seorang."Pak Rofi ada waktu luang gak akhir pekan nanti?", tanya Felycia. Sejujurnya, jika ini bukan bagian dari rencananya, malas sekali dirinya harus menanyakan hal yang sama sekali tak bermanfaat untuknya. Terlihat Rofi mengernyit heran karena memang dirinya menyangka anak muridnya ini akan menanyakan perihal tugas.
"Gak tahu juga, memangnya kenapa?", jawab Rofi. Nampak Felycia menggigit bibir bagian dalamnya karena menimang-nimang haruskah dirinya mengatakan apa yang sudah dirinya rangkai di pikirannya?"Kalau saya ajak ke suatu tempat gimana?"", tanya Felycia mati-matian menurunkan gengsinya. Terdengar kekehan ringan Rofi yang membuat pipi Felycia tanpa diminta otomatis bersemu merah karena malu.
"Ke mana? Mau ngapain?", tanya Rofi masih dengan kekehannya yang menguar renyah."Pak Rofi jangan geer dulu. Saya mau nemuin Bapak sama kakak saya.", kekehan itu seketika langsung tak terdengar, digantikan dengan raut wajah flat seperti biasanya. Rofi sudah akan menjawab dengan berbagai tolakan dan alasan yang sudah bisa Felycia tebak dan itu membuat Felycia dengan cepat kembali membuka suara mendahului gurunya tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Teacherzone
Ficção Adolescente"Jilat ludah sendiri" sepertinya memang benar adanya ya? Terbukti dengan kisah yang dialami remaja bernama Felycia Agneza Pandjaitan yang sudah berkata tak akan mungkin jatuh cinta pada Rofi Andriawan yang merupakan guru baru Bahasa Indonesia di sek...